Jantungku mulai berdetak tak karuan sambil tak henti - hentinya memandang diriku di depan cermin. Seharusnya 10 menit lagi lelaki misterius, Radith maksudku, akan menjemputku untuk bertemu dengan kedua orangtuanya. Selayaknya ceorang calon menantu aku merasa takut kalau oranguia Radith nantinya tidak memberikan restunya padaku.
Apa mereka harus tau kalau aku sedang mengandung cucu mereka bahkan tanpa memiliki ikatan resmi apapun dengan putranya yang tampan itu?
Kesannya memalukan sekali.
Ting Tong
Setelah merapikan gaun putih simpel selututku aku segera bergegas membuka pintu.
Aku benci harus mengakui ini. Tapi Radith memang terlihat benar - benar tampan sekalipun dengan pakaian kasualnya saat ini. Aku bahkan sempat menahan nafas selama beberapa detik begitu melihatnya di depan pintu apartementku. Semoga saja dia tidak sadar akan hal itu. Aku tidak mau dia berpikir kalau aku terpesona olehnya.
"Sudah siap?", tanyanya padaku.
Aku mengangguk. "Sebentar, aku ambil tas dulu."
Aku membalikkan tubuhku dan meraih tas yang sudah aku siapkan di sofa kemudian mengunci apartementku dan berjalan beriringan bersama Radith menuju tempat mobilnya terparkir.
Awalnya lelaki disampingku masih diam sambil memerhatikan jalanan di depannya. Sampai akhirnya aku berdeham mengingat ada beberapa pertanyaan yang harus aku tanyakan padanya. Berhubung sekarang statusnya sebagai calon suamiku dan aku bahkan tidak tahu apapun tentang dirinya.
Yang benar saja.
"Radith.", panggilku.
Radith menoleh ke arahku sekilas. "Ya?"
"Berapa umurmu?", tanyaku sambil memandang jalanan di depan kami.
"Dua puluh tiga."
Aku menaikkan sebelah alisku sambil menatapnya sedikit terkejut. "Yang benar?"
"Kenapa emangnya?", ia malah balas bertanya padaku.
Kenapa memangnya? aku kira umurmu setidaknya sebaya denganku!
"Lupakan. Apa pekerjaanmu?"
"Cuma pegawai kantoran biasa. Tapi tenang aja, aku masih sanggup menuhin segala kebutuhan hidup kamu.", ujarnya sambil tersenyum ke arahku.
"Aku masih bisa memenuhi kebutuhan hidupku sendiri.", ucapku dingin.
"Aku tau. Kamu boleh simpan uang kamu sendiri dan aku akan tetap menuhin kewajiban aku sebagai kepala rumah tangga nanti.", ucapnya santai.
Radith memutar kemudinya dan menoleh ketika mobil kami berhenti di sebuah lampu merah yang cukup padat.
"Ada lagi yang mau kamu tanyain?"
"Apa benar kamu kembarannya Radistya?", tanyaku takut - takut. "Wajah kalian sangat mirip."
Radith mengangguk dan terdiam seketika. "Iya.", hening sejenak. Wajah Radith memandangku kosong. "Aku harus segera minta maaf sama dia atas dosa besar yang udah aku lakuin."
Aku mengerti maksud perkataan Radith dan seketika aku jadi teringat bahwa aku juga memiliki dosa yang sangat besar kepada saudari kembarnya itu.
"Tidak, kita harus minta maaf.", ujarku.
Radith tersenyum sendu kemudian mejalankan kembali mobilnya ketika lampu lalu lintas sudah menunjukkan warna hijau.
"Kamu tidak ingin bertanya apapun tentangku?", tanyaku sedikit heran pada Radith.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arianda Margaretha
RomansaKalian pikir hidupku sempurna. Siapapun ingin berada di posisiku. Oh, aku akan dengan senang hati menukar posisiku dengan gadis manapun yang memiliki kehidupan yang normal. Kuberitahu saja, kehidupan seorang 'putri' itu tidak seindah yang sering kal...