un(1) : Roti Oven

10.1K 441 43
                                    


Chapter 1 : Roti Oven

"Orang yang suka ngjudge? Cuekin aja, kan dia jadi dapet kerjaan dan lo dapet pahalanya."

"Happy birthday Senja, happy birthday Senja, happy birthday, happy birthday, happy birthday Senja~"

Nyanyian kompak terdengar saat Senja baru saja masuk ke dalam ruang kelasnya.

"Happy sweet seventeen, honey." ucap pria di balik roti ulang tahun berwarna peach kesukaan Senja.

Gadis itu terdiam, matanya mulai menjelajah seluruh ruang kelas beserta teman-temannya.

Papan tulis sudah penuh dengan tinta berwarna bertuliskan kata-kata yang penuh dengan pesan kasih sayang, dinding-dinding berhiaskan pita dan balon warna-warni, ada beberapa orang yang membawa terompet-terompet kecil.

Senja mengeryitkan keningnya, terdengar bisikan bahkan tawaan yang terkesan mengejek dari teman-teman sekelasnya. Senja tahu hal ini sangat berlebihan, apa lagi mereka sudah duduk di kelas dua belas. Dia merasa sangat malu dengan ulah kekasihnya. Dia kesal.

"Tiup dong!" pinta pria itu.

Senja tersadar dari pemikirannya lalu menghela napas,
"Naufal..." ucapnya berjeda membuat pria bernama Naufal itu mengangkat kedua alisnya, "kita putus." lanjut Senja, dia pun melangkah keluar dari kelasnya tanpa berniat untuk meniup lilin yang menyala tadi.

"Liat tuh, ini cowok ke berapa yang dia putusin?" bisik seseorang kepada teman di sampingnya.

🍑🍑🍑

Ini masih jam pelajaran, kaki Senja terus bergerak menelusuri lorong yang sangat sepi. Dia ingin segera sampai di kantin untuk membeli es krim, menenangkan rasa kesal dan pusingnya akibat Naufal. Senja tidak habis pikir karena Naufal melakukannya di saat jam pelajaran biologi milik Bu Endang yang kosong.

Dia memilih pergi karena tidak ingin merasa bersalah dan memberi waktu pria itu untuk membersihkan masalahnya sendiri.

"Senja tungguin!" pinta gadis berponi rata yang berhasil menyamakan langkah kakinya dengan Senja.

Yang dipinta malah memainkan bola mata dan menirukan ucapan gadis itu tanda mengejek.
"Rere, ngikut aja lo." ucap Senja kemudian.

"Biarin, kan cuma gue sahabat terbaik lo." balasnya seraya merangkul lengan teman yang sudah dikenalnya hampir tiga tahun ini.

Benar, Senja juga merasa hanya Rere-lah yang mengenal dan memahami sifat Senja. Meskipun teman sekelasnya juga banyak, tapi teman yang suka menggosipkannya juga banyak. Senja sudah terkenal dengan sebutan playgirl, karena mudah menerima pernyataan cinta dan mudah juga untuk memutuskan hubungan itu. Tapi, Rere tetap mendampinginya disaat orang-orang kadang hanya berpura-pura baik di depannya.

Rere tahu, Senja pasti memiliki alasan tersembunyi mengapa dia terbiasa untuk melakukan hal seperti itu, meskipun Rere sendiri tidak pernah diberitahu dan Rere juga tidak ingin mengungkit. Senja bisa sedih, itu yang Rere pikirkan.

🍑🍑🍑

Kantin terlihat sangat sunyi karena hanya ada mereka berdua di tempat ini. Kantin di sekolah ini terbilang sangat luas bahkan para penjualnya tidak ada yang berkeliaran karena mereka sudah ditempatkan di dapur yang ada di balik kaca, jadi para siswa-lah yang mengantri dan mengambil makanan mereka sendiri.

Rere meletakkan nampan yang sudah berisi makanan di atas meja panjang, lalu dia duduk tepat di hadapan Senja yang sedang asyik menikmati es krim cokelatnya.

"Menu hari ini ayam tepung. Iya sih enak, tapi sayurnya banyak banget. Nggak seimbang nih. Masa nasinya 30%, kuah 10%, telur goreng 10%, ayam 10%, sayurannya 40%. Nggak cocok sama harganya." protes gadis itu.

Senja menatap Rere kesal,
"Nyinyir aja lo, menurut gue malah cocok." balas Senja.

"Kan gue nggak suka sayur, Senja..." ucapnya seraya memilah-milah sayuran yang penuh dengan warna mencolok.

Sayur yang sudah diolah boleh kali ya, masih sedikit enak juga. Tapi ini sayur mentah, pahit. Rere benar-benar tidak suka.

"Rere, lo segitu nggak suka ya sama sayur? Lo lupa kita tuh ambil jurusan apa?" tanya Senja tak mau kalah seraya mengangkat kedua alisnya, menunggu jawaban dari Rere.

"Farmasi." balasnya lirih lalu melahap sayuran itu dengan cepat, menelan dengan rasa mual yang mendadak muncul dari dalam perutnya, dia ingin Senja puas sudah memojokkannya.

Benar saja, Senja tertawa keras jika sudah menang dari adu mulutnya dengan Rere. Gadis itu segera meminum air mineralnya,
"Seneng banget liat temen tersiksa." celoteh Rere, Senja mengangguk-angguk sangat menyetujui pernyataan itu.

"Eh lo tau, si Naufal tadi ekspresinya kayak gimana pas lo pergi gitu aja?" tanya Rere cekekehan.

Senja yang memasukkan sisa es krim ke dalam mulutnya pun berdecak,
"Lah mana gue tau, kan gue udah nggak di situ. Ya.. kalo aja gue punya jurus bayangan. Aneh banget pertanyaan lo." balasnya sarkas.

Rere menyendok kembali nasinya,
"Iye-iye gue salah. Fyi ya, dia tadi langsung matung gitu. Kaget. Dia udah keluar uang banyak, eh lo-nya cuek bebek gitu, mutusin pula." ucap Rere lalu tertawa.

"Cowok alay jadi males gue." balas Senja.

"Kalo lo tau dia terkenal alay, kenapa lo terima?" tanya Rere.

"Serah gue lah." sahutnya ketus.

Jawaban itu lagi, Rere paham atau mungkin Rere sudah terbiasa.
"Untung aja, jamkos. Untung juga nggak ada wali kelas kita yang suka muncul tiba-tiba kayak biasanya. Kalo ada, mampus kena omel." lanjutnya lalu melahap sisa makanannya.

"Siapa wali kelasnya?" tanya seseorang yang baru datang dan berdiri tepat di belakang tubuh Rere.

Gadis itu menghabiskan minumannya,
"Pak Bima lah, siapa lagi." balasnya tanpa menoleh.

Senja menghela napas seraya menunduk dan menutup wajahnya dengan telapak tangannya, dia menyerah mengisyaratkan sesuatu pada Rere.

"Rere, Senja, jam istirahat nanti langsung ke kantor guru. Kita bahas tentang apa yang diomongin Rere tadi dan bahas kenapa kalian ke kantin di jam pelajaran gini." ucap pria itu.

Dia Bima, guru magang yang baru satu bulan bekerja di sini. Sekolah SMK Bangsa adalah sekolah milik kakak Bima, jadi dia diberi tanggung jawab untuk menjadi guru matematika dan menggantikan wali kelas XII Farmasi 1 yaitu Bu Nurul yang sedang cuti karena melahirkan.

Kalau diamati, Bima memang mempunyai paras yang tampan dan terlihat muda karena masih mahasiswa semester tiga di kampusnya. Dia banyak penggemar tapi murid-muridnya sendiri tidak suka kepadanya karena sikap ikut campur, suka menghukum, dan sikap sok kegantengannya.

"Iya, Pak." balas Rere dan Senja bersamaan, pasrah karena tidak ada cara untuk menghindari omelan guru muda itu.

Sebelum Bima melangkah pergi, kakinya berhenti sejenak. Dilemparnya sesuatu yang sempat dia ambil dari dalam saku jasnya, Senja pun menangkap dengan sempurna. Gadis itu menatap dengan heran makanan berbungkus plastik yang sudah ada di tangannya.

"Selamat ulang tahun." lanjut Bima lalu pergi keluar dari kantin.

Senja kembali teringat kejadian beberapa tahun yang lalu disaat dia dipeluk Bima, kejadian yang sangat memalukan sekaligus menyebalkan. Senja meletakkan roti itu di atas meja.
"Roti oven harga lima ribuan." ucap Senja datar.

A/n
Bima sengaja kali ya minta magang di sekolah Senja?

Gimana bagian 1? Suka nggak sih? Kritik dan saran kalian sangat membantu :)

Terima kasih sudah mampir di coretan ane :)

My Teacher, My BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang