29. Lego

456 25 0
                                    

"Jeng ada apa kok lama? Ehh kalian lagi perang lumpur ya?" Tiba-tiba saja ada wanita yang datang menghampiri Bunda Rose.

Wanita yang menghampiri Bunda Rose adalah Nina, mamahnya Ken. Yang tak lain dan tak bukan adalah donatur di panti asuhan ini. Sam dan Darren langsung tersenyum kikuk kepada Nina. Canggung karena malu sudah terciduk lagi main basah basahan macam anak kecil.

Bunda Rose dan Tante Nina langsung meninggalkan Sam dan Darren. Sepertinya ada urusan penting yang membuat tante Nina sering main ke panti.

Di sore hari menjelang magrib atau lebih tepatnya senja, Sam menghampiri Bunda Rose yang sedang duduk di teras sambil memperhatikan anak panti yang bermain di halaman. Sam duduk di sebelah Bunda Rose.

"Bun, tadi Tante Nina kesini ada perlu apa?" Tanya Sam to the point.

"Itu Bunda sama Tante Nina mau kerjasama buka toko kue." Sam membulatkan mulut menandakan kalau dia telah mengerti.

"Kirain mau ngadopsi anak." Ledek Sam sambil cengengesan.

"Kamu ini, kan anak Tante Nina udah dua. Masa mau adopsi lagi." Bunda terkekeh setelahnya.

"Kak Frans sama Ken ya, Bun?"

"Iya, kamu kenal Frans?"

"Dia guru peganti olahraga di sekolah Sam, Bun." Sam mengambil biskuit yang ada di meja.

"Ken anak Tante Nina juga Bun? Kok gak mirip si sama om Tom apalagi Frans." Sam menanyakan apa yang belakangan menjadi tanda tanya di otaknya. Ken tampak berbeda sendiri. Dia memiliki wajah oriental bermata sipit dan berkulit putih pucat Sedangkan Tante Nina berwajah sangat Indonesia layaknya suku jawa sedangkan Om Tom sudah jelas dia keturunan Amerika. Terlebih Frans yang berkulit sawo matang. Eksotis macam coklat lumer.

"Bunda! Bunda! Liat istana lego yang Gio buat yukk!" Tiba-tiba Gio datang menarik tangan Bunda. Anak cowok berusia lima tahun itu baru tinggal disini selama satu tahun. Setelah kedua orangtuanya meninggal akibat kecelakaan.

¤¤¤ A.M.O.R ¤¤¤


"Bangun pagi, gosok gigi, cuci muka, tidur lagi." Vallery menyanyikan lagu upin ipin. Namun lirik akhirnya diganti menjadi, tidur lagi.

Vallery kembali merebahkan dirinya di kasur setelah sholat subuh berjamaah. Ayah? Sudah pasti langsung cus ke kantor. Bunda? Palingan lagi main ig terus habis itu bikin sarapan. Gerald? Hmmm hmmm *intronisasabyan. Dia mah jam segini palingan lagi siap-siap berangkat kerja. Kebetulan dia dapat shift pagi minggu ini.

Vallery memperhatikan frame foto yang ada di meja belajarnya. Terlihat anak perempuan yang sedang mencubit pipi anak laki-laki hingga melar. Kebetulan anak laki-laki yang ada di foto tersebut memang gembul seperti bakpao. Berambut coklat gelap. Juga dengan iris mata berwarna senada dengan rambutnya.

Lengkung bulan sabit terukir di bibir Vallery. Ia tersenyum melihat dirinya dan Sam dimasa kecil.

"Coba aja lo masih tembem kayak bakpao," Ucap Vallery sambil masih memperhatikan bingkai foto di tangannya.

"Tapi sayangnya lo udah disedot lemak jadi tirus, jadi mirip Manu Martine." Vallery cemberut. Menang kini pipi Sam sudah berkurang tingkat elastisnya. Sudah tidak seperti dulu.

Sekejap kemudian Vallery meletakan kembali frame foto itu ditempat semula. Lalu bergegas untuk mandi. Niat hati mau tidur lagi lima belas menit tapi Vallery mengurungkan niatnya karna takut bablas. Jangan sampai Bunda memulai siraman qolbu di pagi hari.

Vallery menuruni tangga menuju meja makan. Tercium aroma nasi goreng yang sedang Bunda masak diatas penggorengan. Kata Ayah, Bundanya ini jaman dulu bisa dibilang tomboy. Agak mirip Vallery saat ini. Tapi semenjak menikah dengan Ayah, Bunda jadi berubah seratus delapan puluh derajat. Bunda jadi pintar masak, pakai hijab syar'i yaa meskipun kalau lagi kongkow suka pakai hijab biasa.

A.M.O.R ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang