Menerobos hujan di penghujung musim gugur adalah hal luar biasa gila, kecuali kau seseorang bernama Shimano Ryosuke. Mendekap tas ransel, ia berlari menembus rintik hujan memutihkan pandangan. Sekali lagi, gila.
Payung abu-abu menyembunyikan birunya langit dan awan artifisial terkembang memayungi badan. Trotoar sepi pedestrian sore ini (mana mau orang-orang berkeliaran di tengah dingin begini). Alih-alih masuk halte, aku meneruskan langkah, jalan kaki melewati kubangan mematut bayangan daun gugur, melewati stasiun begitu saja. Mungkin ini bakal memakan waktu lama untuk pulang.
"Frate, stop!"
Seruan itu menggema di taman kosong, teredam rintik gerimis. Seseorang berdiri di tengah rerumputan, satu tangan dipakai menghalau air dingin mengenai wajah dan kepala. Jauh di depannya seekor anjing menyalak riang, berlarian, berguling. Rompi sweater basah, penuh bercak lumpur karena pemiliknya menerabas hujan.
Aku mengangkat payung agak tinggi, memiringkan sedikit ke arah sosok yang rambut cokelatnya lepek, jas cokelat dirembesi air, bagian bawah celana kotor lumpur. Sekali lagi biner kelabu meruak, tertunduk tepat menatapku. Titik-titik air menetes dramatis dari ujung poni yang menyatu, mengombak genangan air di antara kaki-kaki.
Kaminaga mundur sedikit, memalingkan wajah.
"Mana payungmu?"
"Tidak bawa."
"Nekat," tukasku.
Tawa pendeknya terkesan dingin, ringan menerima sapu tangan. Dia menyibak poni, mengusap pelipis dan kening. Kayu manis bahkan tak lenyap digelontor kuyup air hujan. Anehnya semakin pekat menyesakkan.
"Aku baru tahu kau punya anjing," celetukku, berupaya memecah senyap.
"Frate bukan peliharaanku."
"Oh."
Lengking siul membelah guyuran hujan diikuti suara menyerukan nama si anjing. Frate balas menyalak, tak menampakkan tanda-tanda kembali. Beberapa kali Kaminaga memanggil. Diam-diam aku mengulum senyum, Frate sangat senang berlarian menerabas hujan. Embus napas kesal, tangan berlari mengusak rambut sendiri menghilangkan sisa basah.
Yang tak kusangka tangkupan tangannya pada gagang payung. "Gantian. Kasihan kau jinjit-jinjit begitu," ledeknya.
"Aish, sok." Sudut-sudut mulutku terangkat, dia tak mengeluh kusikut main-main lengannya.
Lengking siul panjang. Sekali lagi. Nama Frate diserukan.
Telinga anjing itu bergerak-gerak. Lantas kaki-kaki pendek memacu lari, melompat ke arah Kaminaga, yang mengeluh bagian depan jasnya kena bercak lumpur. Pemuda ini gemas mengacak rambut hitam Frate, memasang tali kekang ke tubuh berbalut rompi sweater. "Kita kembali?" Tawarku.
"Ya. Astaga, dingin sekali."
"Siapa suruh tidak bawa payung."
Frate menolak diturunkan. Maka kami berjalan beriringan sampai apartemen. Payung menguncup, diserahkan padaku.
"Segera mandi dan ganti baju."
Aku paham, membiarkan Kaminaga masuk lebih dulu bersama Frate. Layar ponsel menampilkan notifikasi pesan masuk dari Shimano, menanyakan apa aku sudah sampai atau belum. Kujawab singkat. Tampilan chatroom Shimano berganti ke deretan kolom chat, ibu jariku berhenti di profil seseorang.
Gambar jadwal pementasan di gedung opera pusat kota ditinggalkan tanpa dibaca.
…
Padahal aslinya aku nggak begitu suka liat anjing dipakein baju, didandanin gitu. Eeeh, tapi tetiba liat foto anjing dikasi rompi sweater (dan anjingnya persis Frate cuuuy) terus aku auto gemes :(
Maaf, itu oknum berinisial Shimano ngapain nge-chat ya? Apakah Anda mau nyerobot tikungan?
Eh, tapi gapapa sih, kan Kaminaga mau pergi (HA)
Sekali lagi makasih buat para pembaca, yang ngasi vote, yang ngisi kolom komentar bahkan bantu ngekoreksi kalau ada kata yang salah, huhu, makasih banget ya :')) Sampai bertemu di chapter depan, selamat menikmat hari libur, semangat!! ♥
(Btw, ini mau double update, jadi jangan ke mana-mana!!!)
KAMU SEDANG MEMBACA
Upstairs | Kaminaga [✔]
FanfictionNamanya Kaminaga. Tinggal di lantai tujuh, namun tiba-tiba pindah ke apartemen lamaku di lantai lima. Datang sebagai sosok misterius dari antah-berantah. Namanya Kaminaga. Dia yang mencintai, namun tak bisa memiliki. [Cerita dari seri 'I'll Knock o...