Prolog

234 6 0
                                    

Hai reader... sebelum baca prolognya, dengerin dulu youtube di atas ya. Anggep aja kek openingnya biar tambah greget, thx...

Bentang cakrawala begitu mengerikan. Tidak akan ada yang menyangkal jika mungkin, ini adalah akhir dari dunia. Langit memerah seperti darah, tanah berguncang hebat, gemuruh dari suara teriakan ngeri terdengar di mana pun.

Suara itu, berasal dari tujuh ras yang mendominasi dunia. Mereka berkumpul dengan menggenggam senjata, serta menyuarakan semangat bertarung. Namun dari semangat itu, terpancar dari wajah mereka suatu ekspresi ketakutan yang akan membuat semua orang tahu jika itu hanya gertakan. Apa yang membuat mereka ketakutan adalah bangsa yang memang pantas ditakuti. Bangsa yang dikenal kuat dan suci.

Mereka--ketujuh ras, mendongak, menatap langit dengan mata melotot seakan bola mata mereka ingin melompat keluar setelah melihat bangsa itu, yang menghiasi langit merah.

Bangsa itu, menenteng sabit hitam besar seukuran tubuh mereka, dan melayang di langit menggunakan sayap putih, serta halo yang menghiasi kepalanya. Setiap kepakan sayapnya, bulu-bulu itu akan berjatuhan dengan indah layaknya tetesan cahaya. Bagi ketujuh ras, mereka tidak dapat menyembunyikan perasaan kagum jika bangsa itu memang elegan. Bangsa yang terbuat dari cahaya, yang dikenal sebagai malaikat.

Malaikat tahu, tujuan mereka datang kemari adalah untuk membunuh Tuhan. Karena itu, bangsa malaikat berperan sebagai prajurit garis depan yang menghadang ketujuh ras yang berniat untuk naik ke singgasana Tuhan. Bangsa malaikat tidak akan membiarkan mereka untuk membunuh Tuhan.

Untuk naik ke singgasana Tuhan, mereka--ketujuh ras, harus melewati tujuh langit yang setiap langitnya terdapat gerbang yang dijaga oleh para penjaga gerbang langit. Para penjaga di setiap gerbang langit itu bukan makhluk sembarangan. Tujuh penjaga gerbang langit itu adalah para dewa kematian yang lebih kuat dari malaikat.

Namun tidak perlu sampai sejauh itu, walaupun bangsa malaikat kalah jumlah, malaikat percaya akan mampu mambantai habis mereka yang memaksa naik ke langit ketujuh, tanpa ampun.

Akan tetapi, malaikat cukup ceroboh. Malaikat tidak menduga jika akan ada beberapa orang yang lolos dari penjagaannya. Beberapa orang itu, membuka pintu gerbang langit pertama, dan berupaya naik ke singgasana Tuhan.

Meskipun malaikat terlambat menghadang mereka, malaikat tidak merasa khawatir. Sifat angkuh dan kesombongan yang malaikat miliki karena dianggap sebagai bangsa suci, membuatnya berpikir, jika usaha mereka akan sia-sia karena yang akan menghadang mereka adalah para dewa kematian.

Namun itulah yang diharapkan dari ketujuh ras. Mereka mengalihkan perhatian malaikat agar beberapa orang itu dapat menerobos masuk melewati pintu gerbang langit. Dan beberapa orang itu adalah, para pemilik tujuh senjata terkuat yang dikarunia Tuhan, yang mewakili setiap rasnya.

Akan tetapi, pada kenyataannya, yang melewati pintu gerbang itu tidak hanya tujuh orang, melainkan ada satu orang tidak dikenal yang mengikuti dibelakang mereka.

Pertumpahan darah tak terelakan. Darah dan bongkahan daging berceceran di tanah. Teriakan rasa sakit ketika benda tajam mencabik daging dan meremukkan tulang menggema seisi dunia.

Seiring berjalannya waktu, tempat itu bukan lagi medan perang, melainkan tempat pembantaian. Malaikat tanpa ampun mengayunkan sabit mereka. Memenggal kepala, memotong tangan, memotong kaki, bahkan hingga membuat sebuah tubuh menjadi daging cincang.

Bangsa iblis, dibalik tabir, hanya bergerak sebagai penonton. Mereka menyaksikan pembantaian itu tanpa memihak mana pun. Bagi bangsa yang terkenal jahat, mereka pun dapat merasakan betapa sadisnya pembantaian itu terjadi. Namun tidak ada satu pun dari mereka yang tergerak untuk menolong, seolah-olah peran mereka hanya sebagai saksi dari kedigdayaan bangsa malaikat.

Tiba-tiba, langit merah menjadi gelap. Gelap, sangat gelap, begitu gelapnya hingga membuat semua yang ada di sana seakan jatuh ke dalam jurang tanpa dasar. Tubuh malaikat yang selalu bercahaya, bahkan mampu terlahap oleh kegelapan itu.

Di saat itu juga, perasaan aneh seketika timbul. Perasaan takut yang amat luar biasa. Bahkan, bagi ketujuh ras, perasaan takut ini beribu-ribu kali lipat lebih menakutkan dibandingkan melawan malaikat.

Walaupun sejauh mata memandang tampak gelap, yang bahkan untuk melihat tangan mereka sendiri tidak mampu, tapi mereka dapat menyadari jika malaikat pun merasakan hal yang sama.

Ini mungkin konyol, tapi nyatanya, malaikat yang merupakan bangsa suci, menggigil ketakutan. Lebih buruknya lagi, banyak orang dari ketujuh ras, begitu takutnya hingga tanpa sadar, mereka menggigit bibir mereka sendiri, dan bahkan ada yang sampai mengigit lidahnya hingga putus.

Ketakutan mereka bukan tanpa alasan, melainkan itu berasal dari hawa membunuh yang sangat kuat. Tidak ada yang tahu siapa yang memiliki hawa membunuh yang begitu mengerikan itu. Namun yang jelas, hawa membunuh itu berasal dari langit, yang mungkin itu adalah tempat singgasana Tuhan.

Lalu, seakan mengerti akan ketakutan mereka pada kegelapan, cahaya pun muncul di langit. Cahaya yang begitu terang melebihi terangnya matahari. Cahaya itu begitu hangat, nyaman, dan damai, seolah ingin menghapus ketakutan yang sebelumnya mereka rasakan.

Saat ini, dunia seperti terbagi menjadi dua bagian antara cahaya dan kegelapan. Dua kekuatan itu seakan saling beradu untuk menguasai dunia ini. Walaupun mereka tidak melihat pertarungan itu secara langsung, tetapi mereka dapat merasakan jika pertarungan itu sangat sengit, hingga akhirnya muncullah sebuah ledakan yang amat sangat dahsyat.

Dari ledakan itu, langit seakan terbelah, dataran berguncang seperti mesin yang bekerja ekstra keras, dan angin menghempaskan mereka seakan mereka hanyalah serpihan debu yang tak berarti.

Setelah semua itu berakhir, keadaan menjadi hening. Tidak ada sedikit pun suara yang terdengar, seakan semua yang ada di sana menahan nafas mereka.

Bangsa malaikat yang sebelumnya selalu melayang di langit, tiba-tiba terjatuh seakan sayap-sayap mereka telah patah. Mereka jatuh, berlutut seperti sedang memanjatkan doa. Mereka menangis pilu, serta menyuarakan nama Tuhan. Tangisan mereka begitu menggema penuh kesedihan, seakan mereka adalah makhluk yang tak berdaya.

Bagi ketujuh ras, tidak ada yang tahu alasan mengapa tiba-tiba malaikat tampak begitu lemah. Mereka seperti anak kecil yang telah kehilangan orang tuanya. Namun, bagi ketujuh ras, mungkin ini adalah kesempatan bagi mereka untuk melakukan serangan balasan, hingga akhirnya mereka tidak menyia-nyiakan kesempatan itu.

Keadaan pun berbalik. Dengan terhuyung-huyung, ketujuh ras mengangkat senjata mereka, berbalik mambantai habis para malaikat. Tidak ada perlawanan yang berarti dari bangsa malaikat, seakan mereka telah mempasrahkan hidupnya untuk direnggut dengan paksa.

Tak lama setelah mereka memusnahkan bangsa malaikat, pintu gerbang langit terbuka. Tujuh sosok yang memiliki ciri-citi fisik yang berbeda dari satu sama lain, berjalan melewati pintu gerbang langit dengan perasaan bahagia, walaupun tubuh mereka tampak lelah serta banyak terdapat luka. Namun, itu tidak menghalangi mereka untuk mengumandangkan kemenangan mereka, bahwa mereka telah berhasil membunuh Tuhan.

Dengan ini, tujuan mereka telah tercapai. Dengan membunuh Tuhan, mereka berharap, kedamaian akan tercipta untuk selamanya.

Namun, akankah dengan tidak adanya Tuhan, dunia ini akan tercipta seperti apa yang mereka harapkan? Jawabannya adalah...

Senjata Pembunuh TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang