45

1K 45 0
                                    

Erlang POV

Beberapa hari yang lalu aku dapat e-mail yang berisi aku diterima di salah satu universitas di Amerika. Aku merasa senang sekaligus sedih, senang karena akhirnya aku bisa mewujudkan mimpiku untuk berkuliah di luar negeri, sedih karena aku akan berangkat besok. Terkesan mendadak memang.

Mungkin ini jawaban kenapa Tuhan tidak meluluskan aku di Singapura.

"Aku ke kamar dulu, yah." Ayah hanya menganggukkan kepalanya, tadi kami kumpul sekeluarga di ruang tamu membahas mengenai segala sesuatu tentang perkuliahanku nanti. Termasuk ayah yang sudah menghubungi temannya yang ada di sana untuk membantuku nantinya. Sekaligus berkumpul sebelum aku berangkat besok.

Aku pun membuka pintu kamarku dan disitu sudah ada Bayu yang sibuk dengan ponselnya, Dika dan Satria yang sedang sibuk belajar. Iya, aku habis jalan-jalan dengan mereka tadi, sekaligus menuntaskan jalan-jalan yang waktu aku kabur dulu. Termasuk juga Satria, dia yang mengetahui aku akan berangkat besok langsung memutuskan untuk mengantarku dan menginap di rumahku, Bayu dan Dika pun juga akan menginap disini.

"Lang, kok gue nggak dapet jawabannya, sih. Ajarin, dong." Pinta Dika, aku pun menghampiri mereka berdua yang sedang belajar di atas karpet dengan menggunakan meja kecil.

"Cara kerja kamu terbalik, percepatan adalah turunan dari persamaan kecepatan, dan kecepatan itu turunan dari persamaan posisi. Turunkan saja persamaan ini!"

"Oh, pantes aja jawabannya nggak ada, ternyata terbalik cara gue."

"Ohh, makasih, Lang. Sebentar lo ajar gue lagi, gue lagi latihan TPA."

SNMPTN telah diumumkan beberapa hari yang lalu, dan diantara mereka bertiga hanya Bayu yang lolos. Itulah mengapa Bayu dari tadi hanya sibuk dengan ponselnya.

"Gue nggak bisa ngebayangin masa kuliah gue nanti tanpa elo, Lang." Bayu lalu buka suara, sementara aku hanya tersenyum simpul mendengarnya. Yah, ini akan jadi pertama kalinya aku melalui jenjang pendidikan tidak bersama dengan Bayu,

"Mungkin kamu hanya butuh adaptasi beberapa minggu saja. Apalagi kamu pasti nanti nonton teater terus, mungkin kamu sudah lupa denganku."

"Oke, gue nggak bisa jamin yang itu, tapi gue usahain ingat elo terus kalau elo kirimin gue oleh-oleh minimal setiap bulan."

Aku hanya menggelengkan kepala mendegarnya.

"Nanti disana elo dapat pacar bule, lagi." Kata Satria.

"Tidak, dan tidak mungkin."

"Jangan bilang gitu, Lang. Nanti elo kepincut lagi sama orang sana."

"Tidak ada yang tidak mungkin, Lang. Buktinya elo bisa sampai pacaran dengan Airin."

Aku tidak menjawab apa-apa, hanya menatapnya sekilas.

"Pagi-pagi kita jalan-jalan lagi, yuk! Gue rasa masih kurang jalan-jalan yang tadi." Bayu kembali buka suara.

"Iya, gue juga. Lagi pula elo berangkatnya sore, kan besok?" sambung Satria.

"Iya, tapi sebentar saja. Masih ada yang mau aku kemas besok."

"Eh, Lang. Elo nggak kasi tahu Airin?" tanya Bayu.

"Tidak usah." Aku sudah berkali-kali mendengar penjelasan dari Bayu dan kak Fildza yang mengatakan Airin hanya berbohong ke teman-temannya berserta alasan dia yang membuat aku sudah sedikit memaafkannya, dan mereka semua menyuruhku untuk kembali berpacaran dengan Airin, tetapi aku tidak bisa, aku sudah tidak bisa merasa seperti dulu lagi. Ditambah lagi nantinya aku akan pergi, jadi jika aku kembali lagi mungkin tidak ada bedanya jika aku tidak berpacaran dengan dia, tetapi kalau takdir mengatakan kita bisa kembali lagi nanti, yah pasti dengan senang hati aku menerimanya.

"Oke, kalau elo nggak mau ya udah."

"Hmmm, sebenarnya gue pusing akhir-akhir ini." kata Satria.

"Kenapa lo?" tanya Dika.

"Bokap gue maksa gue masuk akmil, dan ternyata bokap gue sudah daftarin gue sejak jauh-jauh hari. Mana tesnya minggu depan, lagi."

"Nggak apa-apa, kan. Apalagi fisik elo mumpuni banget buat jadi tentara." Kata Dika.

"Passion gue nggak kesana."

"Gue pengen jadi programmer."

"Aku sebenarnya tidak tahu masalah ini, karena dari dulu ayah dan ibuku selalu membebaskanku untuk memilih jalan sendiri, tetapi lebih baik kamu turuti saja kemauan orang tuamu."

"Iya, benar! Coba aja dulu, elo belum tentu lolos juga, kan? Tapi, belajar juga persiapan untuk masuk kuliah elo juga."

"Lang!" itu suara kak Fildza yang memanggil dari bawah, sontak aku berdiri kemudian menuju kak Fildza

"Aku keluar dulu."

"Eh, ajarin gue lagi bentar!"

**

[COMPLETED] My Jenius Boyfriend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang