Airin POV
Akhirnya gue bisa jalan juga dengan Erlang tanpa gangguan nenek sihir itu. Tebak, gue dan Erlang lagi dimana?
Yaps, gue dan Erlang sekarang lagi ada di bioskop. Sudah seperti orang ngedate, kan? Gue sekarang lagi nonton film romance. Gue akuin, film ini keren dan berhasil ngebuat gue baper. Tapi sayangnya, fokus gue tidak bisa sepenuhnya ke film karena gue beberapa kali melirik ke Erlang. Gue lihat dia nggak nyaman. Beberapa kali iya membetulkan posisi duduknya.
Beberapa menit kemudian, gue kembali melirik Erlang. Gue lihat dia sedang membaca berita di ponselnya. Sepertinya gue salah ngebawa Erlang ke tempat ini.
Setelah beberapa lama, karena tadi asyik dengan filmnya. Gue kembali melirik ke Erlang, dan lo tahu dia sekarang lagi ngapain? Dia lagi nonton national geographic di youtube dengan earphone yang tertempel di telinganya. Duh, gue benar-benar salah ngebawa Erlang ke tempat ini. Pengen keluar dari sini tapi naggung, tunggu aja deh gue lihat Erlang lagi asyik juga.
Lain kali gue ngedate nggak usah di bioskop.
***
"Kita makan, yuk!" dari pada gue jalan-jalan gak jelas sama Erlang mending kita berdua pergi makan aja.
Erlang hanya menganggukkan kepala. Duh Lang, apa susahnya sih bilang Iya.
"Kamu mau makan dimana?"
"Terserah kamu saja." Sambil menampilkan senyumnya yang yah bisa dibilang nggak ada jauh bedanya sih dengan muka datar.
**
Lagi-lagi gue salah ngajakin Erlang ke tempat ini.
"Kamu tidak bilang kamu tidak suka makanan jepang." Gue sudah tawarin dia hampir semua menu makanan di sini dan tidak ada satu pun yang dia suka.
"Aku sudah bilang terserah tadi. Yah, jadi kamu yang menentukan." Kata gue sambil memainkan sumpit, sementara Erlang hanya memesan matcha latte.
"Makan saja, aku tunggu." Sambungnya.
Saat gue ingin menyuapkan makanan ke mulut, gue sadar ternyata Erlang natap gue.
"Bisa tidak jangan menatap aku begitu." Gue sambil menatap balik Erlang, dan dia langsung jadi salah tingkah. Ekspresinya itu lucu banget, hahahah. Dia langsung berpura-pura memainkan ponselnya.
"Makan saja, tidak usah menatap aku seperti itu." Kata Erlang yang matanya masih menatap ke layar ponselnya. Gue terkekeh melihat ekspresinya itu.
Akhirnya gue makan sendirian dengan Erlang sibuk dengan ponselnya untuk nungguin gue. Beberapa kali gue menawarkan dia untuk mencobanya, dan dia terus menolak. Katanya dia nggak suka dengan ikan.
"Setelah ini, aku yang temenin kamu makan." Kata gue setelah makanan ini habis.
"Tidak usah, aku makan di rumah saja sebentar, lagipula sudah cukup malam." Gue langsung melihat jam tangan gue dan ternyata benar, sudah hampir jam sembilan. Bagi gue sih ini belum terlalu malam, tapi karena defenisi malam bagi gue dan Erlang itu beda. Yah, jadi gue ngikut aja.
"Iya. Tapi, setelah sampai di rumah jangan lupa makan, yah!"
"Dan lain kali kalau kamu tidak suka tempatnya kamu bilang yah!"
Lagi-lagi dia menjawab hanya dengan anggukan kepala. Gue sudah nggak bisa ngehitung berapa kali dia nganggukin kepala. Gue lalu menatap matanya lekat-lekat sambil memberikan dia senyuman, dan lagi-lagi dia terlihat salah tingkah. Ternyata Erlang gampang banget salting, HAHAHAH.
"Kamu sukanya makan apa?" Setelah makanan gue habis gue kembali bertanya dengan pertanyaan yang sebenarnya ini sangat tidak penting.
"Aku makan semua makanan kecuali ikan."
KAMU SEDANG MEMBACA
[COMPLETED] My Jenius Boyfriend
Teen Fiction[PERHATIAN] Ini cerita antimainstream! Gue nggak bisa membayangkan apa yang terjadi kalau gue pacaran dengan cowok yang kecerdasannya jauh melebihi gue. Apakah kalau kita nge-date dia mengerjkakan soal fisika? Atau dia malah bahas sejarah dunia seti...