14; dituduh.

1.4K 188 132
                                    


21:06p.m.

"Terus apa faedahnya Bang Daniel jadi abang Grab? Kan udah jadi Ceo, pasti kaya raya dong?" tanya gue saat Bang Daniel sedang fokus mengendarai mobil. Ya, kami lagi otw mau pulang ke rumah. "Saya benci di kantor mulu, pengep. Makannya saya jadi abang Grab. Tau-taunya, saya malah ketagihan jadi abang Grab. Hahaha." ujar Bang Daniel sambil ketawa ngakak. "Lagipula, sekarang saya udah nggak anter siapa-siapa lagi, kok. Cuma kamu doang." lanjut Bang Daniel sambil menatap gue.

Gue menghela napas saat mendengar apa yang telah Bang Daniel ucapkan ke gue. Jujur saja, gue kadang bingung sama orang kaya seperti Bang Daniel gini. Kaya raya gini tapi kelakuannya idiot banget. "Kalau sibuk nggak usah jemput aku, Bang Daniel! Sibukin dulu perusahaan sendiri. Amit-amit deh, kalau suatu hari perusahaan Bang Daniel bangkrut, gimana?" tanya gue, niatnya sih pengin nakutin Bang Daniel yang kelakuannya agak idiot gini.

"Ihh amin deh kalau perusahaan saya bangkrut! Jadi saya punya banyak waktu luang untuk nemenin kamu, Nanaku. Hahaha." ucap Bang Daniel langsung ketawa lepas karena melihat ekspresi 'jijik' dari air muka gue.

Gue langsung menampol pelan wajah Bang Daniel karena kesal. Tapi Bang Daniel tetap ketawa ganteng aja. Sumpah sih, kadang kelakuan Bang Daniel bener-bener idiot, deh.

"Tapi kalau boleh jujur, saya seneng banget kalau tiap hari anterin kamu, Nanaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tapi kalau boleh jujur, saya seneng banget kalau tiap hari anterin kamu, Nanaku."

×××

Three months later.

"Sehun dan Nable? Bapak butuh bantuan kalian, boleh? Ke gudang ambilin 3 bola basket, dan 3 sepakbola ya? Hari ini bapak mau ambil nilai." ujar Pak Minho; alias guru penjas.

Gue dan Sehun ngangguk kepala pelan lalu menuju ke arah gudang. Gue hanya bantu mengambil 2 sepakbola, sedangkan Sehun mengambil 4 bola.

Setelah itu, kami menuju ke arah kelas sambil berbincang kecil. Tapi di koridor depan, gue melihat Cindy menuju ke arah gue dan Sehun. Skakmat. Mampus lah, riwayat hidup gue.

"Capek nggak, Hun? Sini, aku bantu ambilin 2 bola." ujar Cindy lembut sembari mengambil 2 bola dari tangan Sehun. "Makasi." kata Sehun pelan.

"Gue ke lapangan dulu, mau main basket." ujar Sehun sambil mengacak rambut gue pelan. Setelah itu, Sehun langsung turun dari tangga dan menuju ke arah lapangan.

Gue menatap ke arah Cindy sebentar, ternyata cewek itu sedang menatap gue juga. Tapi bedanya, Cindy menatap gue dengan tatapan tajamnya. Dengan cepat, Cindy melempar bola ke lantai lalu mendorong gue ke tembok dengan kasar. "Gue kayaknya udah peringatin lu, deh untuk jauhin Sehun. Tapi susah ya, lu kan cewek gatel." ujar Cindy sambil tersenyum sinis.

Gue mendengus sebel. "Jaga omongan lu. Gue diam bukan karena takut. Gue cuma nggak mau ajak berantem." ujar gue pelan. "Dan satu hal lagi, lu nggak pantes dapetin Sehun dengan menggunakan cara busuk lu itu. Kalau Sehun sampai tau lu gituin gue. Dia nggak bakal cinta sama lu, melainkan benci." lanjut gue sambil menghela napas pelan.

[2] 𝑺𝒂𝒌𝒊𝒕 𝑩𝒆𝒈𝒐Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang