Bab Enam

100 41 3
                                    

Hari ini adalah hari selasa. Biasanya, hari selasa adalah hari sial bagi siswa maupun siswi SMA. Pekerjaan Rumah yang menumpuk yang memaksa pengerjanya mengumpulkan hari itu juga. Ya, hari selasa memang lebih berat dari hari senin. Walaupun kenyataanya hari senin mengundang kemalasan. Tetap saja harus SAY HALLO! pada kedua hari menyebalkan itu.

Seperti biasa, setelah apel, mendengarkan ceramah salah satu guru yang berdiri di panggung depan, dan Tim Kesiswaan memeriksa kerapian dari satu murid ke murid lainya secara detail, tinggalah kami menunggu beberapa pengumuman yang lumayan penting.

"Hey, kaos kakimu berwarna hitam? Kenapa tidak maju ke depan?" Bisik Gita sambil memperhatikan kaos kakiku.

"Ada seribu cara untuk menghindari pemeriksaan kaos kaki, salah satunya adalah berpindah barisan," ucapku sambil mengedipkan salah satu mataku. Memang, tidak jarang bagiku melakukan hal itu. Bukan apa-apa, kaos kaki putih yang selalu ku cuci selalu kehujanan atau kalau tidak, pasti aku lupa menaruh dimana kaos kaki putih itu.

"Dasar curang! Tidak patut dicontoh!" Gita menjitak dahiku.
"Aw!!" Ku usap dahiku sembari melihat mikropon guru yang sedang dibetulkan yang entah sampai kapan mikropon itu akan berbunyi. Karena sedari tadi, suara mikropon itu terputus-putus.

"Aku mohon jangan ada pengumuman, segera masuk ke kelas, aku butuh waktu untuk memikirkan senyuman Sulu pagi ini, ku mohon!!" Doaku sambil memejamkan mata. Ketika, aku membuka mata. Tiba-tiba ada seseorang didepanku, dia menuding kaos kakiku sembari menggelengkan kepalanya, dia adalah Alan.

"Cek...cek...akhirnya nyala!" Teriak Pak Agus dari mikropon. Membuatku mendapatkan cara untuk mengalihkan perhatian Alan.

"Wah, ada pengumuman!" Tudingku sambil membalikkan punggungnya.

"Baiklah anak-anak, saya tidak suka berbasa-basi, langsung saja ke point nya, dua hari lagi kita akan melakukan Study Tour saat upacara Kasodo di Bromo dimulai," ketika Pak Agus memberi jeda, anak-anak bersorak, bersiul dan bertepuk tangan, "Hey itu yang disana! Saya bukan burung ya. Jadi, jangan bersiul!" Gurauan Pak Agus selalu menimbulkan gelak tawa yang riuh, "Kita akan menginap disana selama tujuh hari saja! Jadi, persiapkan uang saku dan sejuta snack agar bisa berbagi dengan teman kalian, sekian terimakasih," lanjutnya kemudian mengakhiri pidatonya, tepuk tangan dari anak-anakpun kembali riuh.

Aku masih membeku mendengar kata 'Bromo' ini pasti akan mengasyikkan! Sebaiknya aku membuat janji bertemu dulu dengan Sulu. Tapi, bagaimana caranya? Nomer ponselnya saja aku tidak tahu. Apa aku perlu mengirim surat? Tidak mungkin! Bagaimana kalau aku tidak memberitahunya saja biar menjadi kejutan.

"Woy!" Gita menggoyang-goyangkan tanganya didepan wajahku, "Woy!!" Teriaknya melengking persis didepan telingaku.

Aku tersentak, "Apa?"

"Efek samping jatuh cinta, melamun saja kau ini! Apa rencanamu?"

"Sore nanti, kau harus mengantarkanku mencari hadiah untuk Sulu," gumamku sambil mendongak menatap langit dan menerawang bagaimana caraku memberikan hadiah itu pada Sulu.
                                                *
"Bagaimana menurutmu? Buku catatan atau novel tentang Berkuda?" Tanyaku pada Gita sambil menunjukkan kedua sampul buku tersebut, sementara aku masih sangat bingung untuk memutuskan harus memilih yang mana.

"Bagaimana kalau kau beli dua-duanya saja" Dia malah bertanya balik.

"Aku bingung, atau buku tentang cinta pada pandangan pertama?" Usulan yang sudah jelas terdengar gila!

"Itu terlalu memberi kode! Tidak setuju!" Tukasnya.

"Cinta Dalam Diam? Silent Love?"

Gita menggeleng lagi pertanda tidak setuju.

"Antara Cinta Dan Sahabat?"

"Terdengar buruk!"

"I Love You from....." ucapku ragu-ragu sembari menggaruk-garuk rambutku yang tidak gatal.

"Hindari buku yang memiliki judul dengan kata CINTA!" potongnya, membuatku segera meletakkan semua buku yang telah ku pilih ke dalam rak sebelumnya.

"Buang jauh-jauh kata CINTA dariku!" Gumamnya jengkel.

Setelah memilih-milih buku mana yang cocok untuk ku jadikan hadiah. Akhirnya keputusan terakhir adalah membeli buku catatan bersampul merah maroon dan buku tentang Berkuda. Seperti usulan pertama tadi. Kami berjalan menyusuri trotoar sambil menenteng paper bag belanjaan kami dengan tangan kiri. Tangan kanan kami memegang Green Coffe yang barusaja kami beli di Kafe sebelah.

"Apa kau sudah menyiapkan keperluan untuk Study Tour?" Aku menceletuk setelah menyeruput Green Coffeku.

"Sudah, pasti akan menyenangkan saat pesta api unggun," ujarnya antusias seperti anak SD yang mendapat mainan barbie dari ayahnya.

"Ada perkemahan juga rupanya," komentarku lirih. Ah, aku jadi tidak sabar!!

"Ku rasa Alan memperhatikanmu, dia satu-satunya cowok yang menyadari kalau kau memakai kaos kaki terlarang!" Yah, dia mulai lagi membahas Alan.

"Ku rasa, tidak seharusnya kau memperhatikan cara Alan memperhatikanku, itu sama sekali tidak penting!" Kemudian aku tertawa. Tadinya, Gita juga ikut tertawa. Namun, air mukanya berubah seketika.

"Bagaimana kalau Alan menyukaimu?"

"Apa peduliku?" Aku sedang tidak berminat membahas masalah cinta mengenai orang lain.

"Kau tidak boleh mengacuhkanya, cowok populer itu bisa membuat nilai Akuntansimu naik, lagipula apa kurangnua dia coba?" Gita masih saja protes.

"Kenapa kau terus-menerus membahasnya?"

"Karena aku sahabatmu dan aku sangat peduli padamu, aku tahu kau sudah lama kesepian. Jadi, ini kesempatanmu,"

"Lebih baik sendiri dalam waktu yang lama daripada memiliki kekasih tapi bukan orang yang tepat dan bukan orang yang ku cintai, itu sama saja membuang waktu," tukasku membuatnya terdiam. Lalu kami melanjutkan berjalan tanpa membicarakan apapun lagi.

JANGAN LUPA VOTE KAWAN-KAWAN!!! HEHE....

Penunggang Kuda Tanpa SuaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang