Chapter 11 : Senja"Senjaku lebih cantik dari senja yang kita lihat sore tadi."
-Bima Johannes-Botol minum diputar Leo lalu berhenti tepat menunjuk ke arah Rio yang terlihat malas karena terpaksa ikut bermain permainan seperti ini. Semua menatap dirinya dengan tatapan jahil, pasalnya sebagian besar orang di kamar ini menyimpan rasa penasaran karena sikap sok kalem dan pendiamnya Rio terutama para gadis, ada juga yang kesal dengan hal itu terutama para pria.
Baiklah, hanya boleh bertanya satu pertanyaan dan mereka memikirkannya dengan sangat matang. Pertanyaan apa yang sekiranya akan membuka rahasia besar dari orang bernama Rio ini?
Tiba-tiba Dido berdeham, membuatnya menjadi pusat dari tatapan teman-temannya. "Gue aja yang nanyain." ucap Dido.
Mampus. Rio tanpa sengaja menegakkan punggung untuk mendengar sohibnya ini. Bagaimanapun juga, meskipun Rio sangat tertutup tapi tetap saja pria di hadapannya ini adalah sahabatnya sendiri, tidak menutup kemungkinan Dido tahu apapun tentang dirinya tanpa harus dia beritahu.
"Gue tau, ada orang yang diem-diem lo suka di sini," ucapan itu langsung membuat seisi kamar berbisik-bisik karena penasaran, "tapi karena gue baik, coba lo jawab aja pertanyaan gue ini dengan jujur daripada gue sendiri yang bongkarin. Siapa cewek itu?" lanjutnya.
"Skakmat coyyy.." sahut Bagas seraya menatap raut wajah Rio yang menegang.
"Jawab, jawab!" ucap Sinta, rasa penasarannya sudah memuncak, begitu pula dengan teman-teman di sekitarnya yang membuka lebar pendengaran mereka.
"Gu.. gue..." ucap Rio menggantung, tatapannya tak tentu arah. "Gue suk.. suka sama—"
"Minggir! Minggir! Gue mo lewat!" celetuk Senja, membuat seisi kamar ini menghela napas bersamaan. Senja terheran, "kenapa?" tanyanya dengan tampang tanpa dosa.
"Ish, kita-kita main ke kamar lo sama Rere, eh lo-nya malah pergi? Mau ke mana sih?" tanya Nea, namun Senja hanya masa bodo lalu pergi begitu saja.
"Temen lo kenapa sih, Re?" Rere langsung menoleh ke arah Leo lalu menggeleng isyarat tidak mengerti.
"Lanjutin bego!" pekik Dido pada Rio.
🍑🍑🍑
Senja menghela napasnya sangat panjang setelah melihat pemandangan indah di depannya, baru kali ini dia bisa merasa begitu tenang dan melupakan sejenak masalah-masalahnya.
"Suka?" tanya Bima yang sedari tadi tidak henti menatap gadis ini.
Dia tersenyum lalu menoleh ke arah Bima, "Siapa sih yang nggak suka liat senja?" balasnya, Bimapun memasukan tangannya di saku celana.
"Rasanya nama 'Senja' tidak pantas untuk saya."
"Kenapa?" tanya Bima heran.
"Lihat senja di hadapan kita, banyak orang kagum dengan keindahannya. Sedangkan saya? Justru lebih banyak orang yang membenci karena paras dan sifat saya." lanjut Senja, dia menurunkan badannya untuk duduk di atas rerumputan tebing lalu melipat dan memeluk kedua lututnya.
Bima mengikuti Senja untuk duduk, "Kamu hanya tidak paham cara mengungkapkan apa yang kamu rasakan, saya tau kalau Senja di samping saya ini memiliki 100x keindahan lebih dari senja yang saat ini kita pandang. Itulah kenapa saya langsung jatuh hati di saat kita bertemu untuk pertama kalinya." ujar Bima lalu sedikit terkekeh.
"Pelukan itu, dua tahun yang lalu?" Bima mengangguk membenarkan pertanyaan Senja.
Senja kembali menatap ke depan, "Bapak tau? Seindah-indahnya senja dia cuma sebentar." ucapnya, Bima terdiam sebentar.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Teacher, My Boyfriend
Teen Fiction[Completed] Bagaimana jika gurumu sendiri menyukaimu? Senja, hidupnya benar-benar menjadi tidak tenang. Senja sering merasa kesal jika gurunya bertingkah seenaknya. Gurunya ini selalu ikut campur, selalu menggoda, selalu sok keren plus sok ganteng...