19) Menjauh

204 16 0
                                    

"Ca, mau ke kantin gak?".

Ica menggeleng cepat sembari mulai menenggelamkan kepalanya di atas meja.

"Lo kenapa? Sakit ya?".

"Mungkin. Mata Ica panas soalnya".

Salsa mengangguk. Menepuk singkat puncak kepala Ica.
"Gue pergi dulu ya".

Ica memejamkan matanya. Meski sejujurnya ia tidak bisa tidur karena matanya terasa panas dan berair. Mengganggu.

Sekitar lima menit, Ica menyerah. Ia tidak bisa memaksakan diri untuk tidur. Pada akhirnya gadis itu memilih berjalan keluar kelas, pasalnya ia tidak menemukan siapapun di lorong sekolah.

Kemana perginya semua orang?

Kerumunan di lapangan berhasil menyita perhatian Ica. Ralat, kerumunan itu berkembang biak. Ica yang tak kalah penasaran, segera menerobos masuk.

Lantas memekik kaget bukan main saat melihat David tengah berkelahi dengan Wira.

"Apa apaan Lo anjeng?!". Maki Wira, balas memukul dan melukai pelipis David.

"Lo yang apa apaan?!".

"Stop! Berhenti!". Pekik Ica tak kalah kuat. Ikut meringis kesakitan melihat David terkapar jatuh.

Baru saja Ica hendak berlari ketengah tengah perkelahian itu, dengan sigap beberapa orang di sebelah Ica menahan kenekatan gadis itu.

"Eh ca, ca! Lo gila ya! Bahkan satpam aja gak berani masuk, Lo apa apaan?!".

"Ya terus kita biarin mereka berantem sampe salah satunya pingsan? Itu lebih gila!". Sentak Ica sembari meloloskan diri sembari berlari kencang menuju tengah lapangan.

"Wira stop!". Pekik Ica, menahan kepalan tangan laki-laki itu yang nyaris melukainya dan David.

"Ica?". Gumam David sejenak, mengusap darah yang muncul dari pelipisnya.

"Minggir Lo!". Teriak Wira kalut. "Si brengsek itu harus dikasih pelajaran!".

Begitupun Wira yang mendorong tubuh Ica kesamping. Membuat gadis itu meringis kesakitan meski tak berniat berhenti.

Melihat ancang ancang Wira yang ingin memukul David kembali, membuat Ica mengambil langkah dengan menendang tungkai Wira, hingga laki-laki itu terjatuh dan memberi kesempatan bagi satpam untuk menarik mereka menjauh.

Nafas Ica memburu. Tersenyum sumringah. Bangkit hendak menghampiri David. Namun langkahnya terhenti detik itu juga ketika matanya menangkap objek yang sangat dihindarinya.

Untuk pertama kalinya, Ica melihat bagaimana Salsa menangis deras.

Bukan, bukan karena Ica nyaris dipukul oleh Wira. Tapi melihat David yang babak belur dengan darah dimana mana.

Dengan penuh lembut, David mengusap air mata gadis itu.

Membuat Ica diam membeku, tanpa bisa berbicara apapun.

***

"Sa, lagi ngapain sih?". Tanya Ica berulang kali saat Salsa sibuk dengan hp nya sendiri.

"Oh? Lagi chattingan doang".

"Sama?".

Salsa tak lagi menjawab. Mungkin kembali larut dalam dunianya. Akhirnya Ica pun memilih untuk melihatnya sendiri.

With : T🐣

Anda :
Ta, jangan lupa ya hari ini

T🐣 :
Hari ini? Bukannya besok?

Anda :
Hari ini Tama..
Kamu lupa terus

T🐣 :
Iya bawel

Anda :
Jangan kayak kemarin!
Gak jadi jadi terus
Akunya ngalah terus
Entar mama marah

T🐣 :
Iyaaa
Kita ketemuannya di luar pagar ya

Anda :
Lagi?
Tuh kan, pasti kamu udah janjian lagi kan?

T🐣 :
Maaf, Sa

Anda :
Aku capek kalau kayak gini terus

T🐣:
Sabar ya?

Anda :
Y.

"Tama siapa sih?".

"Oh? Kenalan doang".

Ica memicingkan matanya.
"Kayaknya Salsa Deket banget sama dia. Kok gak pernah cerita?".

"Yaelah, Ca. Kan gak semua mesti dikasih tau kan? Ada yang privasi. Dan ini privasi gue".

Ica menekuk bibirnya. Tumben saja Salsa seperti itu. Menghindar. Ditambah lagi, mulai merahasiakan isi hp nya.

"yak waktunya dikumpul ya!!".

Ica tersentak, baru saja bu Yani masuk ke dalam kelas.

Buru-buru Ica mengumpulkan tugasnya, mengacuhkan Salsa yang kembali sibuk dengan handphonenya.

***

"david!!". Teriak Ica. Ia begitu senang, pasalnya hari ini laki-laki itu tidak lagi menolak untuk diajak pulang bersama. 

"mana helmnya?". Tanya Ica, tersenyum sumringah.

"Maaf ya, gue hari gak bisa pulang sama Lo". Ucap David, meremas satu helm ditangannya.

"kenapa?". Tanya Ica dengan sebisa mungkin tetap tersenyum. Setidaknya, David mulai terbiasa untuk meminta maaf.

"Gue udah ada janji bentar sama Salsa".

"Sama Salsa? Mau ngapain?".

"Ada urusan lah".

"Terus Ica gimana?".

Perlahan Ica mulai meremas tali tasnya sendiri. Bahkan senyumnya pun sudah tak bisa lagi ia pertahankan.

"Lo kan tadi berangkat sama supir, pulang sama supir juga lah".

Ica menggeleng. "Udah Ica suruh pulang".

"Telfon lagi sana".

Ica menghela kasar. "Kok David ngomongnya segampang—".

"David".

Baik Ica maupun David, sama-sama menoleh ke sumber suara. Dari sana, Salsa tersenyum tipis.

"Duluan, Ca".

Ica terdiam. Menatap Salsa yang tengah memakai helm, naik ke atas motor, lantas motor melaju begitu saja meninggalkan Ica yang masih berdiri memaku.

Thesaurus [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang