Awal kehidupan, dan akhir dari kehidupan. Tugas yang mengantar kan nya pergi ke tempat yang indah. Pengorbanan sangat besar. Resiko yang tinggi, akan kami lakukan walau mengancam keselamatan kami.
(Dinda & Dharma)Iptu Dinda B.P pov
Hah, berat sekali sih kamu nak? Bunda nya susah buat jalan. Ku usap perut buncit ku. Ini sudah bulan nya, aku pun sudah tidak dinas lagi. Sudah mengambil cuti."Dek, kamu kenapa? Susah jalan nya, huh?" Dharma menanyakan ku sambil berlari kecil. Yah, kami sedang lari pagi keliling asrama. Aku sudah gak kuat lari kenceng, apalagi keliling stadion.
"Ih, kamu lihat nya apa? Gendong kek! Ini semua juga gegara kamu!" Jawab ku kesal. Aku pun duduk di kursi bawah pohon, dan minum air mineral.
"Apa? Kok gegara aku dek?" Tanya nya duduk di sebelah ku. Aku memberikan botol itu pada Dharma.
"Iyalah, coba kalau kamu gak hamilin aku. Pasti aku gak kaya gini"Byur!!
"Dharma! Jorok kamu ih" Dharma menyembur kan air nya ke jalan. Ih, jorok banget sih.
"Maaf dek, mas minta maaf ya. Kalau mas ada salah sama kamu, mas minta maaf..." ucapan Dharma sangat lembut, dan lemah. Seolah kata permintaan maaf terakhir dari mulut nya.
"Apaan sih kamu?! Apa coba, lebaran aja belum" kata ku cuek. Aku tak suka kalau perkataan Dharma berubah menjadi seperti ini.
"Dek, dengar mas. Mas hidup gak lama sayang, Allah sudah menakdirkan umur seseorang. Mas cuman menjaga saja. Takut nanti ada sesuatu yang tidak baik, dan aku belum meminta maaf. Aku juga selama beberapa hari terakhir memiliki perasaan yang tidak enak dek" aku menatap nya. Ada apa sih? Kok omongan Dharma ngelantur?.aki gak mau dia pergi, aku gak rela. Kalau dia pergi, siapa yang akan menjadi pelindung ku, yang menjadi tempat ku mencurahkan hati ku.
"Nggak kok mas, kamu gak punya salah apa-apa sama aku. Aku selalu memaaf kan mu" aku mengusap bahu nya dan tersenyum.
"Terimakasih ya. Nak, ayah titip bunda ya. Jaga bunda baik-baik" Dharma kembali mengusap perut ku dan mencium nya.*rumah
Aku menyiap kan makanan untuk makan malam. Dharma sebentar lagi berangkat, ada kasus penyeludupan narkoba dan pelaku nya sudah terlacak. Otomatis, Dharma harus ikut turun tangan. Tapi, aneh nya perasaan ku benar-benar bimbang."Mas, makan dulu yuk. Sudah siap nih" panggil ku sambil berjalan ke kamar. Aku melihat Dharma sedang memegang baju bayi yang sudah ia beli kemarin. Dia duduk di tepi ranjang, dan menitih kan air mata.
Aku memegang bahu nya, dia mendongak dan tersenyum. Ku hapus air mata nya.
"Mas, kamu kenapa? Kok nangis begini, dan kenapa baju dedek nya di pegang lagi? Bukan nya semalam sudah di packing?" Aku duduk di sebelah nya, dan menatap nya.
"Entah lah dek, aku rasanya ingin memeluk buah hati kita saat pertama kali lahir kedunia ini. Aku ingin mengazani nya, dan memeluk tubuh kecil nya. Tapi, disisi lain juga hati ku semakin sedih, gundah mengingat aku akan pergi dinas"Tes
Tes
Air mata ku lolos keluar dari pelupuk mata ku. Aku memeluk Dharma. Wajah nya sudah sangat pucat, ada apa ini? Apakah ini sebuah tanda? Ah, kumohon jangan!"Mas..jangan pergi, aku ingin bersama mu mas. Jangan bicara seperti tadi lagi, aku tidak suka" Dharma mengecup kening ku dan menghapus air mata ku.
"Baiklah dek, mas tidak akan berbicara seperti tadi lagi..." aku mengangguk.Drrtt...drrtt...
Handphone Dharma berdering. Dia pun mengangkat nya dan menjawab.
"Gimana Gi?""...."
"Oke, saya kesana"
"...."
Setelah telpon terputus, dia menatap ku dan mencium bibirku lembut. Aku merasakan ada sesuatu yang mengganjal di hati Dharma. Begitu pun aku sendiri.
Aku mengantar Dharma sampai depan pintu dan melambai kan tangan saat mobil Dharma berjalan menjauh.
~~~
Aku melirik jam, sudah jam 00.00 wib. Dharma masih belum ada kabar. Telpon nya tidak aktif. Kesatuan pun juga masih belum tahu keadaan di lokasi."Auw!" Perut ku terasa sakit. Aku tidak tahu, apakah ini yang disebut dengan kontraksi saat akan melahir kan atau bukan? Nyeri nya kadang ada kadang hilang.
Tok tok tok...
Ku buka pintu dan itu anggota Dharma.
"Izin selamat malam ndan!"
"Malam, ada apa? Bagaimana pak Dharma?" Tanya ku khawatir saat melihat mimik wajah mereka yang sedih bercampur bingung.
"Ma..maaf bu, pak Dharma...tertembak saat penangkapan. Dan sekarang sedang di operasi di RS. Bhayangkara"Deg!
Deg!
Deg!
Aku menaut kan alis ku, aku masih tak percaya berita ini.
"Apa kalian benar?" Tanya ku memastikan.
"Siap benar bu, kalau ibu mau melihat kondisi pak Dharma. Kami bisa mengantar" aku mengangguk.*RS. Bhayangkara
Aku menyusuri lorong sepi dan menemukan ruang operasi. Air mata ku tak henti nya mengalir keluar dari mata ku.Semoga saja Dharma baik-baik saja, dan tidak terjadi apa-apa. Ku usap perut ku yang kembali menimbul kan rasa nyeri.
"Bu? Apa ibu baik-baik saja?" Tanya Angga anggita Dharma.
"Saya tak apa, hanya nyeri saja" jawab ku sedikit terbata karena menahan sakit.
"Lebih baik ibu duduk saja, wajah ibu pucat dan keringat dingin" usul Angga ku angguki. Memang benar, aku lemas dan keringat dingin.30 menit aku menunggu, dokter masih belum keluar. Perut ku juga semakin sakit, dan ini malah semakin menjadi. Tulang ku terasa di patah kan.
"Bu? Ibu kenapa? Saya panggil kan dokter" aku mengangguk. Aku menunggu Angga memanggil bantuan.
"Aaggrrhh sakit...""Ya Tuhan! Bu Dinda, ayo!" Perawat pun membantu ku duduk di kursi roda dan di bawa ke ruang bersalin.
Author pov.
Dharma yang masih belum selesai,operasi sedari tadi memanggil nama Dinda. Dia sudah berpasrah, dan ingin segera melepas kan ruh nya dari badan nya. Dia ingin segera tenang, dan melihat anak nya lahir.Di ruang bersalin, Dinda sedang menjerit kesakitan. Peluh pun bercucuran keluar dari pelipis nya. Menurut dokter, Dinda sudah pembukaan 8 dan sudah saat nya melkahir kan.
"Aaggrrhh!! Sakit hik hik....Mas Dharma" Dinda pun mengerang kesakitan. Rasanya benar-benar sakit. Tulang nya terasa di patah kan.
"Ayo bu Dinda! Sedikit lagi, kepala baby nya sudah terlihat!" Semangat dokter Rara pada Dinda. Dinda pun menarik nafas panjang, dan menekan sekuat mungkin.
"Aaaaaaakkkkkk!!!!" Teriak nya dan..HOWEK....HOWEKKK....HOWEKK..
Suara tangisan bayi terdengar sangat kencang. Suara nya sangat kencang, seperti sedang menyemangati ibu nya. Dinda tersenyum lemas.
"Selamat ya bu Dinda, ini baby nya. Dia perempuan bu, cantik seperti ibu. Mirip sekali seperti ayah nya" bayi kecil pun di telungkupan di dada Dinda. Mulut mungil nya mencari puting susu. Setelah menemukan nya, dia langsung menghisap nya kencang. Dinda tersenyum senang melihat anak nya sehat, dan tak kekurangan apa pun.~~~~
Bersambungg...Biye muach muach
:')
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Si Perwira
RomanceIptu Dinda Berliana Putri, yang memiliki paras cantik dan manis. Di usia yang menginjak 25 tahun, dia sudah menjadi iptu. Semua itu karena kinerja nya yang baik. Dia jarang tersenyum, hanya untuk beberapa orang saja yang ia beri senyuman. Kisah ci...