First Love

333K 12.5K 211
                                    

5 tahun yang lalu...

BERLIN

Aku menatap diktat kuliahku yang jatuh berantakan. Merasa kesal sekali karena hampir seluruh mahasiswa tampak sibuk dan terburu - buru pagi ini karena saat ini kampusku sedang dalam masa ujian akhir, seorang lelaki dengan penampilan acak - acakan setengah berlari dan tanpa sengaja menabrakku.

Hey, yang mau ujian itu bukan kamu aja! umpatku kesal dalam hati.

Payahnya lagi ia bahkan hanya meminta maaf tanpa berniat membantuku memungut kertas - kertas dan bukuku yang berjatuhan. Aku berani jamin dia pasti telat datang ujian karena habis pesta dan mabuk semalam. Aku bisa ngeluat itu dari wajahnya yang terlihat kuyu dan matanya yang merah.

Aku pun berjongkok untuk memungut barang - barangku tepat ketika sebuah tangan terulur untuk membantuku memungut kertas dan buku yang berserakan. Aku mendongakkan kepalaku dan mendapati seorang lelaki dengan wajah ras Asia yang mirip denganku, hanya saja aku rasa dia bukan sepenuhnya Asia, sama sepertiku.

"Danke", ucapku sambil tersenyum dan meraih barang - barang dari tangannya.

Ia mengulurkan tangannya padaku. "Aku Kenio.", ucapnya dalam bahasa Indonesia yang sangat fasih.

Aku mengangguk dan membalas uluran tangannya dan menjabatnya. "Aku Arianda."

"Wajah kamu sedikit familiar.. mirip.. mantan Putri Indonesia?", tanyanya ke arahku.

Aku tersenyum salah tingkah sambil menggaruk tengkukku dan mengangguk. "Kamu jurusan Apa?", tanyaku.

"Sepertinya aku pernah melihat kamu berada di kelasku."

"Oh ya? jadi kita satu jurusan?"

Kenio mengangguk.

Itulah pertemuan pertamaku dengan seorang Arkenio Gilbert Wirgiatomo yang ternyata seorang ketua angkatan di jurusanku. Aku meerasa benar - benar malu sampai gak kenal sama dia. Apa aku terlalu sering berada di perpustakaan?

Awalnya Ken cukup dingin dan tidak banyak bicara. Tapi lama - kelamaan entah apa yang membuat kami cocok sampai bisa asyik mengobrol sambil sarapan karena tadi pagi kelas kami ada ujian pagi hingga kami sama - sama belum sempat sarapan.

"Jadi kamu tinggal sendiri di sini?", tanyanya padaku sambil mengunyah makanannya.

Aku mengangguk. "Orangtuaku meninggal saat umurku 10 tahun dan sejak saat itu aku hanya tinggal bersama eyang putriku. Kalau kamu?"

"Maaf atas pertanyaanku.."

"Gakpapa Ken, aku sudah biasa. Kamu belum jawab pertanyaanku.."

"Ya.. aku tinggal bersama orangtuaku di sini. Hampir sebagian besar keluarga besarku tinggal di Jerman", jelasnya padaku.

Aku mengangguk. "Sejak kecil kamu tinggal di sini?", tanyaku.

Ken menggeleng. "Waktu SMA aku pindah ke rumah kakek di Indonesia karena orangtuaku ingin aku menjaga kakek yang mulai sakit - sakitan. Tapi setiap liburan aku selalu menyempatkan diri untuk pulang."

"Jadi kamu sering bolak - balik? dengan pesawat?", tanyaku sedikit terkejut.

Ken mengangguk sambil menatapku bingung. "Memangnya naik apa lagi?"

"Sebenernya aku agak sedikit trauma dengan pesawat terbang..", ucapku jujur.

Ken tertawa mendengar penuturanku. "Kamu gak akan bisa menghindari pesawat, karena itu satu - satunya transportasi tercepat untuk kamu pulang ke rumah eyangmu."

Aku mengangguk dan ikut tertawa bersama Ken.

"Ternyata kamu gak seperti yang orang - orang kira. Aku pikir kamu pendiam dan sangat jaim. Ternyata.."

Arianda MargarethaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang