13) Maafin Gue Nafisha

228 21 0
                                    

Jakarta, 5 februari

       Bel berbunyi. Waktunya istirahat kedua. Ica sudah bersiap untuk pergi ke kantin. Perutnya sudah kembali keroncongan—memang sudah siklusnya seperti itu—setiap istirahat, harus ada rasa lapar.

"gak boleh ada yang keluar dulu ya, kita bahas soal festival olahraga dulu". Ujar david. Ucapan david disusul dengan keluhan setiap orang.

Berbeda dengan Ica yang tidak mendengar sama sekali. Ia terlalu bersemangat untuk makan.

"Eh, gue bilang jangan ada yang keluar dulu". Tegas David pada gadis yang kini melenggang santai menuju pintu itu.

David menghela kasar. Melipat dahinya, tak menyangka siapapun yang tengah melawannya itu, begitu budeg dan keras kepala.

Sementara Ica, tak mengindahkan sama sekali. Toh, dia sudah terlalu lapar. Dan mungkin Fano dan teman temannya yang bandal itu juga sudah keluar kelas.

"Lo bisa dibilangin gak sih?!". Bentak David spontan sembari menarik kasar pergelangan tangan gadis itu.

"Eh?". Ica yang kaget, hanya bisa tertegun dan meringis sadar. Ah, ternyata sedari tadi David bicara padanya ya.

"Lo gak dengar ya tadi gue bilang jangan keluar dulu!". Bentak david dengan dengusan tidak sukanya.

"Iya maaf". Jeda Ica. Menatap David tepat di kedua matanya. "Tapi bisa dilepaskan gak? Sakit".

"eh?"

David merasa sedikit kaget. Ia tak begitu sadar jika sudah menggenggam erat tangan gadis itu sedari tadi. Padahal ia tau jika Ica baru saja terjatuh dari atas pagar.

Namun belum sempat David benar-benar melepaskan cengkraman tangannya, Ica sudah lebih dulu menyentak tak kalah kuat tangannya. Menatap wajahnya datar dengan decakan sinis. Mengelus pergelangan tangannya sebelum akhirnya kembali duduk di tempat semula.

Lagi-lagi david dibuat aneh dengan gadis itu. David akhirnya memutuskan untuk memulai penjelasannya.

***

Semua tim sudah dibagi.

Tim Basket: (campur)
• David ( kapten )
• Bagas
• Dimas
• Ryan
• Adit
• Kania
• Karin
• Hafizd

Tim sepak bola: (campur)
• Fais ( kapten )
• Ica
• Fawwas
• salsa
• Ajeng
• Ammanda
• Fateh
• Wira
• Rai

Lari Estafet: (campur)
• Elang
• Ryan
• Siyya = Ica
• Jihan

Volley: ( cewek )
• Vanny
• Maya
• Raisa
• Naya

Itulah semua daftar pemain. Ica adalah orang yang menggantikan Siyya nantinya. Gadis itu tidak bisa berolahraga sama sekali, penyakit bawaannya melarang gadis itu terlalu lelah.

Meskipun sudah dilarang Salsa untuk menggantikan Siyya, dan bermaksud agar membiarkan laki-laki saja yang menggantikan Siyya. Namun siapa yang mau? Tak ada yang mengacungkan tangan kecuali Ica.

"yak, kelompok sudah dibagi. Jadi kita harus latihan sepulang sekolah ya, kalian boleh istirahat".

Semua orang bubar, kecuali Ica. Ia sudah tidak selera makan sama sekali. Ia lebih memilih untuk menghabiskan waktunya di kelas, mungkin tidur cocok dilakukan.

"Ca". Panggil david pelan.

"Apa?". Ketus Icca balik. Ia tidak berniat menatap David sama sekali. Coba sekali-kali David merasakan posisinya.

"maaf yang tadi". Ujar David nyaris berbisik.

"kenapa bisik bisik?".

Ica mulai mengangkat kepalanya. Membalas tatapan David. Tatapan gadis itu yang mulai menyorot dingin dan kesal.

"hah?". Tanya David tak mengerti. Sedikitnya juga ikut menyerngit kan dahinya, tidak menyangka Ica akan se dingin itu padanya.

"kenapa harus bisik bisik? Apa david malu ya cuma minta maaf aja? Segitu tinggi harga diri David sampai gak pernah minta maaf walaupun banyak salah?!!". Bentak Ica geram, memukul meja seraya berdiri, berhasil mengagetkan laki-laki itu sepenuhnya.

Ica meninggalkan David dengan pikirannya sendiri. Bahkan gadis itu sengaja menabrakkan bahunya dengan bahu laki-laki itu. 

David termenung, lantas tertawa gila. Baru kali ini ia diperlakukan semena-mena. Bahkan orang orang yang ia sayangi saja tidak pernah memperlakukannya seperti ini, apa wewenang Ica membentaknya seperti ini?

Tanpa sadar, tangan David terkepal kuat. Tersenyum sinis, mengulum lidahnya di pipi. Beranjak keluar kelas dengan langkah berapi-api.

"ICA!!". Teriak david diantara lorong kelas yang sepi tanpa orang.

Gadis itu tak kunjung berhenti. Memaksa David mempercepat langkahnya, lantas menarik lengan gadis itu kasar dan menyudutkannya pada dinding.

"maksud lo apasih ca?? Gue minta maaf lo marah marah, gue gak minta maaf lo marah juga, mau Lo apa?". Bentak david dengan penekanan di setiap kata-katanya.

Jujur, detik itu saja lutut Ica sudah mulai lemas.

"Terus apa? Ica salah karena marah? Ica gak boleh marah setelah David selalu bentak bentak kayak gini?!". Teriak gadis itu tak kalah kuat.

Perkataan Ica barusan justru membuat David tersudut. Memancing emosi laki-laki itu semakin dalam.

"Gue muak sama lo, Ca. Sejak awal kedatangan Lo itu udah ganggu tau gak?! Gue harus apa biar Lo berhenti hah?! Gue baikin Lo malah makin menjadi! Gue kasarin Lo malah nagih minta maaf kayak gini?! Sinting Lo!".

Dinding kesabaran yang awalnya David dan Ica sama-sama tata dengan baik, entah kenapa hancur begitu saja hari ini. Seolah saling membentak adalah satu-satunya cara agar semua rasa kesal mereka tersalurkan dengan baik.

"Kalau gitu.. kenapa David nolongin Ica?". Tanya Ica pelan, menatap David dengan tumpukan cairan bening di pelupuk matanya.

"Jadi mau Lo, gue bentak bentak terus gue tamparin sampe mampus gitu?! Iya?! Gue bisa lakuin itu sekarang, Ca!".

Hati ica terhenyuk. Mimik wajah ica mengutarakan jelas hatinya yang terkejut. Ica lalu menutup mulutnya dengan tangannya. Tak percaya david justru semakin menantangnya.

"Cukup, David! Kalau memang benci, kenapa gak bilangin bagus bagus dari awal? Kenapa buat Ica selalu nunggu dan diam aja waktu David selalu kasar kayak gini?!".

Kedua tangan Ica bergerak memukul mundur laki-laki itu. Tapi bodohnya, disaat semua kekuatan yang telah ia latih sejak kecil itu ia butuhkan, kekuatannya menghilang. Kembali menjadi dirinya yang semakin melemah. Terimakasih, berkat air matanya yang perlahan jatuh, tubuh Ica mulai bergetar hebat.

"Kenapa?! Kenapa David enggak pernah bersikap baik sekali—".

"Karena gue gak pernah berharap sama cewek sialan kayak Lo".

Detik itu, Ica terhenyak. Semakin jauh pembicaraan tak biasa ini, semakin jauh hatinya tercabik. 

Gadis itu menatap David lekat. Menggigit bibir bawahnya penuh sesak.

"Sia-sia selama ini Ica naruh perasaan sama cowo kayak David. Gak punya hati, beraninya kasar terus. Banci".

Plaak

Hening. Seakan dunia berhenti berputar. Tengah mengembalikan kesadaran David pada posisi semula. Membuat jantung laki-laki itu mendadak tidak berdetak normal seperti biasanya.

Tamparan itu berhasil membuat tubuh Ica tidak seimbang, dengan mudahnya gadis itu jatuh terduduk di lantai.

Memegangi pipinya dengan rambut yang sempurna menutupi wajah Ica saat ini. Menyembunyikan tangisnya untuk beberapa detik.

Cukup sampai disini, semuanya telah Ica buang jauh-jauh.

Dengan tangan gemetar, David menatap Ica dibawah sana. Berniat menggapai gadis itu, namun Ica sudah lebih dulu bangkit, berlari menjauh sebisa mungkin.

Satu hal yang pasti, di mata Ica mulai saat itu, David adalah cowok paling mengerikan yang pernah ia sukai.

Thesaurus [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang