[13] Kak Zeno

3.2K 193 3
                                    

Zeno
Dar?

Dara
Ya, kenapa kak?

Zeno
Besok ada acara?

Dara
Enggak sih kak, kenapa?

Zeno
Bisa minta waktunya?
Sebentar kok

Dara
Oh iya kak, kapan?

Zeno
Abis pulang sekolah
Saya tunggu ya.

Dara
Iya kak, siap

Perkataan yang melintas di pikiran Dara saat ini hanyalah. Jangan suka lagi pada pemuda berparas tampan yang satu itu sebab Dara sudah memutuskan untuk berpaling. Semoga saja tidak akan ada yang membuat Dara menyukai kakak kelas itu selain parasnya. Oke. Siap.

Dara menghela napasnya, lalu melihat langit-langit rumahnya. Sebenarnya dia hanya sedang memikirkan apa yang kak Zeno ingin bicarakan? Biasanya dia tidak pernah mengirim pesan terlebih dahulu jika tidak benar-benar ada kepentingan.

Berbeda dengan Dara, yang saat itu selalu menanyainya dengan beragam pertanyaan agar pesan darinya tidak musnah begitu saja termakan waktu. Percayalah, sebenarnya pesan-pesan yang ia kirimkan kepada kak Zeno hanya untuk sekedar dekat dengannya itu sama sekali tidak membuahkan hasil. Padahal Dara sudah bertanya pada sumber-sumber di kelasnya bahwa salah satu cara mendekat adalah dengan saling membalas pesan. Nyatanya, Dara saja yang menunggu pesan dari kakak kelas itu, sedangkan dia sama sekali tidak menunggu pesan Dara. Mirisnya anak ini, mana masih muda.

"Dara! Ada paket!"

"Iya sebentar," Dara bergegas keluar dari kamarnya untuk membuka pintu utama. Tak dipungkiri, Dara penasaran siapa yang membawa paket padahal ia dan ibunya tidak sedang memesan barang lewat internet.

"Paket kak!" Ucap lelaki itu saat Dara membuka pintu dan hanya bisa tersenyum sembari mengangguk.

"Paket apa ya? Saya kayanya enggak mesen deh, salah orang kali mas," ujar Dara lalu lelaki itu mengecek alamat rumah yang tertera dan tentu itu benar.

Dia menggeleng "Enggak kak, bener kok ini buat Dara katanya yang tertera disini."

"Oh yaudah kalo gitu mas, bukan bom 'kan?"

"Yakali" Dara terkekeh mendengar perkataan lelaki yang sepertinya berusia dua puluh tahunan itu. Ia lalu menerima kotak yang berukuran lumayan besar dan menaruhnya di sofa. Menyalakan televisi, Dara membuka kotaknya sembari menonton.

"Sial, sial!" Dara melempar isi kotaknya tak percaya dengan apa yang ia lihat, lebih tepatnya apa yang ia baca di kertas ucapan itu.

Teruntuk Dara
Angga kembali lagi, sayang.

Tidak mungkin, pemuda itu sudah pergi dari hidup Dara dan Melly. Tidak mungkin ada lagi. Dara mengambil kotak itu, membuang isi kotaknya yang padahal adalah sebuah boneka beruang besar yang lucu. Dara sama sekali tidak mau mengingat apapun tentang Angga. Semoga itu hanya paket biasa. Semoga Angga tidak kembali. Semoga, Melly sudah tidak menyukai pemuda itu lagi.

Semoga.

"Dara? Paketnya mana?" Ibunya datang membuatnya tersenyum kecil.

"Salah kirim tadi ternyata," jawab Dara sedikit berbohong. Yah, semoga saja ibunya tidak melihat tempat sampah di depan rumahnya hari ini.

"Oh, pantes ibu juga enggak mesen apa-apa tiba-tiba ada paket dateng,"

"Iya bu, biasa mungkin ketuker nomor rumahnya atau salah gang."

Maaf ya bu, Dara berbohong dahulu sebentar.

-

"Jadi, kenapa kak?" Tanya Dara menyeruput kopi dinginnya menatap  Zeno yang nampaknya tengah lelah.

Zeno menghela napas pelan lalu mengusap rambutnya ke belakang. Dara yang melihat itu hanya jengah sendiri, mengapa sih pemuda itu masih saja tetap tampan padahal hanya mengusap rambutnya sendiri?

"Kamu tau soal Angga?" Dara yang mendengar itu tersedak minumannya sendiri sebelum Zeno menenangkannya dan gadis itu tersenyum kecil. Darimana ia tahu soal Angga? Apa pemuda itu benar-benar sudah kembali?

"Kenapa emangnya kak?"

"Tolong kasih tau saya dong, tentang dia, semuanya ya Dara saya cuman bisa minta tolong sama kamu doang," ujar Zeno membuat Dara menimang-nimang. Pasalnya jika Dara bercerita nanti ia akan dikira perusak hubungan orang lagi. Namun, Dara menghela napas sebentar. Ah karena ketampanan orang di depan Dara ini ia jadi tidak bisa menolaknya.

"Eum, tapi kakak janji bersikap biasa aja setelah tahu ini semua ya kak?" Zeno mengangguk membuat Dara muai bercerita.

"Angga dulu sahabat Melly dan saya juga kenal sama dia cuman enggak sedeket Melly, karena terlalu deket, Melly jadi sayang sama Angga dan dia berpikiran bahwa Angga juga punya perasaan yang sama sampe dia ngeliat Angga nembak saya," Dara menghela napas sebentar. "Tapi saya nolak dan Angga dengan sifat ambisiusnya begitu pengen saya jadi pacarnya, saya takut pas dia balik dia bakal gunain Melly buat bahannya."

"Jadi istilahnya, dia bakal ngerusak persahabatan kalian? Atau Melly doang?" Tanya Zeno.

"Mungkin bisa dua-duanya karena dia segila itu bahkan dia pernah ngancurin hidup orang, dan sayangnya Melly itu terlalu cinta sama dia kak," Dara menunduk membuat Zeno mengepalkan tangannya. Lantas, jika Melly masih mencintai sahabatnya itu mengapa ia menerima Zeno untuk menjadi pacarnya? Jadi, Zeno hanya pelampiasan saja baginya?

"Jangan tinggalin Melly kak, dia cuman lagi enggak sadar aja,"

"Kamu enggak pernah nyoba buat ngomong sama dia tentang Angga yang sebenernya?" Tanya Zeno membuat Dara sedikit mendongak dan menatapnya.

"Udah, tapi pas itu malah bikin kita pecah jadi saya enggak mau lagi ngomong apa-apa tentang Angga," jawab Dara membuat Zeno semakin kesal saja.

"Jangan tinggalin Melly kak,"

"Jangan belain dia," jawab Zeno.

Padahal, tanpa sadar. Ada yang memperhatikan mereka dari jauh dengan tatapan yang sulit diartikan.

-
Siapa tuh? Arga? Melly? Atau malah Angga yang liat mereka?

DS : Be a Selebgram [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang