Bagian 5

4.7K 138 0
                                    

Sebelum nya ini ada sedikit bahasa yang kurang mengenakan.
Jadi mohon maaf kalau kurang berkenan, maaf ya..


~~~~~~

Ku mulai hari ku dengan semangat.
Semangat yang membakar ku
Aku ingin segera menangkap sang pelaku...
(Iptu. Dinda berliana putri s.trk)

Iptu. Dinda B.P pov
Suara adzan subuh sudah berkumandang. Aku bangun dan sholat.

Ku bersihkan diri ku, dan menyiap kan senjataku. Ku masukan peluru ke dalam sofgun punya ku. Lalu pistol biasa, tak lupa borgol ku masukan dalam saku celana ku.

Ku pakai sepatu sport Nike ku. Keringat ku mulai bercucuran. Halah, aku ini gugup sekali? Ada apa ya? Semoga tak terjadi apa-apa padaku dan anggota ku.

"Agun! Apa sudah siap anggota yang lain?" Tanya ku pada briptu Agun.
"Siap! Sudah ndan, tinggal komandan saja" aku mengangguk.
"Maaf ya lama, tadi saya ada kendala" kendala panggilan alam di toilet. Hehe.
"Siap ndan!"
"Ayo, semua nya! Siap grak! Sebelum kita berangkat, dan menjalankan tugas kita. Lebih baik kita berdo'a menurut agama masing-masing. Berdo'a mulai!" Aku dan para anggota ku yang berdominasi kaum lelaki pun berdo'a.

*Gudang Tekstil
Aku berjalan dengan hati-hati. Dengan mata yang harus mawas ke penjuru manapun. Tempat kaki ku menapak ini di kelilingi alang-alang. Membuat ku semakin susah untuk bergerak.

Aku mengangkat tangan ku, pertanda berhenti.
"Target sudah terlihat, untuk tim yang sudah saya sebut kan kemarin silakan menyebar. Tetap mawas, dan hati-hati" kata ku setengah berbisik.

Aku dan 5 anggota ku berjalan mengendap-endap, masuk lewat pintu belakang gudang. Sial, pintu nya terkunci. Aku memakai peniti yang ada di saku celana ku. Aku pun membengkok kan peniti itu, dan memasukan nya ke lubang kunci. Kunci sudah terbuka.
"Keadaan di dalam bagaimana?" Tanya ku pada H-T yang ada di bahu ku.
"Siap aman, hanya ada dua orang. Dan empat anak kecil ndan"
"Baik, perhatian! Semua nya, saya ambil alih. 1....2......3!!"
Bruk!!

Duar!

Duar!

Duar!

Aku pun melepas tembakan peringatan, si peculik pun terbangun dan mengambil laras panjang nya. Ah, prediksi ku salah. Bagaimana ini? Tenang lah....tenang Dinda...
Si penculik mengarah kan laras panjang nya pada ku, dan anggota ku. Dengan tenang, aku memberi kode tatapan pada anggota ku. Aku melepas sofgun ku ke lantai. Aku sedikit demi sedikit berjalan mengarah pada belakang penculik. Tangisan anak-anak kecil membuat hati ku teriris. Aku ingin memeluk mereka. Tenang lah, aku akan menyelamat kan kalian.
"Saya mohon! Lepas kan anak-anak ini, mereka tak punya salah apa-apa. Apa salah mereka pada kalian? Apa mau kalian dari anak-anak ini?" Aku pun akan bernegosiasi terlebih dahulu. Semua hening. Suara langkah kaki yang menuruni tangga besi terdengar. Hell? Iya, itu sepatu hell. Siapa wanita itu? Atau jangan, itu Bunda? Wanita yang suka menjual beli kan wanita.
"Hai ibu polwan? Kau cantik sekali nak....gaji mu seberapa besar jadi polwan, huh? Lebih baik kau ikut bekerja dengan ku saja....kau bisa membeli permata dan berlian hanya dengan memuas kan seorang pengusaha kaya. Coba, aku ingin lihat tangan mu. Apa ada cincin, berlian atau permata?" Ah, benar dia Bunda. Si ibu paruh baya yang suka memperjual belikan wanita belia pada pengusaha kaya. Tangan lentik nya memegang jari-jariku.
"Uh lalala....hei, Ucok! Lihat lah kemari, ada yang mengejut kan pada jari polwan ini. Oh my god, polwan ini punya berlian di tangan nya. Boleh aku pinjam nona cantik?"
"Jangan! Jangan lepas kan cincin itu dari tangan ku, atau kau akan mati disini!" Kata ku dengan nada yang sangat kesal. Nafas ku memburu, ingin segera memukul Bunda ini.
"Oh, gak bisa? No, no no! Ini pasti dari calon suami mu kan? Dia polisi juga? Wah, kaya sekali" aku melirik anggota ku. Wajah mereka sudah merah, peluh pun bercucuran. Cincin berlian pemberian Dharma pun lepas dari jari ku.
"Makasih sayang cincin nya, aku suka" dia melempar cincin itu ke dalam saluran air kotor yang ada di luar gudang.
'Dharma, maaf kan aku tidak bisa menjaga cincin pemberiaan mu. Aku akan menghabisi orang ini' gumam ku sambil mengepal tangan.
Tangan ku perlahan meraih tangan Bunda, dan memelintir nya.

Cinta Si PerwiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang