Bab Dua

218 45 4
                                    

Sesampainya di rumah, aku membuka pintu dan sangat siap dengan keadaan yang ramai karena saudara-saudaraku yang hampir semuanya cerewet sudah memutuskan untuk menghabiskan liburanya disini.

Ibuku saat ini tengah sibuk menyiapkan makan siang untuk mereka, dan dia tidak menanyakan kepulanganku seperti biasanya. Jadi aku segera menaiki anak tangga, memasuki kamar dan menutup pintunya rapat-rapat. Ku ambil ponsel dan menyalakanya, menuliskan nomer rumah ini lalu menekan tanda 'call'.

"Halo, dengan kediaman Bapak Fredly. Ada yang bisa di bantu?" Itu suara ibuku. Dia pasti mengira ini telepon penting, karena itu Ibuku segera mengangkatnya.

"Halo Nyonya Fredly, ini aku Allia Fredlyana. Aku ingin mengatakan beberapa protes untuk anda, bisakah anda mendengarkan aku?" Ucapku, aku melipat-lipat ujung selimut di ranjangku.

"Allia, ayolah. Berbicara dengan Ibu baik-baik, kemari dan turunlah. Kita makan siang bersama" Ibuku mendengus, ini memang kebiasaanku jika tidak begitu di pedulikan di rumah.

"Pertama, aku tidak suka dengan saudara-saudaraku yang sangat cerewet. Kedua, mereka selalu membuat gendang telingaku hampir pecah karena entah permainan apa yang akan mereka mainkan setiap malam hari, tapi permainan mereka sangat ramai dan. Ketiga, mereka selalu menghabiskan kueku di lemari es. Dan aku ingin pergi berlibur ke rumah Paman Wangso di Bromo" Aku melakukanya dengan sempurna tanpa memberikan kesempatan menyela untuk Ibu.

"Baiklah, Ibu sangat mengerti. Kau juga perlu bersenang-senang. Ibu akan mengijinkanmu pergi, tapi kau tidak boleh menaruh dendam kepada saudara-saudaramu" Ucapan Ibuku terdengar sangat tulus hari ini. Dia sangat pengertian, lebih dari kapanpun.

"Tentu saja, dengan senang hati akan ku lakukan perkataan Ibu tadi" Yes, Aku menang dan aku akan berlibur ke Bromo.

Sebenarnya alasan utamaku adalah ingin bertemu seseorang disana. Walaupun aku belum sepenuhnya mengenal pria itu tapi aku merasa begitu dekat denganya. Ya, walaupun saat itu adalah pertemuan singkat dan kami bertemu saat aku akan pulang waktu itu. Aku masih ingat betul senyuman manisnya dan tubuh atletisnya yang di selimuti dengan Army Jacket.
* * *

Penunggang Kuda Tanpa SuaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang