Chapter 7 : Menghindar"Menghindar nggak bikin kamu terlepas dari semua masalah."
-Bima Johannes-Rere terlihat kebingungan saat menghampiri Rio dan Dido yang sedang duduk bersandar di depan pintu perlengkapan seraya memainkan game online mereka.
Bagaimana tidak merasa bingung jika melihat temannya berada di tempat ini berduaan? Rere tahu mereka bersahabat tapi kalau di mana saja dan kapan saja mereka selalu bersama, orang awam pasti mengira mereka pacaran. Kan nggak lucu.
"Bisa nggak duduknya nggak dempel gitu?" sindir Rere yang baru sampai di dekat dua pria tadi.
Dido mendongakkan wajahnya lalu berdecak ketika melihat gadis yang berbicara tadi adalah Rere, "Dateng-dateng bikin rusuh." balasnya kemudian.
Rere memutar bola matanya, sebal karena percuma memberitahu pria-pria itu.
"Lo berdua tau Senja ke mana nggak?" tanyanya.
Rio dan Dido langsung saling tatap, mengingat bahwa Senja sedang mereka kunci bersama Sena di dalam ruang perlengkapan di belakang tubuh mereka.
"Eh! Gue tadi nanya, kok kalian malah lirik-lirikan sih?" lanjut Rere mulai kesal.
Terdengar hentakan sepatu mengarah ke arah mereka dan memperlihatkan sosok Sena yang langsung membungkuk mengatur napas setelah berlari.
Dido terbelalak, "Lah lo kok di sini?" tanya Dido tak percaya lalu beranjak dari duduknya.
Dia yakin sekali Sena sudah masuk bersama Senja tadi.
"Tadi gue ke toilet dulu. Gimana Senja?"
Rio yang masih fokus dengan ponselnya pun berdiri lalu mengarahkan dagunya ke ruang perlengkapan.
Rere memahami maksud Rio, "Lo mau apain Senja, Ha?!" bentaknya pada Sena.
Dia segera menerobos tubuh pria-pria itu lalu membuka kunci dan pintu ruangan pun terbuka.
Tubuh Senja ada di baliknya. Namun keempat orang itu terkejut ketika Bima berdiri tepat di belakang gadis yang saat itu terlihat menundukkan wajahnya.
Senja segera melangkahkan kaki tanpa sepatah kata. Rere sempat bingung lalu mengekor ke mana saja arah kaki Senja membawa mereka.
Bima mengela napasnya ketika menyadari Senja berubah karena kejadian tadi, seharusnya dia tidak menaruh bola di rak itu, seharusnya dia tidak menatap mata Senja, dengan begitu mungkin hal tadi tidak akan terjadi.
Dia takut kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi antaranya dengan Senja, maupun antaranya dengan kerja magangnya di SMK Bangsa ini.
Bima menggigit bibir bawahnya sebentar lalu berpaling ke arah Sena, Rio dan Dido dengan tatapan membunuh.
"Kalian lagi..." ucapnya menggantung.
Pria itu menarik telinga ketiga muridnya satu persatu,
"...ikut bapak ke kantor guru!" lanjutnya.🍑🍑🍑
Bel jam istirahat berbunyi, beberapa siswa berhamburan keluar kelas untuk mengisi perut mereka. Hari ini memang bebas karena adanya kegiatan kerja bakti, tapi mereka harus tetap menaati jam pulang sekolah meskipun semua pelajaran dikosongkan.
Hal itu membuat setiap kelas ramai bukan main, tak terkecuali dengan kelas XII Farmasi 1, kelas Senja. Mulai dari dia masuk sampai dia bangun dari tidurnya, kelas itu masih terdengar kacau bak pasar tradisional.
Senja yang mulanya menenggelamkan wajah dalam lipatan tangannya, kini mendongak seraya menghela napas sangat panjang, mencoba menghilangkan rasa kesalnya karena Bima.
Rere terus melihat gelagat aneh dari temannya, dia curiga ada apa-apa antara Senja dan Bima di tempat tadi. Tapi tidak ada gunanya kan kalau hanya menduga-duga?
"Lo kenapa?" tanya Alex yang mendadak muncul di hadapan Senja.
Rere bersyukur Alex datang di waktu yang tepat.
"Ada masalah?" lanjut Rere pada gadis itu.
Senja menatap Alex dan Rere dengan tatapan lelah secara bergantian. Rasanya tidak mungkin kalau dia menceritakan kejadian itu, mengingat bahwa Bima adalah guru bahkan wali kelas Rere dan Senja sendiri.
"Gue ke toilet dulu." alihnya lalu beranjak dari bangkunya, diapun berjalan keluar dari kelas.
Gadis itu masih sibuk dengan pemikirannya, kakinya pun terus bergerak melewati lorong dan dia juga tidak peduli dengan orang-orang yang menyapanya. Masalah keluarganya, masalah kuliahnya kedepan, masalah ujian praktik kejuruan sampai ujian nasional yang akan dia hadapi, sekarang ditambah masalahnya dengan Bima? Rasanya Senja ingin berteriak keras saat ini juga.
Tapi, apakah dengan berteriak dapat menghilangkan sedikit bebannya? Apakah dengan orang-orang yang mengetahui bahwa dia banyak masalah dapat sedikit membantunya? Senja pikir itu akan percuma, jadi dia akan tetap begini, menjadi Senja yang terlihat masa bodoh dengan apapun.
Iris mata Senja sedikit bergetar saat Bima terlihat berjalan melewati lorong ini juga, perlahan semakin dekat jarak antara mereka, hingga mereka berpapasan, Senja memilih untuk memalingkan sorot matanya ke arah lain, berharap Bima tidak mengungkit hal mengesalkan sekaligus memalukan itu.
Kaki Bima berhenti, diapun membalikkan badannya. "Senja!" panggilnya.
Namun gadis yang ia panggil tidak menggubris bahkan terlihat buru-buru masuk ke dalam toilet.
Bima kembali terdiam.
Kejadian itu sebuah kecelakaan tapi jelas sekali Senja berusaha menjauhkan diri darinya.
🍑🍑🍑
Senja mengepalkan tangan dengan sangat erat, dia sudah lama menatap pantulan dirinya di cermin lebar di dalam toilet ini.
Perlahan dia mulai menghidupkan kran di wastafel lalu meraih air itu dengan telapak tangan dan mulai mengusap-usap bibirnya.
Ciuman pertamanya sudah diambil Bima, seorang guru yang sejak awal berhasil mengusik kehidupan Senja.
Tidak puas dengan hanya membersihkan bibirnya, Senja pun membilas wajahnya beberapa kali, dia ingin melupakan tatapan dan ciuman Bima beberapa saat yang lalu.
A/n
Susah juga sih ya, apa lagi guru sendiri. Duhhh
Btw, Pak Bima cakep pake kacamata?
Segini dulu ya, maaf gak seperti biasa hehe. Soalnya ada kejutan buat chapter selanjutnya heheheheh. Ditunggu ya...
KAMU SEDANG MEMBACA
My Teacher, My Boyfriend
Teen Fiction[Completed] Bagaimana jika gurumu sendiri menyukaimu? Senja, hidupnya benar-benar menjadi tidak tenang. Senja sering merasa kesal jika gurunya bertingkah seenaknya. Gurunya ini selalu ikut campur, selalu menggoda, selalu sok keren plus sok ganteng...