Airin POV
Dulu gue siswa yang sering nggak masuk ke sekolah. Gue sering izin untuk ikut kontes modellig, pemotretan atau terkadang juga fashion show yang banyak menyita waktu sekolah gue dan ngebuat tugas-tugas gue nunggak, walaupun ujung-ujungnya hanya sedikit yang gue kerjain dan akhirnya ngebuat nilai gue anjlok. Eh, tapi emang faktanya nilai gue nggak pernah naik, sih. Dan ini juga yang ngebuat gue menjadi kurang kenal dengan teman satu sekolah gue, paling gue hanya kenal teman kelas gue dan sekitarnya aja.
Di kelas dua belas, papa menyuruh gue untuk berhenti jadi model dan meminta gue fokus untuk sekolah. Awalnya gue nggak setuju karena pada saat itu karir gue sedang naik-naiknya, malahan gue sempat dapat tawaran untuk main film, walaupun masih peran kecil-kecilan, sih. Karena papa lagi-lagi ngancam gue. Akhirnya mimpi gue untuk jadi aktris harus kandas disini. Tapi, gue harus bersyukur karena ini juga yang akhirnya menjadi cerita baru dalam hidup gue dan membuat gue kenal dengan seorang pria berkacamata yang saat ini menjadi pacar gue dan saat ini berada di depan gue. Gue dan Erlang saat ini sedang kencan di perpustakaan kota.
Kencan?
Di perpustakaan?
Heheheh, bukan kecan, sih. Lebih tepatnya dia lagi ngajarin gue matematika. Dia sedang ngerjain soal matematika. Begitu cara dia ngajarin gue, dia kerja soalnya dulu lalu jelasin ke gue cara kerjanya atau terkadang juga dia suruh gue kerja soal lalu bertanya jika ada yang gue nggak tahu.
"Dari pada kita hanya jalan-jalan nggak jelas lebih baik kamu belajar." Itu balasan chat dari Erlang waktu gue ajak dia keluar tadi pagi, dan memang hari ini tanggal merah, by the way.
Yang sejak dulu sering gue, Zalza dan Cinta bayangkan jika berpacaran dengan seorang nerd akhirnya terjadi saat ini, dan kau tahu? Ternyata enggak seburuk dan semembosankan yang gue bayangin dulu, dan karena dia juga yang ngebuat gue menjadi lebih paham dengan pelajaran matematika yang katanya sulit itu. Malahan menjadi penyejuk bagi mata gue karena gue paling suka lihat wajah dia kalau sedang fokus mengerjakan soal. Kek ada manis-manisnya gitu.
Fyi, besok kelas gue ada ulangan matematika, karena itu juga Erlang minta gue untuk untuk belajar dan tidak mencontek. Kemarin dia kirim chat dan sekaligus ini pertama kali dia gombalin gue. Isinya gini "Kalau ulangan nanti jagan mencontek, yah! Cukup mencontek isi hatiku saja." Dan saat itu tak henti-hentinya gue blushing, gak bisa bayangin gimana muka gue saat itu. Hmmm, gue pengen tahu, siapa yang ngajarin dia gituan, yah?
Erlang lalu meraih botol air di sampingnya lalu meminumnya beberapa teguk. Setelah itu dia pun berkata "kita mulai bahas yang nomor satu, yah!"
**
Akhirnya selesai juga Erlang ajarin gue, ada sekitar dua puluh soal yang dia jelasin ke gue. Sabar banget dia bantuin gue, dia jelasin gue secara perlahan-lahan, dia nggak akan pindah sebelum gue paham betul dengan materinya. Yang akhirnya gue bisa paham juga dengan yang namanya matematika dan membuat gue yakin nilai ulangan gue nantinya bagus.
Sambil merapikan buku-bukunya Erlang kemudian berkata "kalau masih ada materi yang kamu lupa dan kurang kamu pahami, baca lagi. Lakukan yang terbaik! Aku tidak menuntut kamu mendapatkan nilai sempurna di ulangan ini, yang jelas kamu melakukan yang terbaik. Minimal kamu tidak remedi yah!"
Gue menganggukkan kepala sambil tersenyum mendengarkan nasehat dari Erlang. Gini, nih kalau pacar merangkap jadi guru les. Ngajarnya pake hati, hahahah.
**
Saat gue membuka pintu kamar, gue dikagetkan karena ada Cinta dan Zalza di dalam.
"Dari mana aja lo?" tanya Zalza yang saat ini sedang tengkurap di tempat tidur gue sambil menggenggam hp-nya.
"Terus gue telepon kenapa Hp lo nggak aktif?" sambung Cinta yang tangan kanannya memegang toples yang berisi kerupuk singkong sementara tangan kirinya memegang ponsel.
"Gue abis jalan sama Erlang." jawab gue sambil menaruh tas gue dimeja lalu menjatuhkan diri gue ke kasur.
"Betah juga lo pacaran sama Erlang." kata Cinta.
"Nggak lah, bosan gue pacaran sama dia, belajar mulu kerjaan dia. Tunggu aja nggak lama lagi gue putusin dia." Kata gue berbohong. Mana mungkin gue mau putus sama Erlang.
"Hmmm. Jadi, sudah sejauh mana hubungan lo sama Erlang?" tanya Cinta.
"Gue nggak mau hubungan gue terlalu jauh sama dia. Yang lo bilang, kan gue hanya pacaran aja. Lusa trakir gue lagi, yah!" maaf Lang, lagi-lagi gue harus bohong.
"Hmmmm, iya-iya." Kata Cinta dengan ekspresi malas.
"Gak usah kasi gue uang lo, cukup lo traktir gue, oke?"
"Heh, tumben luh baik jadi manusia." Kata Cinta.
"Kapan, sih gue nggak baik?"
"Ehh, tumben. Kenapa elo ke sini?"
"Gue mau curhat." Kata Cinta.
"Kenapa lagi Lo sama Dion? Berantem lagi?"
"Iya."
"Dasar bocah!" mereka berdua adalah couple yang paling bocah yang pernah gue temuin. Bagaimana tidak, hampir setiap bulan Cinta pasti curhat ke gue dan Zalza dengan masalah yang sama, berantem atau nggak diem-dieman sama Dion. Buruknya lagi hanya karena disebabkan masalah yang sepele.
"Nggak. Dia yang salah."
Gue hanya bisa memutar mata mendengarnya.
**
Airin POV
Materi yang Erlang ajarin gue kemarin lumayan masuk di otak gue, walaupun beberapa gue lupa yang mengharuskan gue untuk membuka buku kembali setelah Zalza dan Cinta pulang dari rumah gue kemarin.
Sekarang gue sedang di perpustakaan latihan soal-soal yang Erlang kasi ke gue, dan lo tahu? Banyak orang yang menatap gue dengan tatapan tidak percaya, termasuk ibu Heni yang sudah hafal betul tujuan gue ke tempat ini. Tenang guys, ini bukan tanda-tanda kiamat kok.
Awalnya gue kesulitan untuk menyelesaikan soal ini, ternyata nggak segampang yang gue kira. Gue lihat Erlang lancar banget kerjain itu soal. Lah gue, untuk perkaliannya aja gue butuh beberapa waktu untuk berpikir. Tapi, lama-kelamaan dan setelah beberapa kali mengerjakan akhirnya gue cukup terbiasa juga. Keren juga rasanya gue bisa menyelesaikan satu soal matematika.
Saat gue sedang asik mengejakan soal, ada orang yang tiba-tiba muncul di depan gue kemudian menaruh sebotol air di depan gue beserta sebuah kertas. Gue pun mendongak untuk mengetahui siapa itu, dan ternyata itu Erlang. Dia tersenyum hanya kemudian berbalik lalu meninggalkan gue menuju keluar perpustakaan.
Gue tersenyum melihat perlakuan Erlang ke gue. Gue pun mengambil kertas yang Erlang bawa tadi. Gue kira contekan, ternyata sebuah struk pembelian air tadi. Dia pengen gue kembaliin uangnya? Oke, besok gue ganti. Rasa sayang gue masih lebih tinggi kok dari sebotol air ini.
Saat gue menaruh struk belanjaan itu dan berniat kembali belajar, gue lihat ternyata ada tulisan di belakangnya. Gue pun mengambilnya kembali kemudian membacanya.
"Semangat ulangannya!
Aku menghargai berapapun nilai yang kamu dapat :)"
Gue tersenyum membaca tulisan Erlang ini, dan lo tahu. Tulisan Erlang itu bagus banget, nggak seperti tulisan gue yang berantakan ini.
Di bawahnya tertulis lagi.
"Ingat! (a+b)2 = a2 + 2ab + b2 :)"
Lagi-lagi gue tersenyum melihat "surat" yang Erlang berikan ke gue, dan ternyata ini kenapa beberapa soal tidak bisa gue dapat hasilnya karena ini toh.
Satu lagi, kenapa dia tiba-tiba pake emoticon? Dia nggak pernah pake emoticon, loh kalau chat dengan gue.
Erlang, rasanya gue makin sayang sama elo.
**
KAMU SEDANG MEMBACA
[COMPLETED] My Jenius Boyfriend
Teen Fiction[PERHATIAN] Ini cerita antimainstream! Gue nggak bisa membayangkan apa yang terjadi kalau gue pacaran dengan cowok yang kecerdasannya jauh melebihi gue. Apakah kalau kita nge-date dia mengerjkakan soal fisika? Atau dia malah bahas sejarah dunia seti...