19 : First

4K 420 7
                                    

Kenapa jantungku tidak bisa berkomprosi jika itu tentang kamu.

Jeslyn Gracia.

Pagi ini aku tak akan memoles wajahku dengan riasan apapun. Cukup mencuci mukaku menggunakan pembersih. Tanpa pelembab, bedak ataupun make up lainnya. Karena jika aku menggunakan make up semuanya akan sia-sia. Karena hari ini Kennant mengajakku bersepeda. Ah, rasanya sudah lama sekali aku tidak bersepeda. Terakhir kali aku bersepeda kelas dua SMA dulu.

Kaos putih polos dan training hitam bergaris biru pada kedua sisi akan menemaniku pagi ini. Tidak lupa sneakers putih melekat dikakiku.

Sebelum aku menemui Kennant yang sudah menungguku didepan. Aku melangkahkan kakiku ke kamar Kak Jason. Syukurlah dia sudah mau makan. Meskipun masih belum mau menginjakkan kakinya keluar kamar. Papa sama sekali tidak tau tentang keadaan Kak Jason. Aku memang sengaja tidak memberi tahunya. Papa cukup terbebani dengan masalah perusahaan. Aku tidak ingin menambah bebannya.

"Kak, Jeslyn pergi sama Kennant dulu ya." Kak Jason hanya mengangguk tanpa memandangku.

Setelah itu aku mengambil sepeda hybrid kepunyaan Kak Jason di garasi. Kemudian menemui Kennant didepan.

Aku tercengang dengan penampilan Kennant. Dia memakai kaos dan training yang senada denganku. Oh God! Kita sudah seperti couple di korea.

"Kok kita bisa samaan sih. Padahal nggak janjian loh." Tanyaku heran. Kennant hanya mengendikan bahunya.

Untung saja sepatu kita berbeda warna. Kennant memakai sepatu berwarna abu-abu. Jika sama mungkin kita akan terlihat seperti anak kembar.

Tapi aku akui. Kennant terlihat dua kali lebih tampan dengan kaos putih itu. Warna yang sangat cocok untuk kulitnya. Apalagi rambutnya yang sedikit berantakan menambah kesan sexy.

"Kok malah benggong sih, ayo." Kennant terkekeh.

"I-ya..ayo."

Aku mengerjap-ngerjapkan mataku. Kenapa dia harus sangat tampan. Bodoh sekali wanita yang mensia-siakannya.

Aku dan Kennant bersepeda santai mengelilingi kota ini. Namun belum ada lima belas menit aku menghentikan sepedaku. Rasanya kakiku pegal. Mungkin ini efek karena sudah lama tidak bersepeda.

Kennant yang mereka aku sudah tidak ada dibelakangnya reflek menghentikan sepedanya. Berputar balik menghampiriku.

Kennant memarkirkan sepedanya dibawah pohon. Sedangkan sepedaku tergeletak dijalanan.

"Kenapa berhenti." Kennant berlutut mensejajarkan dengan tubuhku.

"Capek banget, kakinya rasanya mau patah."

Kennant terkekeh, kemudian mengusap kepalaku pelan.

"Aku cuma ngajak kamu bersepeda keliling taman. Bukan keliling dunia. Nggak akan sampe matahin kaki." Ejek Kennant. Aku-pun hanya mendengus sebal.

"Tapi serius deh, kaki aku tuh pegel banget Ken." Ucapku memelas.

"Yaudah kita lari-lari kecil aja ya." Aku mengangguk antusias.

"Sepedanya parkirin disana. Deket sepedaku. Jangan digeletakin dijalanan gitu."

"Aman kan kalau kita taruh sepedanya disitu ?"

"Seratus persen aman Jeslyn." Aku-pun menggangguk dan segera memarkirkan sepedaku disebelah sepeda Kennant.

Sesuai kesepakatan kita tadi. Aku dan Kennant berlari kecil mengitari taman ini. Yah meskipun ini cukup menguras energi juga. Kini keringat sudah membanjiri tubuhku.

Beberapa menit berlalu aku sudah merasa sangat lelah. Sepertinya aku memang sangat payah dalam olahraga.

Aku menghentikan langkahku kemudian berjongkok dijalanan. Kennant langsung menghentikan langkahnya.

"Capek ya ?" Aku mengangguk. Kennant kembali mensejajarkan tubuhnya denganku.

"Sini aku gendong." Kennant menepuk punggung belakangnya.

"Jangan ah aku berat."

"Baru sadar kamu." Aku langsung melotot kearah Kennant. Apa dia baru mengisyaratkan kalau aku gendut. Enak saja, badan se-ideal ini dibilang gendut.

Aku memukul lengannya berulang kali. Tidak peduli dia mengaduh kesakitan.

Kennant menjauhkan tubuhnya dariku. Kemudian membelakangiku. Kakinya sedikit berjongkok.

"Ayo naik."

Aku yang tak mau menyia-nyiakan ojek gendong gratis dari Kennant, langsung lompat kearah punggungnya. Mengalungkan kedua tanganku kelehernya. Sedangkan kedua tangan Kennant memegang kakiku kuat.

"Aku berat ya ?" Kennant menggeleng.

"Kata Kak Jason. Aku tuh kayak triplek. Jadi kalau digendong kayak nggak ada beban gitu. Emang bener ya ?" Kennant menggangguk.

"Kennant ngeselin banget sih." Ucapku sebel.

Kennant hanya menggeleng-gelengkan kepalanya karena tingkahku. Pasti didalan hatinya berfikir kenapa dia jadi serba salah.

Aku melihat keringat menetes pada pelipisnya. Apa aku benar-benar berat. Padahal tadi bersepeda sampai lari-lari Kennant tidak berkeringat sama sekali. Sekarang baru beberapa langkah menggendongku pelipisnya sudah dibanjiri keringat.

Aku menghapus keringat dipelipisnya dengan salah satu tanganku. Dan satunya masih setia melingkar pada lehernya. Kennant terlihat terkejut bahkan dia memberhentikan langkahnya. Tapi itu tidak membuat tanganku lepas dari pelipisnya.

"Kamu pasti capek banget ya. Turunin aku ya." Kennant menggeleng menampakan senyum indahnya yang menjadi candu untukku.

Mata kita saling bertemu. Tanpa kusadari jarak kita semakin dekat. Jantungku berdebar sangat kencang. Aku menundukkan kepalaku untuk menutupi kegugupanku.

Cup

Satu kecupan mendarat ke bibirku. Mataku membulat sempurna. Oh my God! My First kiss! Kini jantungku ssmakin tak karuan. Kakiku lemas, hampir saja aku terjatuh dari gendongan Kennant. Untuk saja tangan Kennant memegang kuat kedua kakiku.

Setelah itu kita membuang muka satu sama lain. Menutupi kegugupan masing-masing. Kennant kembali melanjutkan langkahnya. Suasana terasa canggung. Tidak ada lagi aku yang mengoceh sepanjang jalan. Jangankan mau mengoceh. Berbicara satu katapun lidahku sudak kelu.

Kennant Jevon Rahardian yang sukses membuat jantung Jeslyn Gracia hampir berhenti.



Tbc

I Can Hear Your VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang