Hari ini terpaksa pulang sedikit terlambat. Para pustakawan senior mengajak kami mampir kedai sebentar, katanya traktiran dari mereka untuk kami yang baru bekerja setahun dua tahun di perpustakaan kota. Mobil Shimano diambil alih seorang senior yang sudah tidak sabar mencicipi berbagai makanan ringan teman minum sake, semenjak duduk di kursi kemudi menyenandungkan nama-nama makanan.
Sekitar pukul sepuluh malam lewat aku baru tiba diantar Shimano. Kasihan dia harus mengantar dua senior lain yang mabuk parah sehabis ditantang minum. Jam segini apartemen sepi, ruang tunggu lenggang, lampu dekat mesin minuman berkedip lambat seirama detakan jantung, sunyi menyergap sehingga gema alas kaki mengentak anak tangga terdengar begitu nyaring.
Harusnya sih, begitu. Riuh ramai terdengar dari ruang tunggu. Benar saja, rupanya beberapa penghuniーtidak perlu disebutkan pasti orang di ruang tunggu hanya itu-itu saja, ditambah Hiroyuki dan terkadang pacar Sakura. Sekarang ditambah Kaminagaーmengerumuni meja panjang ruang tunggu.
"Ramai sekali. Awas nanti mengganggu penghuni lain," tegurku.
"Lho, tumben sekali selarut ini?" Sapa Sakura di tengah sedang mengunyah.
"Ada urusan sedikit tadi." Aku duduk di samping Hiroyuki, menerima seplastik roti melon dan sekotak susu darinya. Hana dan dua temannya melongok penasaran kepada sebuah album foto, pacar Sakura tanpa diduga terlibat obrolan serius dengan Kaminaga.
"Sedang apa sih mereka?"
"Fotografi," balas Hiroyuki pendek.
"Ah, benar juga. Pacar Sakura freelancer photographer ya." Kulirik tiga mahasiswi di bangku ujung. "Dan mereka sedang?"
"Melihat koleksi foto Kaminaga-kun." Hiroyuki mengambil sebuah album foto tebal, ukurannya lebih kecil dibanding album di tangan Rinka. "Mau lihat? Dia bawa banyak albumnya dari studio."
Begitu kubalik sampul bergambar kamera analog adalah pemandangan malam kota dan sebuah tugu putih menyala disorot cahaya keemasan, lampu-lampu kendaraan membentuk garis nyata hilir mudik dan ada sebuh kendaraan roda tiga membawa dua orang di bagian depannya. "Foto ini diambil di mana?"
"Yogyakarta. Itu tugu kotanya," jawab Kaminaga.
"Di mana Yogyakarta itu?" Di halaman lain ada lebih banyak foto-foto mengagumkan, batu-batu saling tumpuk membentuk bangunan berbentuk kubah menakjubkan diguyur kabut tipis dan sedikit sinar matahari menyoroti.
"Indonesia." Telunjuk panjang menunjuk foto yang kulihat. "ini namanya Candi Borobudur, letaknya di Magelang. Masih Indonesia."
"Wow." Aku tidak bisa merespon apapun lagi, foto-foto lain tidak kalah bagusnya, diambil dari berbagai sudut pandang tak terduga, menambah kesan apik dan estetik memanja mata.
"Kaminaga-san, ini bunga apa?"
Suara Hana mau tak mau mengalihkan perhatian, ia menunjuk sebuah bunga di halaman kiri, bunga merah muda cantik."Itu Azalea, perlambang kecantikan."
"Yang ini?"
"Aster. Perlambang kesabaran."
"Yang ini, Kaminaga-san?"
"Itu Morning Glory. Artinya cinta tak berbalas, kematian hidup, cinta itu sia-sia, cinta yang dibatasi."
"Sedih sekali artinya," Ayano membalik lembaran halaman. "Dari semua bunga-bunga ini yang seperti Kaminaga-san yang mana?"
"Hmm," Kaminaga memandang Hana, cukup membuat gadis itu salah tingkah sendiri. "Kamelia merah."
"Artinya apa?" Tiga pasang mata bulat berbinar, tercabik antara antusiasme dan kagum.
Senyum lembut melengkung sempurna pad bibir Kaminaga. "Sedang jatuh cinta."
…
Selamat hari Sabtu (lagi)!Hehe, kebiasaanku kumat di chapter ini setelah sebelumnya ada di cerita lain (baca: masukin unsur Jogja), tulung maapkan saya :'))
Sekali lagi, makasih sdh sempat meluangkan waktu baca Upstairs, ngasi vote, bahkan sampe komen huhu jadi makin semangat nulis!! Sampai ketemu di chapter selanjutnya ya, semoga kalian betah mengikuti cerita Kaminaga di sini. Enjoy!
KAMU SEDANG MEMBACA
Upstairs | Kaminaga [✔]
FanfictionNamanya Kaminaga. Tinggal di lantai tujuh, namun tiba-tiba pindah ke apartemen lamaku di lantai lima. Datang sebagai sosok misterius dari antah-berantah. Namanya Kaminaga. Dia yang mencintai, namun tak bisa memiliki. [Cerita dari seri 'I'll Knock o...