01 : Aku Tidak Bisa Bicara

7.4K 667 10
                                    

Pertemuan pertama biasanya menjadi hal yang berkesan.

Jeslyn Gracia.


Puluhan menit aku berkeliling tapi belum juga menemukan perpustakaan. Aku sempat bertanya kepada segerombolan pria tadi, katanya perpustakaan ada di lantai dua. Aku sudah mengitari tempat ini berulang kali tapi belum ketemu juga.

Inilah nasib mahasiswa baru. Mencari perpustakaan saja harus serepot ini. Sejak orang tua ku resmi bercerai beberapa minggu lalu. Aku dan papa memutuskan pindah dikota ini. Terpaksa aku harus meneruskan kuliahku disini. Sedangkan kakakku masih melanjutkan S2 nya di Belanda.

Aku melihat seorang gadis duduk di koridor. Lebih baik aku bertanya kepadanya. Kali aja dia tau dimana perpustakaan di kampus ini.

"Permisi. Nama aku Jeslyn, aku mahasiswa baru disini." Aku mengulurkan tangan kanan ku.

"Kania." Dia menerima uluran tanganku.

"Oh ya, perpustakaan dimana ya ? Kok aku dari tadi muter-muter nggak ketemu-ketemu."

"Oh perpustakaan ada di lantai satu." Kania menunjukan dari atas. Yang kebetulan perpustakaan bisa dilihat dari lantai dua.

"Jadi perpustakaan nggak ada di lantai dua ?" Tanyaku heran.

Kania menggeleng. "Lantai dua itu fakultas teknik sama sastra."

"Tap--"

Oh God! Kenapa aku baru sadar sekarang. Pria-pria tadi pasti menipuku. Kenapa aku gampang sekali percaya kepada mereka. Mau aku muter sampe kakiku patahpun juga nggak bakal ketemu.

"Terima kasih. Aku pergi dulu." Pamitku pada Kania. Diapun membalas senyumku.

Aku melangkahkan kakiku menuruni tangga. Hanya berjarak dua kelas dari tangga aku sudah sampai di perpustakaan. Aku merutuki kebodohanku. Kenapa perpustakaan sebesar ini tidak terlihat olehku tadi.

Satu kata saat aku masuk perpustakaan itu. Sepi. Aku hanya melihat dua penjaga perpustakaan dan pria yang duduk di sudut ruangan.

Aku mulai mengambil beberapa buku yang kubutuhkan. Kemudian mendudukan diriku di hadapan pria tadi. Siapa tau dia bisa menjadi teman keduaku setelah Kania.

"Hay namaku Jeslyn. Aku mahasiswa baru disini." Aku memulai pembicaraan. Namun sayang pria itu tidak membalas ucapanku.

"Aku jurusan Statistika. Kalo kamu jurusan apa ?" Lagi-lagi pria itu tidak membalas ucapanku.

Sial. Apakah ini yang dinamakan devinisi sakit tidak berdarah. Dia terus saja mengabaikanku. Padahal aku sudah berusaha ramah. Aku memutar bola mataku. Apakah dia pria dingin seperti novel yang kubaca kemarin, yang tidak mau berkenalan dengan siapa pun. Mungkin saja.

Ku akui pria dihadapanku ini tergolong tampan. Tapi kalau melihat ekspresi datarnya, sungguh mengerikan.

Aku masih memandang pria di depanku ini. Sudah sepuluh menit berlalu dia masih enggan berbicara dengan ku.

"Hei, aku ini manusia loh! Diajak bicara kek." Aku mencebik kesal. Tapi pria itu hanya menatapku sekilas kemudian kembali pada bukunya.

"Kamu bisu ya." Ucapku asal.

Dia melotot ke arahku. Aku menepuk bibirku berulang kali. Niat bercandaku malah di balas tatapan tajam dari dia. Lagian mana mungkin pria setampan dia bisu, aneh-aneh saja aku ini.

Pria itu mengambil satu kertas dari sakunya. Dia menuliskan sesuatu kemudian melipatnya. Aku tidak tau apa yang dia tuliskan. Daripada aku bertanya nanti dihadiahi tatapan tajam seperti tadi.

Dia bangkit dari duduknya. Berjalan kearahku dan memberikan kertas itu. Aku menyerit tak mengerti.

"Ini maksudnya apa ?"

Tanpa memperdulikan ucapanku dia melangkahkan kakinya pergi. Teriakan ku pun juga tidak membuatnya berhenti.

Aku penasaran dengan apa yang ditulis pria tadi. Aku membuka lipatan kertas itu dan mulai membacanya.

'Maaf, aku tidak bisa bicara'

Oh God! Jadi pria yang tadi tidak bisa bicara. Pantas saja dia melotot saat aku bilang dia bisu. Pasti dia tersinggung dengan ucapanku. Bodoh sekali aku ini.

Segera ku kemasi buku yang kuambil tadi dan kukembalikan ke rak. Aku harus segera menemui pria tadi dan minta maaf.

Aku berlari sampai tidak sengaja menabrak sesorang.

"Maaf-maaf." Aku mendongak menatap gadis yang ku tabrak. "Kania."

"Jeslyn. Kok kamu buru-buru banget. Ada apa ?" Kania bertanya kepadaku. Suaranya terdengar panik.

"A-ku lagi cari seseorang." Nafasku masih terengah-engah.

"Seseorang siapa ?" Kania menyerit tak mengerti.

"Aku nggak tau namanya. Yang jelas anaknya putih, tinggi, ganteng, dan.." aku menjeda kalimatku. "Dia tunawicara." Lanjutku.

Kania nampak berfikir. Kemudian menatapku.

"Pasti yang kamu cari Kennant."

"Kennant ?"

"Iya Kennant, dia anak teknik." Kania menjelaskan kepadaku. Aku menganguk paham.

Jadi namnya Kennant. Nama yang indah, seindah wajahnya.

"Kira-kira dia dimana ya sekarang. Aku harus ketemu dia nih." Ucapku mulai panik.

"Kayaknya di halte deh. Soalnya tadi aku liat dia nggak bawa motor. Kemungkinan besar dia naik bus." Aku mengangguk.

"Makasih Kan, aku duluan. Bye." Aku melambaikan tanganku kearah Kania.

Halte. Aku sempat melihat ada halte di dekat kampus saat aku berangkat. Pasti dia ada disana.

***

Akhirnya aku sampai juga dihalte. Aku melihat seseorang duduk disana. Aku yakin sekali itu dia. Tidak sia-sia aku berlari sampai sini.

Kutarik nafasku dalam-dalam dan mulai menghampirinya. Semoga saja dia tidak marah.

"Kennant." Aku mencoba memanggilnya. Diapun langsung menoleh kearahku. Ekspresinya menunjukan kebingungan kenapa aku bisa mengetahui namanya.

"Maaf soal kejadian di perpustakaan tadi." Aku menatapnya sekilas kemudian mendukan kepalaku.

Dia menghampiriku. Perlahan aku mendongakkan kepalaku. Aku melihatnya tersenyum. Senyumnya sangat manis.

"Kamu maafin aku kan ?" Aku mengulangi ucapanku. Diapun mengangguk.

Aku bernafas lega. Akhirnya satu beban terlepas di otakku.

"Bisakan kita berteman ?" Ku ulurkan tangan kananku.

Dia menatapku kaget. Setelah itu membalas uluran tanganku dan mengangguk ragu.

"Ah.. tapi bagaimana kita berkomunikasi. Aku tidak bisa bahasa isyarat." Aku menyengir polos.

Dia mengeluakan sebuah note dari saku jaketnya. Kemudian menunjuknya.

Aku mengangguk paham. Mulai sekarang dia akan berbicara denganku lewat note itu.

Aku berfikir, mungkin dia akan menjadi teman baikku sekarang.



TBC

Next ?

I Can Hear Your VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang