vingt quatre(24) : Bukan boneka

4.2K 164 3
                                    


"Kalo aku bilang 'aku kebelet nikah' konyol banget ya?" tanya Bima setelah melepaskan bibirnya dari bibir Senja.

Gadis itu terdiam lalu mengangkat kedua alisnya tanda tidak paham dan sedikit bingung.

Bima menggeram gemas seraya memeluk tubuh gadis di hadapannya ini dengan manja.

"Tolong ya, jangan tinggalin aku, aku pengen sama kamu terus.."

Author: dasar bucin.

"Bukannya bapak yang ninggalin?" goda Senja.

"Jangan panggil bapak!"

Back to topic
"Iya maaf, ternyata yang aku pikir itu buat kebaikanmu justru bikin kamu lebih tertekan." balas Bima yang enggan melepas pelukannya.

Pria itu menghela napasnya,
"Janji ya, kamu nggak akan self injury lagi. Alasan apapun itu." lanjutnya.

Senja terdiam.

Bima beralih berbaring di sebelah gadisnya.
"Tolong terus anggap aku sebagai rumah. Lampiasin semua ke aku, Senja." ucapnya.

Dengan cepat Senja kini yang berada di atas Bima, dengan tumpuan tangannya, gadis ini menatap bola mata Bima dalam-dalam.

Bagaimana bisa, orang yang jelas-jelas sudah melukai Senja, dengan mudah meluluhkan dan menyembuhkan hati Senja? Apa memang rasa cinta Senja terhadap Bima tidak berkurang sedikitpun?

"Kalo aku bilang 'aku kebelet nikah' konyol banget ya?" ucap Senja mengulang perkataan Bima.

"Aaa.. kalo malam ini ngelakuin lebih dari ciuman boleh gak sih??" ujar Bima seraya menggeliat seperti bocah.

Takk!!

"Aduh!" pekik Bima yang langsung melotot mendapat sentilan keras di dahinya.

Senja meniup ujung jari-jarinya karena berhasil menghentikan tingkah Bima itu.

"Dasar, isi otak udah mesum! Pikirin dulu gimana kita ketemu ayahku besok!" lanjutnya sambil membenahi posisinya untuk duduk di pinggir kasur.

Bima ikut duduk lalu mengusap puncak kepala Senja, "kamu tidak usah berpikir berat, itu sudah menjadi urusanku, tolong percaya padaku, sayang.."

"Ihh.. aku merinding.." balas gadis itu seraya mengusap-usap kedua lengannya.

"Lah kenapa?"

"Baru kali ini, kamu panggil aku gitu, aku belum terbiasa."

Bima tertawa, "masa sayang? Ah sayang lebay nih, sayangnya panggil sayang kok pura-pura malu gitu sayang? Sini peyuk duyu sayangnya."

Sumpah, Bima yang suka jahil kembali muncul.

"Stoppppp!" pekik Senja sedikit menjauh.

"Utukutuk sayangku sini cium sayangnyaa.."

"Nggak nggak nggakkkkk."

🍑🍑🍑

Beberapa cangkir berisi teh hangat telah mendarat tepat di hadapan Bima dan Senja. Lia menjatuhkan pantatnya di sofa dengan mata yang tidak lepas dari kedua orang di depannya ini membuat Senja semakin gugup tak karuan. Apalagi dengan nafas berat milik ayahnya yang terlihat tidak suka mengetahui Senja membawa Bima ke rumahnya. Rasanya Senja tidak berani menatap mata menakutkan itu lagi, karena terbayang masa kecilnya yang penuh luka karena ayahnya sendiri.

"Apa maksudnya ini?" tanya Gilang seraya melempar kertas berlogo kampus baru Senja.

"Senja lolos di universitas negeri." balas Senja setenang mungkin.

"Kamu pilih jurusan pendidikan kimia, bukan farmasi seperti yang ayah suruh!" bentaknya.

Senja mengepalkan genggamannya seraya menunduk.

Bima yang melihat itu, ingin rasanya menggenggam tangan Senja saat ini juga. Tapi waktunya belum tepat.

Senja menarik nafas dalam lalu mendongak,
"Pada akhirnya, Senja akan memilih jalan Senja sendiri, Senja bukan boneka ayah!" balas Senja dengan mata merah karena menahan air matanya.

Lia yang melihat anaknya seperti ini langsung meraih tangan Senja dan menepuk-nepuk punggung tangan itu sebentar untuk menenangkan.

"Ini hidup Senja, Yah." lanjut Senja lebih pelan.

Lia menghela nafasnya.

"Kamu ambil jurusan ini mau jadi apa?!" bentak Gilang lagi.

"Senja akan mewarisi sekolah milik ayah saya." sahut Bima.

Lia dan Gilang seketika menoleh ke arahnya.

"Ini siapa ini? Beraninya ikut campur masalah keluarga saya?!"

"Tenang dong, Yahhhh.." pinta Lia.

"Maksud Bima apa?" tanya Lia lembut.

Bima sedikit melirik Senja yang terlihat sudah pasrah,
"Saya dan Senja akan bertunangan 2 bulan lagi."

"Apa??!!" ucap Gilang tak percaya.

"Kamu nggak macem-macem kan ha?! Kamu nggak lagi hamil kan? Kenapa seenaknya bilang mau tunangan? Umur belum nyampe 20, kamu nggak apa-apain anak saya kan?!" lanjutnya.

"Senja tidak hamil om, ini keingin ayah saya untuk kami cepat bertunangan." jawab Bima sopan.

"Senja, apa keputusanmu ini menurut kamu yang terbaik?" tanya Lia.

Senja mengangguk, "ibu sudah tau bagaimana Bima dan ibu juga tau bagaimana keinginan Senja untuk membuktikan bahwa Senja bisa sukses nantinya."

Lia tersenyum bangga mendengarnya, "baiklah, ibu setuju. Asal Senja dan Bima bahagia."

Gilang menoleh, tidak percaya dengan ucapan istrinya.
"Senja, kamu jangan main-main sama ayah ya! Kamu nggak bisa seenaknya ambil keputusan gini!" ucapnya.

"Apa? Ayah mau main tangan lagi? Inget ya, Yah, semakin ayah kasar sama Senja semakin Senja membantah kata-kata ayah!" sahut Senja.

"Tenang Senja.." pinta Bima yang langsung merangkul Senja.

"Ayah.. sekali ini saja, tolong kasih kesempatan Senja untuk buktiin ke ayah, Senja bisa mandiri dan sukses dengan pilihan Senja sendiri." ucap Senja.

Gilang terdiam.

"Maaf, om. Bukannya saya ikut campur, tapi saya ingin mengingatkan bahwa semua orang yang semakin bertambah umur semakin membutuhkan bantuan orang lain. Saya tidak ingin Senja terus memupuk rasa bencinya lalu melepaskan tanggung jawabnya sebagai anak. Saya harap dengan menerima keputusan Senja, om bisa lebih mengerti perasaan Senja." jelas Bima.

"Dan untuk bertunangan dan pernikahan nantinya, saya berjanji untuk terus menjaga dan mendukung Senja, karena saya sangat mencintai anak om." lanjutnya.

Gilang menunduk nampak berpikir. Lia terus mengusap punggung suaminya ini dengan hangat. Rasanya ucapan anak remaja di depan mereka benar-benar membuka jalan pikir Gilang, Lia merasa bersyukur jika memang benar suaminya perlahan berubah demi Senja.

"Tolong tanggung jawab dengan apapun keputusan kalian." balas Gilang lalu beranjak dari duduknya.

Lia tersenyum mendengarnya.

Tbc lagi ya gaess

My Teacher, My BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang