"Kamu benci siapa Vallery?" Tiba-tiba saja ada suara yang mengagetkan Vallery dan Cut. Jangan sampai ia mendengar semuanya.
Mampus!
Terlihat Pak Weda sedang berdiri di samping Vallery sambil membawa beberapa buku jurnal. Dia melihat Vallery dengan tatapan mengintimidasi. Bukan tatapan menusuknya yang Vallery takuti, tapi tentang omongan Vallery barusan yang tanpa sengaja dia dengar.
"Jawab saya!" Tegasnya.
"Itu Pak kucing tetangga saya namanya Kenard Alvaro kayak si anak baru itu. Dia suka banget cakarin sandal mangkanya saya benci banget sama dia."
"Saya juga bingung kok bisa kebetulan gitu ya nama kucingnya sama dia." Dengan perasaan gugup tapi Vallery berusaha menampilkan ekspresi setenang mungkin.
Percayalah ini sulit gengs!
"Mungkin kamu jodoh." Jawab Pak Weda santai. Sambil berlalu meninggalkan Vallery dan Cut yang melongo melihat tingkah guru killer bernama Pak Weda itu.
¤¤¤ A.M.O.R ¤¤¤
"Woahhh gue menang lagii." Suara bising itu berasal dari suatu makhluk bernama Sam. Saat ini Vallery, Sam, dan Cut sedang berada di warung Mak Ijah yang kebetulan sudah tutup.Sepulang sekolah mereka bertiga memutuskan untuk main uno sambil minum es teh manis dan kacang. Hukumannya yang kalah harus mau disuruh apapun oleh pemenang. Dan kali ini yang menjadi pemenang adalah Sam, Cut memilih hanya jadi penonton dan wasit diantara keduanya. Jadi kalian tau dong siapa yang kalah? Siapa lagi kalau bukan Vallery. Sam masih berfikir hukuman apa yang cocok dia berikan pada Vallery.
"Gue tauu!" Ucap Sam sembari menampakan senyum yang sulit diartikan.
"Plis deh jangan aneh-aneh." Ucap Vallery malas meladeni ide gila yang sebentar lagi Sam ucapkan.
"Gue mauu--" Ucap Sam sengaja menjeda ucapanya.
"Gue mau lo jalan nanti malem sama gue, yang jelas gak pake penolakan." Ucap Sam tiba-tiba dengan satu tarikan napas.
Seketika Vallery dan Cut tertawa mendengar hukuman Sam barusan. Ternyata melenceng jauh dari apa yang Vallery fikirkan. Mereka tidak henti-hentinya tertawa sampai membuat mata mereka basah oleh air mata. Kan kirain disuruh ngitungin genteng. Atau nangis sambil ngeluarin berlian. Atau lebih parah disuruh makan spageti pakai hidung.
"Jomblo sekarat." Ledek Cut sambil tertawa terbahak bahak sambil memegangi perutnya.
"Bukan bege, tapi jones sakaratul maut." Sambut Vallery tidak kalah kencang menertawakan Sam.
"Wahai para kaum hawa, emang lo pada gak jomblo pake ngatain gue jones?" Tanya Sam sambil cemberut bebek, bibirnya monyong lima senti.
"Sorry ya, kita tuh single gak kaya lo yang jones." Cut beralibi.
"Pokonya nanti malam gue jemput lo jam 7 dan lo harus udah siap." Ucap Sam serius, tidak seperti sebelumnya yang selalu bernada humoris. Entahlah apa yang sedang terjadi pada Sam saat ini. Setelah berkata seperti itu Sam pergi meninggalkan Vallery dan Cut yang masih tertawa.
¤¤¤ A.M.O.R ¤¤¤
Pukul 16.00 berarti masih sekitar 3 jam lagi untuk ngedate dengan Vallery. Ups bukan ngedate tapi doubledate. Eh tapi bukan, kan Sam dengan Vallery hanya teman. Enggak juga si lebih dekat lagi, sahabat. Ya, Vallery dan Sam adalah sepasang sahabat.Sam mencoba merebahkan tubuhnya diatas kasur. Menutup mata sambil menghilangkan penat setelah hampir seharian bersekolah. Bagaimana lelahnya belajar sekaligus praktik, dimana lebih banyak praktik daripada belajar materi. Ahh sudah lupakan segala keruwetan tentang sekolah. Kini dirinya telah berada di rumah, rumah yang selalu menjadi tempatnya untuk pulang, rumah yang melindunginya sampai ia sebesar ini. Mungkin bila tidak ada panti asuhan ini dirinya sudah menjadi anak jalanan yang mencari uang di tengah lampu merah tanpa dapat merasakan bangku sekolah.
"Ma, Pa sekarang Sam udah gede loh. Dikit lagi lulus. Sam udah tumbuh besar dan bisa jadi udah dewasa. Kalian gak mau lihat Sam? Sam cuma minta satu sama kalian. Tolong, Sam cuma mau ketemu sekali aja sama kalian. Sam mau tau siapa orang tua Sam." Sam berbicara sendiri pada tembok kosong dihadapannya. Bertanya-tanya tanpa tahu jawabnya.
Sam berusaha menutup mata, mengingat masa kecilnya. Suatu hari ia pernah bertanya seperti itu pada diri sendiri, di suatu sore pada musim penghujan. Sam yang kala itu masih berusia delapan tahun, duduk ditengah guyuran hujan. Duduk setelah lelah mencari orang tuanya. Berkeliling dengan sepedah kesayangannya. Air mata membasahi pipinya. Disambut dengan air hujan yang tak kalah deras. Sam berteriak pada jalan raya yang sepi, merasakan rindu yang tak terkira. Tidak banyak pintanya saat itu, ia hanya ingin merasakan peluk hangat kedua orang tuanya meskipun hanya sekali. Meresapi kasih sayang yang mereka miliki. Menyalurkan rindu yang telah sejak lama ia rasa.
Hujan tak kunjung berhenti. Dirinya masih terduduk lemah ditengah jalan. Dingin menusuk tulang tak ia hiraukan sedikitpun. Namun seketika rintik hujan berhenti di sekitar tubuhnya. Ada seseorang memayungi dirinya. Payung berwarna biru laut. Dan seorang anak perempuan yang sangat ia kenali.
"Valley?" Panggilnya dengan mulut yang gemetar kedinginan.
"Hoyyy.. jadikan nanti malem?" Tiba-tiba saja ada yang membuyarkan lamunan Sam. Suatu makhluk yang suka sembarangan masuk ke kamarnya. Darren.
"Jadi, Bro." Jawab Sam masih dengan mata terpejam.
"Lo ngajak siapa? Emang lo punya pacar?" Goda Darren.
"Yang perlu lo tahu dia itu lebih dari sekedar pacar. Gue sayang dia. Lebih tepatnya dia sahabat gue." Balas Sam, kali ini dia duduk di sisi ranjang.
"Nih ya yang perlu lo tau, gak akan bertahan selamanya persahabatan antara cewek sama cowok. Salah satu dari kalian pasti bakal ada yang suka. Percaya deh sama gue." Darren ikut duduk di sisi ranjang, melihat wajah sahabatnya itu.
"Maksud lo?" Tanya Sam tak mengerti.
"Liat aja nanti, biar waktu yang buat lo ngerti. Gue tau lo bego kalo soal cinta." Jawab Darren sambil melangkah meninggalkan Sam.
"Oh iya satu lagi, lo jangan sampe telat ya nanti malam." Ucapnya di pintu kamar sebelum pergi.
"Dan alasan kedua hujan turun ke bumi adalah untuk menghembus rasa rindu di hati para manusia."
Peluk Sam dari jauh 😢
Apa nih yang mau kalian sampaikan buat Sam?
Vote dan komen tong hilap nyaa😘
KAMU SEDANG MEMBACA
A.M.O.R ✔
Teen FictionMantan. Manis di ingatan, itulah kata Nathan. Nyatanya memang benar, meski benci telah merasuk namun hati justru menyangkal segala perkara kebencian. Itulah yang Vallery rasakan. Melalui detik-detik menjelang kelulusan disertai mantan yang muncul ke...