19. Cowok gila

555 42 0
                                    

"VALLERY! GUE MINTA MAAF. LO MAU KAN JADI CEWEK GUE LAGI?"

Satu kalimat itu sontak membuat satu kelas heboh bersorak sorai. Keberadaan Bu Clara seolah tidak dianggap sedikitpun. Vallery juga tampak heran kenapa Bu Clara masih duduk manis aja sambil melihat kelakuan konyol murid barunya itu. Mungkin dia ingin lihat live adegan romance.

Rey seketika menjadi kompor. Berteriak "Terima! Terima!" Terus menerus hingga membuat seluruh murid ikut meneriakan hal yang sama. Sorot mata Ken masih terus fokus menatap mata Vallery. Perihal perasaan Vallery memang tidak dapat menampik bahwa dirinya belum seratus persen melupakan Ken. Semua berbanding terbalik. Vallery sangat benci dengan Ken, ternyata benar ungkapan tentang.

Orang yang kita sayang adalah orang yang berpotensi membuat kita sakit.

Hanya Cut yang tidak ikut teriak. Dia hanya diam menatap Vallery dan Ken bergantian. Saat situasi seperti ini Vallery tidak dapat berpikir jernih. Keadaan terlalu bising, dan menurut Vallery ini adalah hal pribadi jadi gak pantas banget kalo diumbar depan umum, apalagi kalo Vallery bilang "iya Ken gue mau jadi cewek lo lagi" gilak aja!

Vallery menarik tangan Cut lalu berpamitan sebentar pada Bu Clara, izin ke toilet adalah alasan klasik yang masih ia pakai sampai sekarang. Untungnya Bu Clara langsung mengiyakan. Meski sebelumnya dia sempat berbisik "Terima tuh mantan kamu ngajak balikan," Sambil terkekeh geli.

Cut masih tetap diam meski Vallery tau tangannya sakit karna ia cengkram terlalu kencang. Vallery bingung harus bagaimana, ia butuh tempat untuk menenangkan pikiran. Keadaan dimana mantan ngajak balikan dan lo belum seratus persen move on. Ditambah mantan yang makin ganteng. Sumpah itu rintangan setan yang harus lo lewatin.

Sam lo dimana gue butuh lo!

Ia sempat melewati kelas Sam karna memang searah dengan toilet sekolah. Kelasnya tampak sepi, pasti lagi praktik.

"Ley, lo gak apa kan?" Cut mulai mencoba buka suara setelah melihat wajah Vallery yang muram.

"I'm fine." Satu cengiran palsu berusaha Vallery cerminkan di depan sahabatnya itu.

"Lo jangan pasang topeng sok baik-baik aja, gue tau apa yang lo rasain Ley." Sekarang mereka sedang berada di toilet sekolah. Hanya mereka berdua karna memang toilet ini berada di ujung sekolah.

"Gue gak abis pikir kenapa dia sampai senekat itu. Gue udah maafin dia, tapi gue gak bisa lupain apa yang udah dia lakuin ke gue dulu."

"Coba lo tenangin pikiran lo dulu. Tarik napas, keluarin." Perintah Cut sambil menghirup udara lalu menghembuskannya, persis seperti orang yang ingin melahirkan. Gue yakin lama lama dia brojol ditempat.

"Gue tau dia ganteng, jago basket, bisa nyanyi, perfeck deh pokonya. Gue akuin itu. Tapi jangan mentang mentang gitu dia bisa berlaku seenak udel-nya."

"Yaudah gini aja deh, lo cuekin aja dulu. Liat sampai mana dia berjuang buat minta maaf ke lo. Kalo perlu tiap hari lo pajang muka jutek mematikan lo depan dia." Vallery langsung menatap Cut lalu tersenyum penuh arti. Ups, bukan maksudnya senyum miring. Bukan gaya psikopat yang akan menerkam incarannya.

¤¤¤ A.M.O.R ¤¤¤


Belajar dari jam 06.45 - 15.30 ternyata belum cukup untuk pelajar kelas dua belas. Menginggat beberapa bulan lagi akan diadakan ujian kompetensi, seluruh murid harus mengikuti les tambahan setiap pulang sekolah. Bisa sampai magrib. Belum lagi beragam pr yang setiap malam meronta minta dikerjakan.

Arloji di tangan kiri Vallery menunjukan pukul 17.35 sekolah sudah tampak sepi karena hari ini hanya kelas Vallery yang dapat les tambahan. Sam dan Cut sudah pulang lebih dulu. Kini tinggalah Vallery sendiri berjalan menyelusuri koridor yang sepi.

Vallery merasa mendengar suara langkah sepatu berjalan di belakangnya, dari bunyinya bukan sepatu guru yang biasa terdengar nyaring. Ini seperti sepatu murid seperti dirinya. Berjalan semakin dekat dengan Vallery. Vallery terus melangkah tanpa mau tau siapa yang sedang berjalan mengikutinya kini.

Bruk!!

Buku jurnal di tangannya terjatuh. Vallery mencoba berjongkok untuk mengambil buku-buku yang berserakan di lantai. Namun ia malah melihat sepasang kaki yang kini ikut berhenti persis dibelakangnya. Kaki cowok. Dengan sigap Vallery mencoba berbalik badan dan melihat siapa yang ada di belakangnya.

"Lo!" Vallery bingung mengapa ia ada di sini.

"Kenapa? Kaget?" Tanyanya acuh sambil menaikan sebelah alisnya.

"Mau ngapain lo?" Vallery mulai tau, pasti ada maksud tidak baik tentang kedatangannya. Dia semakin mendekat dan Vallery mundur satu langkah.

"Mau balas yang tadi pagi." Ucapnya santai sambil tersenyum.

"Jangan macem-macem atau---"

"Atau apa? Lo bakal pelintir tangan gue? Atau lo bakal tinju perut gue?"

Cowok itu mulai mendekatkan diri, membuat jarak antara mereka kian menipis. Vallery tidak dapat bergerak sedikit pun, dia terjebak. Kedua tangannya di cengkram kuat. Vallery hanya bisa memejamkan mata, takut. Vallery takut. Berharap ada seseorang yang menyelamatkannya.

Namun Vallery tidak tinggal diam, ia menendang alat vital cowok itu dengan tendangan yang cukup kencang. Dengan cepat Vallery berlari menuruni tangga, tapi tiba-tiba kakinya terkilir karna menuruni dua anak tangga sekaligus. Terasa amat menyakitkan hingga membuat dirinya tidak dapat berdiri. Tergopoh menuruni tangga membuat langkahnya melambat.

"Woy tunggu lo gak bisa kabur dari gue!" Teriak cowok itu yang kini ada di belakang Vallery. Vallery kian mempercepat langkahnya meski sangat sulit.

"Tolonggg!! siapa aja tolong gue!" Vallery berteriak sekencang mungkin, berharap ada yang mendengar teriakannya barusan. Ia masih tergopoh menuruni anak tangga dan cowok itu pun datang membekap mulut Vallery agar tak dapat berteriak.

"Gak ada yang bisa nolongin lo sekarang!" Cowok itu tersenyum licik penuh kemenangan. Memaksa Vallery jalan menaiki anak tangga kembali. Namun, kedua tangan Vallery mencengkram pegangan tangga sekuat kuatnya.

Keadaan tangga lantai dua kini amatlah sepi. Hanya ada Vallery dan cowok aneh itu. Vallery tak dapat menendang kembali karna kakinya terkilir. Mulutnya di bekap hingga tidak dapat berteriak. Jika kalian pernah bermimpi ingin berteriak namun tak mampu, kini Vallery merasakan itu di dunia nyata.

Tuhan tolong aku!

"WOY MAU MATI LO!"

Tiba-tiba terdengar suara seseorang. Suara yang sangat dikenal Vallery.

Please tolong gue!

"Entah sejak kapan, namun seketika rantai kenangan mulai menghujam tiada henti."




Setelah dibikin terbang di chapter sebelumnya, kali ini aku mau bikin yang sedikit mencekam. Gakpapa kan? Hohoo 😈

Kira-kira siapa yang tolongin Vallery??

Vote dan komen jangan lupa ❤

A.M.O.R ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang