6 bulan kemudian...
Ini adalah jadwal terakhir kontrol kehamilanku. Menurut penuturan dokter seharusnya minggu depan sudah akan mulai kontraksi. Namun seperti hasil pemeriksaan - pemeriksaan sebelumnya, kandunganku dinyatakan lemah walaupun aku merasa tidak ada yang salah selama masa kehamilanku. Aku cukup sehat, kurasa.
"Saya khawatir ibu tidak bisa melahirkan secara normal dan apabila dipaksakan akibatnya bisa fatal bagi ibu dan bayi.."
Begitu ujar dokter Esther yang sekali lagi kembali mematahkan semangatku dan membuatku cemas. Sepanjang perjalanan pulang aku tetap diam dengan tangan di atas perutku. Memikirkan keselamatan bayi kami.
"Jangan dipikirin lagi... nanti kamu tambah stress malah berdampak burk buat proses kelahiran kamu, sayang..", ucap Radith sambil mengelus kepalaku.
Aku memaksakan seulas senyum ke arah Radith. "Enggak kok, sayang.. aku lagi mikir mau makan apa siang ini..", ucapku sambil tertawa pelan.
"Kita main ke rumah mama aja yuk. Ada Adis sama Ken di sana, katanya kita diundang makan siang sama mama. Gimana?"
Aku mengangguk ke arah Radith yang disambut dengan sebuah cengiran.
Suasana perjalanan hanya diisi dengan suara Radith yang terus ikut menyanyikan setiap lagu yang diputar di radio. SETIAP LAGU. Aku tidak tau sebesar apa memori yang ia punya sampai ia bisa mengenali setiap lagu yang diputar.
Satu jam kemudian kami pun sampai di rumah mama dan papa.
"EH... menantu mama yang paling cantik udah dateng...", sapa mama hangat sambil memelukku ketika aku baru sampai di pintu utama.
Mama melepaskan pelukannya dan mengelus kepala Radith.
"Adis mana, ma?", tanya Radith sembari menarikku masuk ke dalam.
Kulihat Ken dan Adis sedang asyik berbincang dengan papa di ruang keluarga sambil menonton TV. Mungkin pemandangannya akan terlihat lucu kalau aku ikut bergabung dan duduk di sampin Adis. Kami akan terlihat seperti para wanita dengan bola di perut mereka.
"Kamu udah periksa ke dokter, nak? kapan kamu akan melahirkan?", tanya papa sambil merangkul pundakku.
Radith melemparkan tatapan cemburunya pada papa yang langsung dibalas dengan tarikan nafas panjang papa.
"Liat tuh suami kamu, sama papanya aja cemburu. Papa bisa bayangin gimana panasnya dia tiap ngeliat kamu deket - deket sama cowok lain.", gerutu papa sambil menurunkan tangnanya kembali.
Aku dan Adis pun sama - sama tertawa. Sementara mama baru muncul dari dapur sambil membawakan minuman dan berbagai macam camilan.
"COKLAATT!", Aku sedikit terkejut mendengar teriakan Adis yang dengan sigap langsung menyerbu permen - permen coklat yang ada di dalam toples.
"Adis.. kata dokter kamu gak boleh terlalu banyak makan gula sayang..", itu suara Kenyang mengingatkan Adis untuk berhenti meraup coklat di toples.
"Halah... percuma Ken. Adis mah udah sakau sama coklat. Daripada nanti malem lo gak bisa tidur denger rengekkannya dia?", ujar Radith yang disambut dengan lemparan permen coklat dari Adis.
"Sembarangan aja kamu kalau ngomong!", sembur Adis galak. "Udah punya istri, udah mau jadi ayah, kelakuan masih aja tengil!"
Kini ganti Adis yang menolehkan kepalanya ke arahku. "Rianda, aku heran kamu bisa sabar banget ngadepin orang kayak Radith..."
"Heh kamu ngaca kali! Kita kan kembar. Emang kamu kira Ken gak makan hati ngeliat sikap kamu yang kayak tarzan kota itu?"
"Raditthhh.... papa Radith tuh..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Arianda Margaretha
RomanceKalian pikir hidupku sempurna. Siapapun ingin berada di posisiku. Oh, aku akan dengan senang hati menukar posisiku dengan gadis manapun yang memiliki kehidupan yang normal. Kuberitahu saja, kehidupan seorang 'putri' itu tidak seindah yang sering kal...