Opera

173 30 14
                                    

Maap ini panjang banget.

Aura suram pekat memayungi Akane sesorean ini. Penyebabnya adalah dua tiket opera besok malam, seseorang memberinya tiket menonton di gedung olahraga. Akane sudah senang sekali, mengirim foto tiket di grup chat dan pamer sepanjang siang. Sayangnya tim voli Akane akan berangkat ke kota lain untuk latih tanding hingga minggu depan sedangkan tiket opera ini adalah yang terakhir sekaligus menutup pertunjukan karena mulai ke depannya gedung opera pusat kota akan menampilkan pertunjukan baru.

"Hei, sudahlah. Maki Katsuhiko masih akan bermain di pertunjukan selanjutnya, bukan?"

"Masalahnya," ucap Akane penuh penekanan. "Aku belum nonton sama sekali, dan aku tidak pernah absen nonton pertunjukan Maki Katsuhiko, dan tiket pertunjukan terakhir punya akses ke balik layar, dan ini Maki Katsuhiko." Akane malah kian lemas, menumpu dagu di lipatan lengan.

"Lalu kau mau apa? Berangkat setelah nontonー"

"Sakura, shh!"

Seakan ada lampu bersinar di atas kepala penuh ide cemerlang, Akane menegakkan badan. "Benar juga! Aku akan coba menghubungi coach."

"Akane, acaranya dimulai pukul tujuh malam, pertunjukannya dua jam fullーbelum lagi backstage-nya pasti memakan waktu lama. Kau bilang latihan dimulai pukul sembilan pagi, mau tidur berapa jam kau?" Omelku.

"Ugh ... aku bisa tidur di kereta."

"Jangan. Sudahlah, daripada kau kelelahan karena kekurangan tidur. Ini, minum teh dulu." Ryoko datang menyajikan empat cangkir yang mengepulkan uap, aroma mint bercampur dalam likuid teh. Akane merengek, belum pernah aku maupun yang lain melihatnya seputus asa ini karena pertunjukan opera.

Yah, memang aktor bernama Maki Katsuhiko ini adalah bintang panggung. Bukan hanya bakatnya, visualnya pula digemari. Sudah banyak peran utama pertunjukan opera hingga drama musikal internasional dijajal olehnya. Mengingat ini Maki Katsuhiko yang sekali lagi bersinar di panggung opera, Emma dan Kakeknyaーatau Paman Lumba-lumbaーdatang menonton.

"Eh, tunggu sebentar," sela Akane, mata menyipit. "Tahu darimana kau rincian acaranya?"

"Hm? Oh, itu. Dari Kaminaga-san."

"Akane, kenapa tidak kau berikan tiketnya untuk yang lain saja? dia dan Kaminaga-san, misalnya?" Sebelum Akane menyangkal, Sakura buru-buru menambahkan, "Daripada tiketnya tidak terpakai."

"Harus aku? M-maksudnya, aku tidak begitu paham opera."

"Memangnya siapa lagi? Tiga bocah itu jelas lebih suka melihat Oppa-deul. Aku jelas bakal tidur kebosanan menontonnya. Ryoko?"

"Besok aku shift malam." Ryoko menoleh pada Akane. "Bagaimana?" Tanyanya memastikan.

Akane tampak ragu. Sejujurnya kasihan melihatnya begini, kesempatan emas bertemu idola pupus seketika karena hal tak kalah penting. Mudah saja mengatakan bisa menonton lain kali. Tetapi pertunjukan sebelumnya, kali ini, dan yang seterusnya berbeda suasana sekalipun pemainnya sama. Toh, mereka yakin sekali aku mau pergi-terlebih bersama Kaminaga. "Oke, kuberikan. Tapi, err ...."

"Ada apa, Akane? Katakan saja."

Pipi semi tembam memerah. Dengan suara lirih Akane berkata, "Bisa sampaikan salamku buat Maki-san?"

Tertegun, lalu tawa pecah di ruang tengah. Sakura meledek betapa lucu Akane mengatakannya. Dua lembar tiket diserahkan padaku, segera disimpan dalam dompet. Begitu sampai di kamar, selesai mandi, cuci muka, dan gosok gigi aku menekan chatroom paling atas. Kaminaga mengiyakan, jawabannya terkirim tepat satu menit setelah tawaranku. Dia tidak bisa berangkat bersama jadi kami janjian bertemu di stasiun esoknya.



*




"Hai."

Canggung. Walau kemarin kami sempat makan bersama, dia meminta maaf dan obrolan kami surut begitu saja. Hingga dia kembali ke lantai lima, aku mengawasi punggungnya lenyap di belokan tangga bukan pergi ke tempat yang tidak kutahu.

Kereta cukup lenggang. Aku tidak menemukan Emma di kereta ini, siapa tahu dia sudah datang sejak tadi, khas antusiasme anak kecil. Begitu tiba di gedung opera kami disambut gegap gempita penonton dari segala rentang usiaーmayoritas remaja, perempuan. Suasana di dalam tak kalah ramai, kursi-kursi penonton penuh. Keramaian mereda begitu lampu ruangan dipadamkan sedikit demi sedikit, menyisakan lampu menyoroti tirai merah yang perlahan terbuka. Kupikir begitu satu per satu aktor dan aktris bermunculan akan ada pekik tertahan ala penggemar muda, nyatanya semua menonton dalam diam, menyimak tiap adegan hingga selesai.

Kaminaga menyerahkan sapu tangan searoma kayu manis untukku menyeka air mata. Berlebihan memang, aku gampang dibuat tersentuh. Untungnya kecanggungan menipis ketika kami sama-sama fokus ke panggung. Astaga, rasanya aku paham kenapa reaksi orang-orang yang bertemu idola secara langsung begitu absurd (saking senangnya). Maki Katsuhiko benar-benar tampan, suaranya halus dan jernih, aktingnya memukau. Benar-benar gambaran sempurna tokoh utama.

"Kau sudah mengantuk?"

"Belum. Paling tidak aku belum bisa kembali sebelum melaksanakan mandat."

Kaminaga terkekeh, membenarkan lipatan syal di lengan. Antrean menuju ruangan para aktor-aktris semakin pendek, di luar dugaan yang mengunjungi Maki Katsuiko tidak begitu banyak. Kabarnya dia hanya menerima beberapa orang saja karena harus segera pergi untuk syuting. Aku dan Kaminaga termasuk orang-orang terpilih yang bisa ikut mengantre bertemu dengannya.

Degup antusias semakin melunjak, petugas berpakaian hitam mempersilakan kami masuk. Di dalam saja, di balik meja Maki Katsuhiko telah berganti bajuーsetelan coklat marun nampak sangat cocok melekati tubuh-tersenyum formal menyambut.

"Tidak kuduga kau benar-benar datang," Sapaan itu entah bagaimana ditujukan untuk Kaminaga, Maki menandatangani photobook edisi behind the scene pementasan milik Akane di beberapa halaman, menuliskan kalimat penyemangat dan ucapan terima kasih atas dukungan. "Ah, jadi teman Anda yang harusnya menonton malah ada acara lain."

"Benar. Dia sangat ingin menonton pertunjukan ini, lho."

Maki Katsuhiko terdiam sebentar, membuat gestur berpikir sedemikian elegan. Sepersekian detik melirik Kaminaga, lalu tersenyum. "Bisa pinjam ponselmu? Serahkan pada Kaminaga."

Aku mengerut kening, mengikuti instruksi Maki. Tak lama kemudian aku tertegun, dalam hati merutuk. Yonezawa Akane adalah penggemar paling beruntung malam ini.

Ini adalah chapter terpanjang Upstairs (versi awalnya tapi) dan berhasil dipotong-potong walau ternyata masih kepanjangan :')

Btw nih ya, aku selalu kepikiran sebenarnya nama yang benar itu Katsuhiko Maki apa Maki Katsuhiko.

Kalo berdasarkan cocoklogi sotoyku, itu Maki Katsuhiko bcs si Johann nyebut Katsuhiko Maki karena di Jerman tu nama keluarga disebut di belakang (iya ga si)

Tapi kalo gitu Izawa Kazuo gimana? Si Kaminaga kan memperkenalkan diri dengan nama Izawa Kazuo terus AKU BINGUNG AKU BUTUH PEGANGAN.

Ini kalo ada yang bisa kasi pencerahan, mohon dikomen ya, biar aku bisa tidur dengan tenang :')

Upstairs | Kaminaga [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang