12 : Trauma

4.6K 447 1
                                    

Sekecil apapun lukamu. Jangan pernah menanggungnya sendirian. Ada aku, yang siap menanggung luka bersamamu.

Kennant Jevon Rahardian.

Jeslyn POV.

Empat bulan berlalu. Setelah kejadian itu, Mario sama sekali tidak pernah menampakkan dirinya didepanku maupun Kennant. Entah menghindar atau memang kita tidak bertemu.

Ah, tentang tulisan yang empat bulan lalu Kennant berikan kepadaku. Diantara kami sama sekali tidak ada yang membahas soal itu. Keosokannya Kennant bersikap biasa, seperti tidak ada apa-apa. Jadi aku enggan menanyakannya juga.

Kebaikan apa yang pernah kuperbuat sampai aku bertemu gadis sebaik dirimu. Aku menyukaimu Jeslyn.

Sialnya kalimat itu terus saja berputar diotakku sampai sekarang. Ah, aku bisa gila lama-lama.

"Jadi ngajarin main basket nggak sih. Kenapa malah main sendiri." Aku mendengus sebal menatapnya.

Kennant tertawa. Kemudian dia berjalan menghampiriku, memberikan bola basket yang di bawanya kepadaku.

"Coba kamu masukin ke ring."

Aku melongo. "Dari jarak sejauh ini ? Mana bisa."

"Bisa dicoba dulu."

Mau tidak mau aku menuruti perintahnya. Tapi, ini benar benar mustahil jika aku bisa melakukannya.

Aku mengangkat bola basket setinggi kepalaku lalu melemparnya. Yah, percobaan pertama gagal. Kennant terus saja menyuruhku mencoba lagi. Sampai percobaan ke delapan pun aku masih gagal. Aku menatap Kennant yang malah menertawakanku.

"Kamu ngerjain aku ya." Dia malah tambah tertawa.

"Tau ah, aku nggak mau main basket lagi. Kamu nyebelin." Aku melemparkan bola basket kebarahnya. Kemudian berlari meninggalkannya. Untung saja bola yang ku lempar tidak mengenainya.

Kennant menghampiriku. "Ayo latihan lagi, masak gitu aja nyerah."

"Nggak mau, kamunya nyebelin. Kamu ngerjain aku terus. Lagian mana bisa cewek pendek kayak aku masukin bola dari jarak sejauh itu. Kennant nyebelin." Aku memukul lengannya berulang kali.

"Bisa kok."

Kennant menarikku ketempat tadi. Memberikan bola tadi padaku. Aku hanya menurut saja. Yang membuatkan ku terkejut. Tiba-tiba Kennant berada dibelakangku. Kennnat ikut memegang bola yang kubawa tadi. Mengarahkannya sebatas kepalaku. Posisi kita kini sudah seperti orang berpelukan. Oh God! Ini tidak baik untuk jantungku.

"Ken.." Ucapku lirih. Sialnya Kennant malah tersenyum manis kearahku. Aku bisa meninggal menandak ini lama-lama.

Kennant membawa tangaku mengarahkan bola itu kering. Daebak, bola itu masuk sempurna kedalam ring basket.

Aku melongo, tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Aku bisa melakukannya! Keajaiban apa ini. Yah, meskipun dengan bantuan Kennant. Tetap saja tanganku ikut andil dalam memasukan bola tadi.

"Bisa kan. Kamu aja ngeyel." Kini posisi Kennant sudah berada didepanku.

"Kayaknya aku udah bisa jadi atlet basket nasional deh." Ucapku bangga.

Kennant mendecih. Mendecih tanpa suara pastinya.

"Sekarang kamu lawan aku." Tantangkau pada Kennant. Dia menggangguk, mengiyakan tantanganku.

Aku merampas bola yang dipegang Kennant. Membawanya pergi menuju ring. Ketika aku hendak melemparnya kering. Dengan sigap Kennant merebut bola itu. Aku mendengus, kenapa bisa kecolongan sih.

I Can Hear Your VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang