10. katanya caper

61 7 3
                                    

"Jerry lo piket dong, dari minggu minggu lalu juga lo nggak piket-piket. Disuruh bawa bunga denda juga nggak lo bawa, bikin emosi aja lo!" aku berkacak pinggang dan menarik jaket yg dipakai oleh Jerry, terlihat ia tersenyum sok polos yg akan membuat semua orang yg melihatnya jadi darah tinggi. Lalu senyuman sok polosnya langsung berubah begitu saja menjadi wajah sebal. Seharusnya kan aku yg sebal, bukan dia!

"Lo tu apaan sih vin, kerjaan lo setiap hari nyeramahin orang mulu, wee piket- yg belum piket piket liat tuh banyak sampah tinggal piket aja lo susah!" katanya dengan nada mengejek.

'Perasaan aku ngomongnya nggak gitu gitu banget'

"Lo lagi jer, piket aja lo susah dari minggu- minggu lalu juga lo nggak piket, disuruh bawa bunga denda juga nggak lo bawa!" mulutnya masih sama di monyong mana nyongkan. Memang dasar!

Pukk..

Tangan ku dengan cepat menepuk pelan bibir Jerry sebelum ia mengeluarkan kata kata yg membuatku semangkin jijik, padanya.

"Aduh" ringisnya sambil memegangi bibir "ternodai kan bibir gue,"

"Nggak usah lebay, lebih baik lo bantuin Fikha noh!" ucapku sambil menunjukkan jari telunjukku ke arah Fikha yg sedang menyapu teras koridor depan kelas X².

"Iya iya, dasar bawel,"

"Apa?"

"Bawel!"

"Siapa bawel? Gue?"

"Iya, lo bawel!" aku mendengus.

"Dasar tikus," umpatku dan berjalan masuk kedalam kelas.

-

"Eh, elo!"

Aku mengerjap dan berbalik badan menatap seorang cewek yg baru saja memanggilku.
Dia yg memanggilku kak gita, siswi senior yg memarahiku waktu itu pada saat aku terlambat masuk dihari pertama menjalani MPLS.
"I-iya kak"

"Gue mau ngomong sebentar, bisa?" tanyanya. Aku mengangguk sekilas dan berjalan mengikuti kak gita yg berjalan duluan mendahuluiku.

"Ada apa kak?" aku bertanya setelah kak Gita menduduki salah satu bangku panjang tua yg ada di taman belakang sekolah.

Ia menggerakkan matanya seolah menginstruksikanku untuk duduk di sampingnya. Aku pun segera mendudukkan bokongku ke kursi yg diduduki oleh kak Gita juga dengan berjarak kira-kira setengah meter.

"Apa hubungan lo sama Deon?"

"Haah?" aku nyaris berteriak mendengar pertanyaan yg diucapkan oleh kak Gita dengan suara yg terdengar mengintimidasi.

Maksudnya apa? Hubungan apa? Bahkan aku dengan Deon tidak ada hubungan apa-apa.

"Lo kok kaget?"

"Maksud kakak ngomong kaya gitu apa?" tanyaku balik. Terdengar ia berdecak dan menghadap kearahku.

"Lo tau? Gue itu sahabat nya Deon dan gue harus tau apa yg berhubungan dengan sahabat gue"

"Gue nggak ngerti maksud lo!" ujarku dengan suara pelan nyaris bisikan. Aku memang tak tau apa yg di maksud oleh kak Gita. Hubunganku dengan Deon? Bahkan aku tak ada hubungan sama sekali dengannya.

"Gue tau kok, lo waktu itu buatin bekal buat Deon!"

Bekal? Bahkan aku membuat bekal itu satu minggu yg lalu, tepatnya sepuluh hari yg lalu mengapa sekarang baru ditanyakan?

"Iya, memang gue yg buatin bekal dia- tapi itu bukan karena hubungan atau apa yg lo pikir kok, gue waktu itu cuma mau ngucapin terimakasih, udah gitu aja!" jelas ku. Bukannya mengerti, Gita malah menatap tak suka kepadaku.

(Not) PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang