Lesap

168 34 6
                                    

Shimano mengulurkan sebotol teh susu ke dasbor mobil, membuka botolnya dan menenggak hingga bersisa separuh. Di kursi penumpang depan aku tak berminat mengambil botol, memiringkan kepala menghadap jendela. Mesin berderum meninggalkan gedung perpustakaan.

Sepanjang jalan Shimano bersiul, memegang roda kemudi dengan tangan kanan saja, gerak tangannya sangat tegas memutar kemudi, menggerakkan tuas lampu sein, santai menekan klakson.

"Sepi sekali," celetuk Shimano.

"Nyalakan saja radionya," balasku sekenanya.

"Kau baik-baik saja?" Pertanyaan dilontar seakan tanpa makna. "Untung perpusakaan sepi, tidak ada yang melihatmu ketiban buku."

"Hih, berisik. Jangan ingatkan tentang yang tadi."

Shimano mendengus. "Ini pemandangan langkaーpustakawati muda paling rajin tahu-tahu jidatnya merah kena buku hardcover."

"Masih ada bekasnya tidak?"

"Sedikit. Tutupi saja pakai poni."

Tersenyum masam, kuusap bekas kemerahan di sudut kening, pedih berdenyut. "Percuma disembunyikan." Nanti juga ketahuan oleh seseorang.

"Kalau ketahuan minta cium saja."

"Sembarangan." Ujung botol menghantam kening Shimano.

Di luar jendela, angin berembus mencipta bunyi kemerisik seperti dedaunan bertukar rahasiaーmengingatkanku pada suara bisik di tangga, mengatakan sesuatu bernada halus yang rendah karena tak ingin dunia tahu. Gemeletak rel besi di kejauhan mirip tawa penyebabkan candu ingin terus mendengar. Pewangi berbentuk daun momiji yang menggantung di spion tengah seperti poni coklat diusak angin, gemas minta disisir. Radio melantunkan potongan lagu, menemani dumal Shimano karena macetnya jalan dan menemaniku melihat lintasan rel dilalui kapsul-kapsul besi secepat angin.







Don't ask me anything
I can't give you an answer
We're so happy as we are right now

Don't try to have me
Let's just stay like this
You're making it more painful, why?






Klakson kereta meringkik. Derak roda menggilas rel berderu, berhenti di stasiun yang memuntahkan penumpang. Sekali lagi klakson berbunyi, desau mesin serupa geraman beradu dengan suara gilas rel besi.

Seiring kereta yang kian mengecilーmenjadi sebuah titik nun jauh di ujung sana, Kaminaga pergi.

Udah takut ga bisa update tapi ternyata oh ternyata bisa.

Makasih sudah memberi vote sama menghebohkan kolom komentar. Seneng ternyata banyak yang suka Upstairs huhu terima kasih banyaaak :')))

Kayaknya makin ke sini makin mellow ya?

Upstairs | Kaminaga [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang