Chapter 18 : Cinta Pertama"Katanya yang paling susah dilupakan."
"Senja?" sapa seorang pria di hadapan Senja dengan raut wajah heran.Dia menelan ludahnya,
"Dii...dimas?"Langit-langit ruangan ini serasa runtuh menghantam tubuh Senja yang langsung gemetar. Hatinya berdetak tidak seperti biasanya.
Pria bernama Dimas itu mendaratkan tangannya di pundak Senja dan dengan cepat Senja menepis, matanya masih menatap mata hitam sayu milik Dimas.
Dimas yang tadinya terkejut, kembali menetralkan raut wajahnya.
"Udah lama, kita nggak ketemu." ucapnya lalu tersenyum.Senja masih diam.
"Gue denger lo sering ganti pacar,"
Senja mulai mengeryitkan wajahnya.
"Apa itu gara-gara gue?" lanjutnya dengan tatapan yang mendadak tajam.
Kaki Senja terasa lemas. Dia pikir, dia sudah berhasil melupakan Dimas berkat Bima. Tapi, setelah kepergian Bima, hatinya belum pulih benar dan dia harus bertemu dengan Dimas yaitu cinta pertamanya?
Gadis itu melipat kedua tanganya, lalu tersenyum smirk. Berusaha mengontrol raut wajahnya. Dia tidak ingin terlihat lemah.
"Begitu? Lo peduli?" balasnya santai lalu berbalik, melangkah pergi.Dimas menatap kepergian Senja dengan kepala penuh pertanyaan yang belum terjawab oleh gadis itu.
Senja terus menghindarinya.
🍑🍑🍑
5 tahun yang lalu, lebih tepatnya kelas 1 Sekolah Menengah Pertama.
Tangan Senja terus meraba seisi tas karena mencari keberadaan topinya. Hari itu hari pertama Masa Orientasi Siswa dan kesalahan terbesar Senja karena sudah melupakan salah satu atribut seragamnya.
Gadis yang sedang duduk di dalam barisan itu pasrah dengan apa yang akan dia dapatkan setelah ini, dia pun menundukkan kepala.
"Adik-adik yang lupa bawa atribut, angkat tangan ya?!" ucap ketua OSIS yang berada di depan peserta MOS.
Dengan ragu tangan Senja terangkat, namun seseorang melemparkan sesuatu padanya lalu menurunkan paksa tangan gadis itu.
Senja kebingungan, dia mendapati sebuah topi sudah berada di pangkuannya. Kepalanya menoleh ke arah orang di sampingnya, yang sedang memegang tangan Senja, yang terlihat mengangkat tinggi tangannya sendiri.
Apa pria itu berusaha menolong Senja dengan cara seperti ini?
"Tolong yang angkat tangan maju."
Senja mendongak bersamaan pria itu yang beranjak. Matanya pun terus mengikuti.
"Kenapa tidak membawa?"
"Lupa, Kak." balasnya.
"Nama kamu siapa?"
"Dimas."
"Dimas?" gumam Senja lalu menatap topi yang sudah dia genggam.
— — —
Senja yang sedang duduk di dalam ruang kelas terus menatap keberadaan seseorang. Lebih tepatnya ke arah Dimas.
Beberapa hari setelah kejadian itu dan kegiatan MOS telah usai, bahkan hari-hari telah berlalu Senja yang terus sekelas mulai dari masa orientasi sampai mulainya pelajaran tidak ada keberanian untuk menyapa Dimas.
Seseorang menepuk bahu Senja dengan keras dan membuat gadis itu gelagapan.
"Aku lihat, kamu sering perhatiin Dimas." ucap Caca.Senja mengalihkan pandangannya lalu pura-pura menyimak penjelasan dari guru di depan kelas serta mencatat sesuatu di buku tulisnya.
Sebenarnya, Senja sangat khawatir saat ini.
"Apa kamu suka Dimas?" terka gadis itu dan membuat seisi kelas menoleh ke arah Caca dan Senja, tidak terkecuali dengan Dimas.
Bukan anak kecil namanya jika tidak ada kejadian 'cie-cie' di kelas mereka dan Senja mendapatkannya, dia sangat malu.
— — —
Gadis itu melangkahkan kakinya menuju kantin. Keluar dari ucapan tidak masuk akal Caca, apa benar Senja memiliki rasa pada Dimas hanya karena terus memperhatikan pria itu?
"Senja?" panggil seseorang.
Senja berhenti lalu memutar tubuhnya. Pria yang tadinya berlari terlihat menghentikan langkahnya setelah menghadap Senja.
"Boleh bicara?" tanyanya.
Gadis itu mengangguk kikuk.
"Apa maksud Caca tadi?"
Senja mengulum bibirnya, sorot matanya tak tentu arah. Dia tidak berani menatap mata pria ini.
"Caca salah paham, aku perhatiin kamu karena bingung mau kembaliin topi dan ucapin terima kasih ke kamu gimana." jelasnya.
Dimas terlihat memikirkan sesuatu.
Langsung saja Dimas meraih tangan Senja dan menariknya, berlari memasuki kelas mereka, Dimas terlihat tidak memperdulikan teman-teman yang menatap.
Mereka berhenti tepat di dekat bangku Senja.
Dimas melepaskan genggamannya lalu menunjuk tas Senja.
"Ya udah kembaliin terus ngomong." ucapnya.Senja membuka tasnya lalu meraih topi berwarna biru tua dan menyerahkan pada pemiliknya,
"Makasih ya?"Dimas menerima topi itu lalu memakainya,
"Ada lagi?"Senja terlihat bergumam seperti menyusun kata-kata.
"Itu... kenapa kamu kasih topi itu dan mau buat dihukum?" tanya Senja.Pria itu tersenyum,
"Nggak tau, pengen aja.""Mudah kan? Lain kali, kalo ada sesuatu, entah itu pertanyaan, pernyataan, jawaban, atau keraguan. Kamu bisa ngomong, ucapin apa yang kamu mau. Ya?"
Senja terbelalak saat tangan Dimas menepuk beberapa kali puncak kepalanya.
Setelah langkah Dimas menghilang, Senja merasakan detak jantungnya berpacu dengan cepat, dia meremas kerah bajunya merasakan hal seperti ini. Wajahnya merah tersipu.
Tunggu nextnya^^
KAMU SEDANG MEMBACA
My Teacher, My Boyfriend
Teen Fiction[Completed] Bagaimana jika gurumu sendiri menyukaimu? Senja, hidupnya benar-benar menjadi tidak tenang. Senja sering merasa kesal jika gurunya bertingkah seenaknya. Gurunya ini selalu ikut campur, selalu menggoda, selalu sok keren plus sok ganteng...