Bagian 7

4K 130 0
                                    

Bahagia....
Ketika aku melihat mu bahagia
Semoga saja, kau akan bahagia bersama ku. Bukan dengan yang lain.
(Iptu. Dinda berliana putri s.trk)

Author pov
Dinda dan Dharma sedang duduk di bangku biru di hadapan atasan mereka berdua. AKBP. Andre Setiawan beserta Nyo. Novianti.

Dinda yang tampak nya gugup menghadap komandan nya malah di jahili oleh Dharma. Memang Dharma itu nyebelin bin ngeselin. Dinda memang selalu berani pada semua orang, termasuk komandan nya. Tapi kali ini dia benar-benar gugup.

Iptu. Dinda B.P pov
Hih, Dharma nyebelin banget sih. Aku tuh gugup, takut bising salahan kata ayah aku mah.

Dharma malah menoel hidung ku. Nyebelin, pengen bejek-bejek muka ganteng nya.
"Dharma! Diem kamu! Jahil banget kamu!" Dia terkekeh pelan.
"Tenang dong dek, gak usah gugup gitu ah. Biasanya aja menghadap pak Andre gak gini"
"Aku takut Dharma...aku takut salah jawab nanti. Aku gak belajar ini, gak ada buku nya. Aku baru nikah sekali"
"Iya lah, kamu baru nikah sekali. Kalau kamu janda, aku gak mau"
"Ih, kamu mah emang nya mau yang perawan!"
"Yeh, itu tuh mahkota nya wanita dedek" aku mengangguk. Memang sangat benar sih.

Aku dan Dharma giliran di tanya.
"Apa iptu Dina bisa membagi waktu antara pekerjaan dan kegiatan bhayangkari?" Tanya bu Novita.
"Siap! Saya siap membagi waktu antara tugas dan kegiatan Bhayangkari" jawab ku dengan tegas.
"Baiklah, saya pegang omongan mu iptu Dinda. Saya percaya dengan mu dan Dharma, jadilah keluarga yang sakinah ya. Bangun lah keluarga dengan baik" tegas pak Andre.

Kami berdua keluar dari ruangan sidang nikah tadi. Rasanya lega sekali, seperti di tes piskotes dulu.

"Ekhem! Diam-diam menikah ya? Gak ngumbar" aku dan Dharma menoleh kebelakang. Ternyata itu Rion dan Rain.
"Berisik kalian!" Jawab ku ketus. Mereka itu duo R yang suka julid. Gak liat apa tuh baju nya mba Syahrini.

Anda jangan julid...

"Din...istri ku sudah lahiran tadi malam. Ayok, kata kau mau lihat anak ku" Boris datang dan mengajak ku. Aku pun tersenyum dan menangguk.
"Dharma, aku pergi ya sama Boris. Mau lihat dedek bayi. Duo R! Gak usah julid!" Aku dan Boris pun pergi meninggal kan Dharma dan duo R.

Akp. Dharma P s.trk
Haduh, Dinda...Dinda. Kalau denger kata 'bayi' dia pasti langsung nyamber kaya bensin.

"Bro! Sudah kuta duga sejak dulu kala, dikala kau dan Dinda selalu berduaan. Selalu bersama setiap saat...baik dalam keadaan susah mau pun senang" kata dramatis Rain membut ku mual.
"Aku jijik sama kamu mas, aku jijik!" Aku pun pergi meninggal kan mereka berdua. Benar kata Dinda, mereka duo R yang suka julid.

Aku pun melihat arlojiku. Sudah jam 12 siang, saat nya istirahat. Aku akan menyusul Dinda ke rumah sakit.

Iptu. Dinda B.P pov
Senyuman ku sejak tadi sudah terlihat. Aku senang sekali. Haih, pasti dedek nya lucu kaya Dharma pas bayi. Kalian bingung kan, kok aku tau Dharma bayi?
Karena, aku pernah masuk ke kamar Dharma. Buka album biru nya, eh liat deh foto dia pas bayi. Lucu, ganteng, mancung, temben, gemuk. Ah, gemesin.

"Hai dek, Kirana" sapa ku lembut sambil bersalaman dengan Kirana, istri nya Boris.
"Hai mba, kamu makin cantik deh" puji nya padaku. Aku hanya tersenyum.
"Jelas lah mam, kan lima hari lagi dia nikah sama Dharma. Pasti bahagia, dan aura nya sangat bagus" jelas Boris.
"Kamu mau aura nya bagus dek? Puasa senin kamis deh, pasti bagus" dia mengangguk.
"Jangan! Nanti aku gak boleh main dia siang hari" cegah Boris. Kampret dia emang. Siang-siang minta yang kaya gitu.
"Ih! Gak enak lah bang, ada mba Dinda juga. Dia kan belum nikah" yah, kena bullyan lagi.
"Bentar lagi dia nikah, nanti juga dia ngerasain dek"

Aku melihat ke tempat tidur bayi yang di pinggir nya di halang kaca. Ih, sangat lucu dedek nya. Dia cantik kaya mama nya, untung gak mirip Boris.
"Haaa...dedek nya lucu, aku boleh gendong kan?" Tanya ku pada Kirana. Dia mengangguk. Aku pun dengan perlahan menggendong dedek bayi itu. Ku cium pipi nya, hidung nya juga. Jadi pengen punya yang begini.
"Dek, kamu pengen gak? Nanti kita buat oke?" Suara Dharma. Eh, dia nyusul kesini tho.
"Dharma?" Dia mengangguk dan mendekat ke arah ku. Dan mencium dedek bayi.
"Kamu mau dedek?" Tanya nya, aku tersenyum dan mengangguk.
"Eh! Itu anak ku, jangan k'lian ajak mesum ya!" Boris akan mengambil anak nya, aku pun menepis tangan nya.
"Gua doain, anak lo mirip gua!" Jawab Dharma ketus.
"Eh, jangan dong mas. Ini kan anak nya bang Boris juga" Kirana pun langsung menatap kesal ke arah Boris. Padahal yang salah Dharma.

*Rumah Bunda
Aku sedang menemani Delima mengerjakan tugas nya. Yah, dia kata nya perlu bantuan.

"Dedek Dinda, dedek Delima. Ini mas buat kan susu dan roti bakar" Dharma masuk dan menaruh gelas berisi susu putih dan sepiring roti bakar.
"Makasih mamas Dharma, tumbenan kamu baik?" Delima pun sedikit protes. Aku juga, aneh dia. Biasanya kasar sama adek nya.
"Mas boleh ikut nimbrung gak?" Tanya nya, dan di balas dengan anggukan oleh ku dan Delima.

Dharma duduk di sebelah ku, dan membaca buku Delima.
"Din...ayah mu gimana?"

Deg!
Deg!

Ayah, aku melupakan ayah ku sendiri. Ijab qabul kan harus di walikan ayah.
"Iya mba, nanti kan kalau ijab harus sama ayah nya mba Dinda"
"Mas Dharma, gimana kalau lusa kita ke Bekasi mas. Bilang sama ayah" jawab ku halus.
"Iya sudah, niat nya juga gitu dek. Eh, tadi kamu panggil apa?" Tanya nya sedikit tersenyum.
"Mas Dharma" jawab ku sedikit menekan.
"Hahaha mba Dinda, lucu" aku pun mencium kepala Dinda.
"Yaudah, dek. Mba mau tidur duluan ya? Mas, kamu get out!" Usir ku pada Dharma. Dia pun keluar kamar dan menutup pintu.

~~~~~
Bersambung...
Gimana nih? Agak absurd ya?
Maaf deh, lagi capek. Nak basket mah gini nasib nya parargel kumaha kitu.

Muach...
Tidur, ngantuk

Cinta Si PerwiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang