18) Maaf Untuk Cintamu

203 16 0
                                    

Suara baling-baling Helikopter dibawah sana menyita perhatian Ica. Ia tau, itu pasukan Wijaya yang dipanggil papanya.

Tiga orang dari pasukan itu memanjat dinding, memberi aba-aba pada Ica.

"Nona, jatuhlah. Kami akan menangkap!". Ujar mereka. Tanpa melewatkan sedetikpun, Ica menjatuhkan tubuhnya sebelum siapapun sadar.

Hal yang ia dengar, adalah bagaimana pekikan frustasi papanya, dan suara baku tembak diatas sana.

Semoga papanya juga selamat.

Dan dibawah, tubuh Ica sudah ditangkap oleh dua pasukan itu, sementara satunya lagi memotong tali yang melingkar di leher Ica.

"Nona muda selamat, kembali ke titik pertemuan".

Tak berapa lama, Helikopter itu datang mendekat, menjemput Ica dan tiga orang pasukan yang masih menggantung di dinding.

"Tim empat, masuk. Nona muda selamat, kembali ke titik kumpul".

Sementara Ica, telah sepenuhnya kehilangan kesadaran. Rasanya ia tidak lagi bisa bernafas.

***

     Sudah 4 minggu Ica berada di rumah sakit. Rasanya sangat membosankan. Pagi sarapan, bengong. Siang makan, bengong. Malam makan, bengong.

"Ma Ica kapan pulang? Ica bosan, mama". Rengek Ica sekali lagi.

"sabar ya sayang, kamu belum pulih total". Ujar mama.

"udah sehat kok. Ini tangan ica udah enggak ngilu lagi. Ini udah 4 abad mama". Rengek Ica lagi dan lagi.

"4 abad apanya, ini baru 4 minggu". Tukas mama dengan nada meledek.

"tapi rasanya udah kayak 4 abad tau". Ujar Ica sembari melengkungkan bibirnya. "Pulang ya ma? Ya ya?".

"yaudah yaudah, mama tanya dokter dulu ya. Kamu disini aja". Tukas mama lembut. Ia mengecup sekilas kening Ica, lalu pergi.

***

Ica diperbolehkan pulang sore ini. Selain karna dia cepat pulih, kondisi psikis nya juga sudah lumayan. Semenjak ia sering di jenguk oleh teman-teman dan saudara-saudaranya, Ica jauh lebih cepat pulih.

Gadis itu melangkah penuh semangat menuju mobil. Sudah lama ia tidak berjalan selincah ini.

"Ica, tas kamu kasih ke mas aja. Itu berat. Kamu gak akan kuat". Ujar Mas Dani.

"Udah gak papa, Ica kuat nih, nih". Tukas Ica sambil menahan tawanya, mengangkat tas tinggi tinggi.

"Tapi nanti mas kena omel papa—".

"Dani!! Itu dibawain tas Ica!!". Pekik papa dari arah mobil.

Dan Ica hanya tertawa renyah.

"Iya tuan". Ujar Dani sopan.

Lalu melirik Ica yang tertawa. Berkacak pinggang.
"tuh kan, apa mas bilang. Dimarahin kan! Sini, gak usah ngeyel kamu!". Tukas Mas Dani lagi.

"Iya iya maaf deh". Ica tertawa kecil, lalu menyerahkan tasnya dan berjalan penuh semangat mendekati mamanya.

***


"Ma, pa ica berangkat". Tukas ica hangat. Ia menyalami kedua orangtuanya. Namun, yang disalami hanya menatap heran sang anak.

"kenapa? Bedak Ica comeng?". Tanya ica sambil menunjuk wajahnya.

"bukan sayang, tapi kamu yakin mau sekolah? Gak mau dirumah dulu bareng mama papa?". Ujar Najwa.

Ica tersenyum hangat.
"Ica sebenarnya mau ma, tapikan Ica udah 4 minggu gak sekolah. Kangen temen temen". Ujar Ica lembut. Ia memeluk Najwa erat. Meyakinkan mamanya itu.

"yaudah, tapi kamu dianter sama supir ya. Ms.Bratney juga biar aman".

Ah, pengawasannya jadi ketat sekali ya.

Lihat, Ica bahkan diantar oleh mobil Van cukup besar yang ia yakini isinya dipenuhi bodyguard milik papa.

***


"pagi Salsa, David". Ujar Ica sambil terus menebar senyum nya. Meskipun masih banyak perban, gadis itu berusaha percaya diri.

"Loh, ca? Lo sekolah? Secepat ini? Lo gak istirahat dulu?". Tanya Salsa bertubi tubi.

"Hehe, iya. Gak papa kok. Udah baikan. Tapi maaf ya, Ica jadi gak ikut festival olahraga". Ujar Ica murung. Ia menundukkan kepalanya.

"Iya enggak papa, iya kan David?". Tanya Salsa penuh penekanan sambil menyenggol lengan David.

"Oh? Iya gak papa".

Ica tersenyum tipis. Iya, setidaknya sekarang mereka tidak lagi bermusuhan seperti kemarin.

Thesaurus [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang