Malam minggu, sebagian orang menamai malam ini dengan sebutan seperti itu. Namun tidak pada Vallery, ia tetap menyebutnya sabtu malam. Entahlah, menurutnya malam minggu lebih cocok di gunakan untuk mereka yang keluar bersama pasangan masing-masing. Dan tidak pada Vallery. Meski malam ini dapat dikatakan malam minggu pertamanya, ia tetap malas menyebutnya dengan sebutan malam mingguan.
Vallery sudah siap dengan pakaian kesukaannya. Apalagi kalau bukan kaus t-shirt, kemeja, jeans robek, dan sepatu abu-abu. Ohh ya tak lupa pakai bedak bayi dan liptint agar tidak terlihat seperti vampir mencari mangsa.
Meskipun Vallery pernah pacaran dengan Ken sebelumnya, dia tidak pernah keluar saat malam begini. Wajar, karna dulu dia masih di bawah umur untuk main di malam hari. KTP saja belum punya. Apalagi SIM, Surat Ijin Mencintai. Eaksss.
Vallery memutuskan untuk duduk di teras rumah sembari memakai sepatu. Bunda sudah ia beritahu sejak siang tadi, dan ia langsung membolehkan. Biar bagaimanapun Bunda pernah muda, jadi wajar saja membolehkan anak gadisnya main di malam hari. Tapi tetap saja dengan syarat. Tidak boleh lewat dari jam sembilan malam, Ken harus ijin langsung sama Bunda, jangan ngebut bawa kendaraannya, Vallery jangan sampe lecet apalagi luka, dan masih banyak lagi syarat yang Bunda berlakukan untuk anak gadisnya ini.
Bunyi klakson mobil terdengar jelas menusuk indra pendengaran Vallery. Ia langsung berjalan untuk membukakan gerbang. Tampaklah seorang cowok bertubuh jangkung dan bermata sipit keluar dari mobil sedan hitam. Ia tersenyum manis ke arah Vallery hingga matanya tampak hanya segaris saja.
"Hai pacar!" Sapanya dengan penuh semangat.
"Assalamualaikum dong," Balas Vallery.
"Waalaikumssalam, sorry lupa. Nyokap lo mana?"
"Ada tuh di dalem, yuk masuk." Ajak Vallery. Lalu Ken mengekor di belakangnya.
Benar saja Bunda memang sudah berada di ruang tamu. Sambil membaca majalah, Bunda pura-pura gak sadar kalau Ken sudah ada di depannya.
"Permisi Tante, kenalin saya Ken. Emm, saya mau ngajak Vallery keluar sebentar. Boleh, Tan?" Ucap Ken sebisa mungkin, agar mendapatkan ijin dari Bunda Vallery.
"Aduh kamu ini to the point banget. Duduk dulu sini sama Bunda." Bunda mempersilahkan Ken untuk duduk di bangku sebelahnya. Sementara Vallery sudah duduk duluan. Emang dasar, bukannya ngambil minum.
"Panggil Bunda aja ya, jangan Tante." Suruh Bunda yang selanjutnya disetujui oleh Ken. "Jadi kamu udah kenal Valley sejak kapan?" Bunda memulai sesi wawancara eksklusifnya.
"Udah lama Bun, dari SMP." Ken nampaknya masih kaku mengobrol dengan Bunda. Secara dia baru pertama kalinya ke rumah Vallery. Kalau dulu masa pacaran SMP, mana berani dia ke rumah doi. Yang ada ketemu aja udah panas dingin menggigil.
"Ohh jadi dulu kamu satu SMP sama Valley?"
"Iya Bun."
"Bun kayaknya udah deh sesi tanya jawabnya. Nanti keburu kemaleman." Vallery tampak jengah dengan obrolan dua orang di hadapannya. Bukan apa-apa, tapi pasti akan membutuhkan waktu lama jika meladeni sesi tanya jawab Bunda.
"Gak sabaran banget si kamu malam mingguan. Yaudah Ken, Bunda titip Vallery ya. Jangan pulang kemalaman." Ken dan Vallery menyalimi Bunda, lalu pergi meninggalkan rumah.
Jalanan ibu kota tampak ramai. Kendaraan roda empat melaju dengan kecepatan sedang, begitupun dengan Vallery dan Ken. Suara siaran radio yang memutarkan lagu Raisa-kali kedua seakan menjadi latar bagi kesunyian yang tercipta antara keduanya. Ken melihat berulang kali ke arah Vallery, sepertinya cewek itu lebih tertarik melihat keadaan jalanan dibanding seseorang yang berada di sebelahnya. Bukannya Ken tidak mau memulai pembicaraan, hanya saja Vallery malam ini seperti bukan Vallery yang ia kenal. Tidak seperti dulu, Vallery yang jika diajak jalan pasti sangat semangat. Bercerita apapun yang dia alami. Meski kadang candaannya garing dan suka jayus, Vallery masih terus berceloteh. Tapi sekarang? Entahlah apa yang ada di dalam fikiran cewek itu.
Ken memarkirkan mobilnya di sebuah caffe bernuansa monocrom dan furniture kayu. Ken tahu betul apa yang disukai Vallery sejak dulu. Ia tidak suka tempat yang begitu ramai ataupun bising. Selain keadaan caffe yang cukup mendukung, makanan disini juga lumayan enak. Ken memilih kursi yang berada di ruangan outdor, sengaja karna malam ini langit seakan menyetujui acara malam minggunya. Begitupun rembulan yang menampakan purnamanya dengan sinar begitu indah.
"Mau makan apa Ley?" Ken mulai membuka suara setelah dari tadi diam saja di perjalanan.
"Mau ini." Vallery menunjuk sebuah gambar steak yang ditambah kentang goreng.
"Okee, minumnya?"
"Air putih aja."
"Air bening kali Ley." Goda Ken sambil menyunggingkan senyum. Dan si Mba waiters yang malah ikut tersenyum malu. Sepertinya si Mba suka sama Ken.
"Iyain Pak Budi."
"Mba, saya pesen steak dua. Sama air mineral dua ya." Pesan Ken pada si Mba yang pipinya sudah memerah karna grogi, tapi masih tetap profesional menulis pesanan di note miliknya.
"Baik. Silahkan di tunggu pesanannya."
Tak berselang lama pesanan mereka datang. Vallery membaca doa lalu memakannya dengan nikmat. Ken yang melihat Vallery makan dengan lahap ikut tersenyum.
BRAKK!!
Tanpa di duga ada seseorang yang membuat seisi caffe terkejut. Bukan depkolektor yang sedang menagih hutang apalagi Tante banci yang sedang ngamen. Melainkan seorang cewek berambut panjang yang tiba-tiba saja datang tanpa di undang.
"Makan gak ngajak lo! Gak seru! Sodara macem apa lo!" Syilla datang lalu mengambil kursi yang berada di samping mereka dan duduk diantara Ken dan Vallery. Jangan di tanya reaksi Vallery saat itu, dia sudah tersedak daging steak karna kaget.
"Ehh Vallery, apa kabar? Baik-baik aja kan lo?" Vallery balas dengan senyum. Meskipum sebenarnya senyum masam, tapi Syilla mana sadar, dia kan makhluk paling tidak tahu malu.
"Mba pesen dong!" Syilla memanggil waiters untuk memesan makanan.
Makan malam kali ini rencana Ken gagal untuk makan berdua saja dengan Vallery. Saudara yang sangat menyebalkannya dengan mudah menghancurkan segalanya. Untung Vallery tidak langsung pulang.
"Ehh kalian!" Tanpa diundang seorang cowok ikut nimbrung diantara mereka bertiga. Kali ini jadi berempat.
"Duduk Bro," Suruh Ken dengan ramah.
"Santai, udah naro pantat kok gue." Jawab si empunya pantat sambil terkekeh.
"Hai, lo Sam kan? Masih inget gue?" Tanya Syilla dengan percaya dirinya.
"Iya inget. Syilla yang rempong banget kan?" Jawab Sam sekenanya.
Mampus, batin Vallery.
"Bisa aja lo ah." Ucap Syilla sambil tertawa renyah.
Kali ini bukan makan malam Ken dan Vallery. Melainkan makan bersama. Untung berempat doang, coba kalau teman yang lain ikut serta. Jadinya makan besar sambil ngeliwet. Meskipum awalnya Vallery merasa canggung, dan Ken merasa gagal atas rencana makan malamnya. Hal tersebut sirna berkat candaan Sam dan kelakuan ajaib Syilla. Syilla memang tipikal cewek gaul dan anak jaman. Tapi ia tetaplah seorang Syilla yang memiliki kelakuan upnormal.
"Inginnya menciptakan ruang agar kita dapat berbincang tanpa ada campur tangan manusia lain. Tapi sepertinya semesta memarahiku karna mauku terlalu tinggi."
Udah direncanain semulus mungkin tapi malah gagal gara-gara Syilla, yang sabar ya Ken.
Masih ingat malam minggu pertama kalian bareng siapa dan ke tempat apa?
Malam minggu pertama buat kaum rebahan macam aku si itu bisa spesial banget meskipun cuma makan nasi goreng pinggir jalan aja.
Kan yang terpenting sama siapa kita makan, iya kan? Hehee
Coba yang mau cerita-cerita bisa bangett, aku pasti baca kok.
Vote dan komen jangan lupa yaa 😉
KAMU SEDANG MEMBACA
A.M.O.R ✔
Teen FictionMantan. Manis di ingatan, itulah kata Nathan. Nyatanya memang benar, meski benci telah merasuk namun hati justru menyangkal segala perkara kebencian. Itulah yang Vallery rasakan. Melalui detik-detik menjelang kelulusan disertai mantan yang muncul ke...