"Bibi! " teriakku saat Bibi Malia sedang berkebun di dekat rumahnya.
"Allia?" bibiku melebarkan tanganya untuk menangkap pelukanku.
"Bibi... " Gita mencium punggung tangan bibiku sambil tersenyum ramah. Ya! Itu gayanya.
"Sejak kapan kalian datang?" tanya bibiku.
"Baru saja bi, kami naik jip tapi jipnya tidak bisa masuk karena si supir sedang ada urusan,"
"Oh seperti itu, masukalah dulu, ajak temanmu makan di dapur. Ada sup sapi disana, kalian pasti suka," kata bibi.
"Dengan senang hati bibi..." sahut Gita.
Aku berencana setelah makan akan pergi ke tempat biasa Sulu menunggu kudanya merumput. Aku yakin sekali kalau hari ini dia ada disana. Tapi, aku takut kalau kabar buruk yang akan aku dapatkan.
"Allia! Makanlah sup sapimu selagi hangat. Melamun terus sejak tadi... "
"Aku harus segera menemui Sulu,"
"Kau tidak lihat cuaca sedang mendung?"
"Aku sudah menyiapkan jas hujan dan payung jika cuaca nanti berniat menghalangi pertemuanku dengan Sulu,"
"Gadis bodoh! Jika aku jadi kau, aku akan menghabiskan sore hariku untuk tidur pulas karena lelah setelah perjalanan panjang,"
"Itu kau... Pemalas! "
"Tukang melamun! "
"Tukang makan! "
"Tukang mengharap! "
"Tukang menghina! "
"Terserah kau saja, setelah makan aku mau mandi air hangat dan tidur sambil bermalas-malasan di ranjang. Daripada memilih menemui seorang pria yang tidak mau menemuiku..."
"Kau menjengkelkan! Diakan tidak tahu kalau aku datang, dia tidak punya ponsel, dia kuno tapi romantis,"
"Baiklah... Aku berharap yang terbaik saja untukmu sahabatku... "
Aku berdiri dari dudukku, "aku tidak boleh menunda lagi! "
"Kau mau kemana?"
"Bertemu dengan Sulu Si Penunggang Kuda yang menyebalkan itu! " kemudian aku berjalan sambil berlari-lari kecil agar segera keluar dari rumah bibi.
Ku kenakan jas hujan karena cuaca memang sangat tidak mendukung. Tidak lupa payung ditangan kananku. Aku menghabiskan waktuku dengan berjalan. Tidak akan terasa jauh jika aku terus memikirkan dia.
"Allia! " sapa seseorang yang ternyata adalah pamanku sendiri.
"Paman Wangso?"
"Kau mau kemana?"
"Ke Savana, "
"Naiklah, biar ku antar," kata paman menawari tunggangan kuda padaku dan dengan senang hati aku menerimanya.
"Baik paman," aku berupaya naik kuda sambil di bantu dengan tangan paman Wangso yang mengulur panjang.
"Kau mau bertemu Sulu?" tanya paman sembari mengendalikan kudanya.
"Emm... I... Iy... Iya... Paman,"
"Jadi, kau ke bromo tidak ingin bertemu dengan pamanmu ini ha?"
"Ah paman! Akukan juga ingin melihatmu,"
"Dasar gadis nakal," tidak terasa kami sudah sampai di savanah. Itu pasti karena kami selalu mengobrol saat menunggangi kuda.
"Apa kau mau paman menunggu?"
"Tidak paman, paman pulang dulu saja,"
"Begini saja, paman akan pergi ke kawah nanti paman akan mampir kemari,"
"Ide bagus paman! "
Kemudian aku mengamati paman yang menunggangi kudanya hingga punggungnya tak terlihat lagi. Dimana ya Sulu sekarang? Apa dia tidak menemani kudanya merumput disini? Aduh! Kemana sih dia!
Apa dia tidak merasa kalau seseorang sedang menunggunya dengan sangat sabar? Seseorang yang selalu menangis jika dia tidak kunjung datang.
"Suluuuu!!!! " teriakku. Sudah pasti kalau aku terlihat seperti orang gila.
"Suluuuu!!!!! " benar! Sepertinya aku tidak waras.
Jika aku berteriak untuk yang ke tiga kalinya tapi dia tidak datang, berarti dia tidak mencintaiku. Satu, dua, tiga, "Suluuuuuuu!!!!!!!!!!! "
"Allia! " sahut seseorang dengan suara merdu yang selalu aku rindukan.
"Sulu! " desahku.
Dengan tingkah yang tidak dapat lagi aku kendalikan. Aku segera memeluk Sulu dengan erat walau Sulu tidak berniat membalas pelukanku sedikitpun. Tapi.... Perlahan dia mencoba melepaskan pelukanku.
"Menjauhlah dariku Allia! Pergi dari sini! " teriaknya.
"Sulu? " aku tidak kuat menahan beban kekecewaan sementara air mataku terus mengucur seperti air mancur yang begitu deras. Jika ini mimpi buruk, seseorang tolong bangunkan aku dengan segera. Jika memang ini kenyataan lebih baik aku mati saja. Aku tidak mau menerima kenyataan pahit semacam ini. Sulu? Kenapa kau begitu kejam terhadapku yang selalu menyimpan rindu dalam sendu disetiap hari-hariku yang ku lalui tanpamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penunggang Kuda Tanpa Suara
RomantizmGenre : Dark-Romance Terkadang, mengungkapkan cinta dengan lidah membuat semuanya menjadi mudah. Bagaimana jika cinta itu tak pernah terungkapkan dengan kata-kata?