Bab Tigpuluh Dua

28 12 10
                                    

Pagi-pagi sekali paman dan bibi Malia membangunkan aku dan Nagita. Mereka bilang kita semua harus menyaksikan betapa megahnya festival Kasada tahun ini. Kami berangkat bersama dengan menaiki kuda Paman dan menyewa satu ekor kuda lainya.

"Paman... Aku sepertinya tidak ingin pergi... " celetukku tiba-tiba.

"Kenapa? Sayang sekali festival satu tahun sekali ini Allia... "

"Tapi paman, Sulu bilang ia akan mendatangiku. Tapi, kenapa dia tidak kelihatan sama sekali... "

"Hey... Lihatlah itu... Sulu... " kata paman sambil menuding Sulu yang barusaja muncul dengan kuda putihnya.

Sulu melambaikan tanganya begitu aku melihat dia mendekat. Apa yang terjadi dengan pakaianya? Kenapa dia seolah ingin menjadi seorang pengisi acara di festival itu.

"Hai Allia... " sapanya masih dengan wajah tak merasa berdosanya.

"Hai," jawabku singkat.

"Kau mau naik kuda bersamaku? " tawarnya.

Belum sempat menjawab, Paman Wangso malah mewakiliku untuk menjawab tawaran baik Sulu, "Oh tentu saja... Allia... Turunlah," kata paman Wangso.

Aku tidak menjawab apa-apa. Sebenarnya aku tidak ingin naik kuda bersama Sulu. Tapi, kenapa aku turun dan mendekat kepada Sulu? Lalu Sulu membantuku menaiki kudanya.

"Apa kau sudah sarapan? " tanya Sulu sambil mengendalikan kudanya.

"Sejak kapan kau mempunyai pikiran untuk menanyakan hal itu? "

"Astaga... Kenapa kau masih dingin kepada kekasihmu ini... "

"Apa?! Kekasih? Sudahlah... Jangan membuat aku mengharapkanmu! "

"Jadi, harapanmu sudah pupus untuk perasaan ku selama ini? "

"Aku tidak mau membahasnya sekarang,"

"Allia... Kau tidak boleh memutuskan seenaknya sendiri seperti ini,"

"Aku menghargaimu Sulu. Dan aku selalu melakukan itu,"

"Begini saja. Nanti setelah aku menari Kuda Lumping, kau harus menjelaskan semuanya padaku, "

"Apa dia pikir aku tidak tahu tentang upacara suci waktu itu? " batinku.

Setelah kami sampai di Lautan Pasir Berbisik yang sudah dipenuhi penonton dan orang-orang Tengger yang mengenakan pakaian tradisional, Sulu langsung meletakkan kudanya disekitar sana, tanpa dia ikatkan pada apapun. Kemudian dia menyuruhku duduk dibagian paling depan. Katanya agar bisa melihat wajahnya dengan jelas. Apasih maunya yang sebenarnya? Ingin membuatku jatuh cinta terus tanpa bisa berpindah ke lainya ya?

Lalu semua orang bersorak dan bertepuk tangan ketika seorang wanita menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia. Setelah semua itu Selesai. Sulu dan pasukanya memasuki arena pertunjukkan sambil menunggangi kuda lumping yang terbuat dari anyaman bambu. Tangan kanan Sulu membawa sebuah cambuk berwarna-warni. Musik berbunyi begitu keras bersamaan dengan pasukan Sulu yang mulai membentuk formasinya. Lalu, mereka mulai menari.

"Wahh... Ternyata dia berbakat juga," celetuk Nagita yang tiba-tiba mencolek lenganku.

"Aku tahu," jawabku.

"Kenapa kau seolah tidak menikmati tarian yang Sulu dan kawan-kawanya lakukan disana? "

"Karena... Karena aku harus memastikan sesuatu dulu agar aku bisa tertawa, hatiku masih tidak tenang,"

"Pria-pria suka menggantung wanita agar mereka merasa mengambang,"

"Ya!"

Setelah Sulu menyelesaikan tarianya. Semua orang melakukan standing applause. Beberapa dari mereka meneriakkan nama Sulu. Dia memang cowok populer.

Aku menyusul Sulu ke belakang panggung. Dia memasuki tenda berwarna putih bersama kawan-kawannya. Saat aku tiba disana. Dia malah mengobrol dengan seorang wanita yang lumayan cantik. Tidak! Dia memang terlihat cantik. Mereka tertawa bersama. Lalu aku berdehem sambil melipat tanganku didepan dada sehingga mereka menoleh bersamaan, "Ehem... "

"Oh... Allia... Meri, perkenalkan ini kekasihku Allia," kata Sulu sambil merangkul pinggulku.

"Oh, hai Allia," sapanya kemudian aku tersenyum pada Meri.

Saat Meri pergi, Sulu menyebarkan senyumanya padaku.

"Apa?" tanyaku.

"Kenapa sih kau ini? "

"Apa kau pura-pura lupa soal upacara adat keluarga Sunantha? Bukankah kau yang terpilih untuk menikah? " cetusku dengan penuh emosi.

"Astaga... " kemudian Sulu tertawa, "Iya, aku lupa hahaha... "

"Iya? "

"Allia... Dengarkan aku. Kalau ada hal yang tidak aku mengerti, sebaiknya kau menanyakan kepadaku,"

"Lalu siapa yang terpilih untuk menikah? "

"Apa kau begitu penasaran? "

"Tentu! "

"Benarkah? " dia menggodaku.

Kemudian aku mencoba pergi tapi Sulu menarik tanganku.

"Biarkan aku pergi," kataku sambil menahan tangis tapi gagal. Setelah itu, Sulu memelukku dengan erat. Aku mendengar sedikit isakan darinya.

Penunggang Kuda Tanpa SuaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang