Bagian 4

5.4K 170 0
                                    

Tugas sudah memanggil. Saat nya aku beraksi menangkap para penjahat di kota ini. Akan ku cari ke penjuru mana pun kau bersembunyi. Akan ku kejar kema pun kau lari. Akan ku tangkap dirimu....akan ku buat kau menunduk di hadapan ku. Ku buat kau bersujud, memohon maaf pada Tuhan yang telah menciptakan segala nya.

Tunggu aku, jangan pergi, jangan main-main dengan ku. Tunggulah aku di tempat, esok pagi aku akan datang menjumpai mu...wahai penculik
(Iptu. Dinda berliana putri s.trk)

Iptu. Dinda B.P pov
Drrtt...drrtt...
Bunda Rani

Jalan ku terhenti melihat layar ponsel ku. Aku duduk di kursi besi panjang dan mengangkat telpon.
"Halo ya bund?"
"Nak, kamu nanti sore bisa kan ke rumah bunda?"
"Ma...maaf ya bund, seperti nya Dinda gak bisa. Nanti sore Dinda harus menyiap kan denah penangkapan kasus lenculikan bund" aku sedikit tak enak menolak permintaan bunda.
"Oh begitu ya nak? Jadi nanti malam, kamu bermalam di kantor sayang?"
"Iya bund, maafin Dinda ya?"
"Iya nak, gak papa. Bunda paham pekerjaan mu sangat menuntut mu. Semangat ya sayang"
"Iya bund, terimakasih. Memang nya ada apa ya bund?"
"Oh, nggak kok nak. Nggak ada apa-apa"
"Uhm...baiklah bund, kalau begitu Dinda tutup ya telpon nya?"
"Iya nak, hati-hati ya"
"Siap bunda"
Ku matikan sambungan telpon ku dan bunda. Lalu aku berjalan ke ruangan ku.

Ruangan terasa sepi tak ada Dharma. Kemana sih dia? Aneh banget tingkah nya dari tadi pagi. Beneran pengen bejek-bejek muka nya.

Ku telpon juga tak menjawab. WhatSupp offline. Hih! Kemana sih dia? Aku kangen sama dia tauk. Dharma.... ih, dasar. Cowok gak bertanggung jawab dia, giliran aku rindu dia ngilang. Giliran bosen sama dia, dia nya selalu ada di samping aku. Jadi pengen nonjok samsakh.

"Mith, kamu lihat iptu Dharma gak?" Tamya ku sambil mengotak-ngagik handphone ku.

"Nggak bu, memang seharian gak ketemu bu?" Tanya nya balik.

"Nggak! Nyebelin dasar tuh cowok. Hih! Mitha! Kalau kamu lihat dia, kabarin saya. Dharma dasar ya kamu, awas aja kalau ketemu aku pengen tampar pipi mu" Mitha terkekeh pelan.

"Apa kamu ketawa?! Oh, kamu tahu dimana pak Dharma ya?" Aku mendekat ke arah kursi nya. Aku duduk di meja, berhadapan dnegan nya.

Tubuh nya langsung tegap dan kaku. Ku matikan saja komputer nya.
"Bripda Amitha ananda putri, liat saya dong...saya gak makan kamu kok. Saya cuman mau tanya sama kamu, dikit aja" aku melipat tangan ku di dada. Mengalih kan pandangan pada ujung sepatu boots ku. Aku juga berdecak pelan, seakan membuat suasana horor.
"Ta..tan...tanya apa bu? Say..saya akan jawab" jawab nya dengan gugup. Aku tersentum miring menatap nya.
"Gak usah gugup ah sama saya, Mitha gak boleh gugup. Nanti kalau foto, terus kamera nya goyang gimana? Jelek hasil nya nanti....santai aja" sebenar nya aku ingin tertawa bebas. Tapi aku sedang iseng, ingin menakuti anggota ku.
"Bab..."
"Bab? BAB maksud kamu? Ih, jorok si Mitha" aku sekarang terkekeh pelan. Aku berdehem keras.
"Pak Dharma dimana? Jangan sembunyiin ya dari saya? Saya nya salgi kangen dan riinn....duuu... banget sama dia. Kamu kalau ridnu sama Anggi ginama tuh? Gak enak kan pengen ketemu sama dia. Saya juga gitu, cepat beritahu saya. Kalau gak mau, nanti saya gak bakal fotoin kamu lagi" aku berjalan dan mendekat pada kuping Mitha.
"I...iya bu, pak Dharma ada di ruang pak Boris" aku mengangguk. Aku mencari sesuatu di kantong celana bahan ku.
"Ini, cokelat buat kamu. Maafin saya tadi ya. Saya keluar sebentar, jangan rindu sama saya. Biye grils, muach" aku kiss biye pada nya, dan dia membalas dengan gugup.

Aku langsung ke ruangan Boris. Kawan letting ku dan Dharma.
"Selamat siang bapak-bapak" aku masuk ke ruangan Boris. Dharma sedang duduk, menghadap laptop nya. Sedang kan Boris fokus pada berkas nya.
"Jawab napa? Gak sopan" ujar ku kesal dan duduk di sofa sebelah Dharma.
"Siang ibu Dinda berliana putri" jawab mereka berdua serempak.
"Ji! Istri mu kapan lahiran? Kalau dedek nya udah lahir langsung kabarin aku ya? Aku mau gendong, terus cium dedek nya. Ingat! Gua yang pertama!" Boris melirik ku. Ih, tumben dia.
"Kau macam nenek lampir saja, bah! Kalau tiap ada kawan yang bini nya melahir kan, kau pasti langsung ingin menggendong bayi itu. Apa kau menghisap darah mereka?" Dengan logat batak khas nya aku pun terkekeh. Tapi aku kesal dengan tuduhan nya.
"Gila lo! Kebanyakan legenda si gale-gale. Aku cuman mau gendong aja, aku suka bayi yang baru lahir lucu" aku menyandar kan punggung ku di sofa, dan memainkan ponsel Dharma.
"Halah kau ini, iya nanti aku kabar kan kalau sudah lahir. Dua minggu lagi lah" aku mengangguk.
"Dharma...makan yuk, laper nih. Pegang nih perut aku, gerak-gerak tuh" rengek ku seperti anak kecil.
"Makan lah dek, memang kamu hamil?" Ih, super nyebelin dia.
"Iya aku hamil, anak nya Anata! Puas kamu?!" Boris dan Dharma langsung menatap ku.
"Beneran dek? Jawab aku!" Aku menggeleng dan nyengir.
"Nggak lah. Tapi kalau kamu nya cuek terus ya nanti aku minta deh sama Anata, buat bikin aku hamil" Dharma langsung menutup laptop nya dan menatap ku.
"Nggak kok, ini cuek" aku tersenyum dan,memeluk nya.
"Makasih Dharma..."
"Eleh! Aku macam kambing congek bin nyamuk disini. Kalau k'lian mau bermesraan, pergi jauh-jauh" omel Boris tak suka.
"Boris! Ingat, bayi mu lahir. Serah kan pada ku" aku pun menarik Dharma krluar ruangan.

*sore hari / polda metro jaya
Aku sedang mondar-mandir di depan anggota ku. Memikir kan jalan mana yang harus di lewati untuk sampai ke titik utama.
"Ada yang punya saran?" Tanya ku, karena otak ku tok-mentok. Butuh asupan donat.
"Saya ndan! Izin memberi saran" aku menoleh, brptu Agun mengangkat tangan. Aku mengangguk dan mempersilakan nya ke depan.

Tangan nya mulai menggambar jalan yang akan menjadi jalan kita untuk mencapai titik utama. Gudang bekas pabrik tekstil. Agun menunjukan jalan pintas yang aku tak ketahui. Dan itu membuat ku tersenyum.

"Baik, terimakasih briptu Agunathan gamaliel. Saya suka dengan denah ini, terimaksih sudah membantu. Baik, nanti yang akan menjadi penunjuk jalan dan yang menjadi pengintai kawasan saya percayakan pada briptu Agun, brigadir Romi, bripda Yonki, dan... satu lagi briptu Dhoni" aku menulis kan nama-nama anggota ayang akan menigintai kawasan di whiteboard.

Setelah aku membuat tim yang akan mengintai, mengepung, dan penangkapan aku memerintah kan untuk berdo'a sesuai agama masing-masing. Dan bagi yang Islam, ku suruh shokat berjama'ah bersama ku.

Aku masuk ke ruangan ku, membuka sepatu ku menjadi sandal jepit hitam dan beragnti baju. Aku berganti baju PDH menjadi kus putih lengan pendek, dan jins biru. Aku membersih kan wajah ku dengan mencuci nya dan menggosok gigi. Sudah selesai, aku duduk di kursi nyaman ku. Membuka laptop, dan mencari beberapa informasi tentang kelompok penculikan kelas kakap itu.

"Selamat malam Dinda!!" Aku mendongak, ada bunda, ayah, Delima, Dharma, dan letting ku. Juga beberapa anggota.
"Ada apa ini?" Tanya ku bingung. Karena ku benar-benar tak tahu. Aku berjalan mendekat ke arah Dharma.
"Ayo, mas Dharma anak nya ayah. Ungkap kan lah!" Dharma berlutut di hadapan ku. Membuka sebuah kotak berwarna peach yang berpita.
"Will you merry me? Be a my Bhayangkari?" Aku menutup mulut ku, aku benar-benar terpukau.
"Ye..yes i will.... i will be a good bhayangkari for you" tepukan pun riuh terdengar. Dharma memakai kan cincin mungil dengan berlian di tengah nya. Dharma berdiri dan memeluk ku.
"Terimakasih sudah mau menjadi calon istriku, dan akan menjadi calon bunda dari anak-anak kita nanti" Dharma mengurai pelukan nya dan menatap ku lekat. Saat hendak mencium kening ku...
"Jangan!!" Larangan dari semua krang yang ada di ruangan ku. Aku pun hanya tertawa.
"Sabar kali mas, dasar cowok gak sabaran hih! Bentar lagi merrid kok, sabar, legowo kata bunda" aku hanya mengangguk saja.

~~~~~
Bersambung ......
Muach, vomment nya ya? Biar semangat aku nya...

Cinta Si PerwiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang