Aku berjalan perlahan di samping Radith yang kedua tangannya kini tengah menyeret koper kami masuk ke pekarangan rumah eyang yang tampak lebih indah dan rapi dari terakhir kali aku datang ke sini.
Sudah berapa lama ya? mungkin sekitar 1 tahun yang lalu?
Aku sedikit cemas melihat Radith yang walaupun masih tetap tampan, namun gayanya memang sangat jauh berbeda dengan Keynan yang selalu terlihat rapi dengan pakaian formalnya. Radith keliatan jauh lebih modern, seperti kebanyakan teman - teman di dunia entartain-ku, hanya saja dia bukan tipe cowok metroseksual yang bisa membuatku bergidik. Justru dia punya daya tarik tersendiri sebenarnya.
Mungkin eyang gak akan mempermasalahkan cara berpakaian Radith, tapi aku sedikit khawatir.. yah.. kalian tau kelakuannya kadang memang seperti anak kecil di samping fakta bahwa dia memang 2 tahun lebih muda dariku.
"Assalamualaikum.."
Masih seperti kebiasannya sejak dulu, kalau sore hari begini eyang pasti lagi duduk di teras sambil mandangan halaman rumah dan baca buku yang di tulis dengan aksara Jawa. Aku sendiri cuma tau beberapa aksara Jawa, karena aku sering bolos di kelas itu tanpa sepengetahuan eyang.
Eyang menoleh begitu mendengar salamku. Matanya menyipit menatapku dan Radith dibalik kacamata kunonya.
"Arianda?", tanyanya memastikan.
"Iya ini Arianda, eyang..."
"Sama siapa kamu? mana Keynan?"
Aku menoleh ke arah Radith yang masih menatapku sambil mengangkat alisnya. Aku melotot menatapnya.
"Buruan sungkem!", ujarku gemas.
Radith seakan tersadar kemudian segera berlutut di depan eyang dengan gerakan terburu - buru yang membuatku ingin tertawa dan menenggelamkan wajahnya di tempurung kaki eyang beralaskan tangannya.
"Saya Radithya, eyang.. calon suami Arianda..", ujarnya tanpa basa - basi.
HEY! itu kan diluar skenario!
Seharusnya sesuai skenario yang kita buat sebelumnya, Radith bakal bilang dia temenku dulu baru nanti setelah itu kita minta restu eyang untuk menikah!
Gimana sih ini anak?
"Apa? calon suami Arianda?", tanya eyang kaget sambil menatap Radith bingung kemudian beralih menatapku.
Aku pun ikut sungkem di kaki eyang bersama Radith, hanya saja dengan cara yang lebuh anggun, dan benar. Gak sembrono kayak Radith.
"Iya eyang, kami berdua datang ke sini ingin minta restu eyang untuk pernikahan kami bulan depan."
Kudengar eyang menarik nafas. Aduh, matilah aku. Apa aku salah ngomong ya?
"BULAN DEPAN? kamu tidak salah bicara, ndhuk? kenapa buru - buru sekali?"
"Itu eyang.. soalnya.. itu loh....", aku tergagap berusaha mencari alasan yang baik untuk diberikan pada eyang sebelum akhirnya Radith mendongakkan wajahnya dan berkata,
"Rianda sedang mengandung eyang. Ini semua salah saya dan saya berjanji akan bertanggung jawab."
Aku langsung melotot tajam menatap Radith. "RADITH!!", kemudian aku menoleh cemas ke arah eyang dengan ketakutan memenuhi seluruh tubuhku.
Dan benar saja, kulihat buku aksara Jawa yang tadi berada dalam genggaman eyang sudah terlepas dari tangan eyang yang kini tengah memegangi dada kirinya.
"Eyang.. eyang gak apa - apa?", ujarku panik dengan wajah yang hampir menumpahkan air mata.
"Radith cepet bawa eyang ke dalam!", seruku pada Radith yang langsung dengan sigap membopong tubuh eyang dan membaringkannya ke atas kasur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arianda Margaretha
RomanceKalian pikir hidupku sempurna. Siapapun ingin berada di posisiku. Oh, aku akan dengan senang hati menukar posisiku dengan gadis manapun yang memiliki kehidupan yang normal. Kuberitahu saja, kehidupan seorang 'putri' itu tidak seindah yang sering kal...