Bayonet

264 41 17
                                    

"Ah, jadi Kaminaga-san fotografer." Ayano manggut-manggut.

Sore ini tiga mahasiswi ribut menarik Kaminaga ke ruang tengah, mendudukkannya di seberangku. Diketahui ternyata Kaminaga baru tiba dari studio foto tempat kerjanya. Letaknya di dekat stasiun, berdekatan dengan jajaran ruko.

"Selain bekerja di studio Kaminaga-san biasa memotret apa saja?" Tanya Rinka. "Ah, aku sedikit-sedikit bisa manual," pamernya.

"Kadang aku keluar mencari objek foto. Kapan-kapan kubawakan albumnya."

"Aku juga lihat kau punya gitar saat pindahan," celetuk Sakura.

"Ya ... itu aku mainkan di waktu senggang. Sekedar bisa genjreng-genjreng saja."

"Benarkah? Neesan ini bisa main piano, lho." Rinka menunjukku.

"Sekali-sekali kalian berduet dong. Aku mau dengar," pinta Hana.

"Kau mau aku bawa pianoku kemari?"

"Dorong saja dari tangga."

"Kau kira ini Russian Roulette?"

"Kami bisa melihat kalian main di apartemen Neesan."

"Aku punya firasat kalian bakal mengacak-acak rumahku sekali kalian datang." Mataku menyipit curiga.

"Boleh juga." Kaminaga menanggapi, biner kelabu berbinar.

"Kaminaga-san, boleh kulihat kameramu?"

"Oh, tentu." Sebuah kamera DSLR dikeluarkan. Tiga mahasiswi mendekat antusias, menanyakan berbagai hal. Kaminaga menjelaskan dengan sabar, mengangguk ketika mereka mengulang penjelasannya.

"Coba contohkan satu foto, Kaminaga-san."

"Boleh." Ia menekan-nekan tombol di sisi layar, mengatur sesuatu. "Hei."

Suara jepretan shutter mengagetkanku. Kaminaga menurunkan kameranya, menunjukkan hasil foto. "Bagaimana? Cantik ya?"

"Waah, hasilnya bisa tidak terlalu terang atau terlalu gelap!"

"Pas sekali! Tadi kau atur berapa-berapa?"

"Neesan, kau cerah sekali di sini."

"Maksudmu barusan apa, hah?" Protesku.

"Sekali lagi." Kaminaga mengangkat kamera menutupi wajah. "Ayo katakan cheese!"

Aku tidak sempat bereaksi, terlalu canggung bergaya di depan kamera jadi hanya menarik senyum aneh. Sakura mentertawakan wajahku. Kau mirip orang putus asa menggenggam batu! Dia menggebrak meja heboh sambil tertawa menggelegar.

"Kaminaga-san, yang tadi dihapus saja," pintaku malu.

"Kenapa?" Mata berkilat jahil, hasil foto ditunjukkan. "Hasilnya bagus."

Di layar persegi panjang kecil itu terdapat fotoku dihujani semburat merah senja, sisi wajahku kena sedikit sinar matahari, pucuk kepala mengilap. Sehelai daun masuk dari celah pintu kaca sukses terpotret, terbang sendirian diembus angin melewati punggung. Keseluruhan fotonya bagus, kecuali senyum aneh itu.

"Sebaiknya dihapus saja. Wajahku jelek." Semisal foto itu ditunjukkan pada orang lain sebagai hasil memotretnya pasti orang-orang bakal mentertawakan wajahku.

"Semakin kau suruh begitu aku semakin tidak mau menghapus fotonya."

Menghambur napas malas, aku mengalihkan diri. Menyedot sekotak susu sambil tetap mendengar oceh tiga suara nyaring minta difoto.

*

"Hei."

"Hm? EhーKaminaga-san!" Protesku.

Shutter berbunyi, Kaminaga tertawa setelah menurunkan kamera. Dia menyusul langkahku menaiki anak tangga, menunjukkan hasil foto. Aku bergerak mendekat, mengintip kamera yang terkalung di leher. Diriku berada di anak-anak tangga, lebih tinggi sedikit dari arah jepret kamera, bersebelahan jendela di sisi tangga ditembus rambat sinar petang memerah. Karena badanku membelakangi kamera jadi hanya siluet gelap terpotret.

"Cantik 'kan?" Bisiknya.

"Fotomu selalu bagus hasilnya. Fotografer memang beda," pujiku.

"Aku tidak membicarakan fotonya," telunjuk mendudingku. "Kau."

Update karena Ginting jadi hero kebanggaan INI AKU NGGAK BERHENTI NANGIS YA AMPUN ANTHONY GINTING I'M SO PROUD OF YOU 😭

Makasih para pembaca di TOJ dan Upstairs yg memberi vote dan comment, see you!

(Oiya btw, Russian Roulette yang dimaksud itu merujuk sama MV-nya Red Velvet yang berjudul sama. Ada satu adegan dimana dua member ngedorong piano buat ngenain dua member lain yang duduk di anak tangga, begichuu)

Upstairs | Kaminaga [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang