Bagian 23

2.4K 121 4
                                    

Akp. Dinda B.P pov

"Ndan..."
"Eh, kenapa?"
"Ada apa ndan? Kok melamun?" Aku menggeleng. Memang sedari tadi aku melamun ya?
"Hem, tidak tahu" pikiranku terus teringat oleh Lea. Ada apa dengan Lea? Hatiku juga tidak enak.

Drrt...drrtt...drrt..
Bi Yiyik

"Halo bi, ada apa?"
"Le...Lea bu, Lea di culik!"

Deg!

"Bi! Jangan bercanda ya, saya tidak suka!" Aku berdiri, hatiku cemas mendengar ini.
"Sa..saya tidak bercanda bu, ini benar. Tadi sepulang sekolah, saya telat menjeput non Lea. Dia di culik...maafkan saya bu hiks"
"Ha?! Kamu gak usah nangis! Percuma kamu nangis!" Ku putuskan sambungan telpon itu.

Lea, dimana kamu nak? Jangan buat bunda khawatir begini, Lea baik-baik disana ya. Bunda akan mencarimu.
"Jodhi! Cepat bantu saya, kamu selidiki para saksi di sekolah Lea! Cepat!" Perintahku dengan tegas.
"A..ada apa bu, ada apa dengan Lea?" Tanyanya.
"Lea di culik, cepat! Saya tidak mau dia kenapa-napa!"

~~~~
Author pov

"Diam anak kecil! Kamu nggak usah cape-cape nangis, toh bunda bunda mu juga gak peduli sama kamu. Om kasih tahu ya...bunda kamu itu cuman mentingin pekerjaanya, sama masyarakat. Kamu itu gak di pedulikan" ucap Dion membuat Lea sebal. Lea memang persis seperti bundanya. Jika ada yang menghina orang tersayangnya, dia akan kesal dan akan berbuat nekat.
"Om! Om gak usah jelekin bunda aku! Bunda itu wanita terhebat di dunia ini! Om itu kan sudah dewasa, kok om nggak mikir sih? Om tau kan kerjaan bunda aku? Dia polwan om...memang tugasnya hanya untuk masyarakat dan negara ini. Kok om gak mikir sih. Kebanyakan micin ya om?" Balas Lea dengan penuh keberanian. Memang Lea anak perempuan yang tak punya rasa takut, dan malu. Dia berani pada siapapun. Sama seperti bundanya.
"Lagian om kenapa culik aku sih? Bunda aku gak akan kasih uang buat om, om harusnya kerja bukannya nyulik aku. Dasar om-om males! Gak ada kerjaan nyulik aku segala, aku pikir aku takut sama om. Nggak yaw! Aku sumpahin jadi kelinci baru tahu.." tambah Lea dengan berani. Dan ia sedikit mengecilkan suaranya, saat kalimat terakhir.
"Dasar anak nakal!" Dion berdiri, dan mencambukan tali itu pada lantai. Membuat jantung Lea berdetak lebih kencang.
"Masih berani?! Panggil bunda mu itu! Sekeras mungkin!" Lea hanya menatap kosong ke depan. Keberaniannya yang tadi ada, sekarang telah hilang. Sekarang Lea takut, dan menyebut nama bundanya di dalam hati. Sesekali menyebut Dharma.
'Bunda, Lea takut bunda...bunda dimana? Lea takut dengan om ini' gumamnya sambil menatap nanar si Dion.

Dinda sibuk mencari info kemana-mana. Seketika lututnya lemas, kepalanya sangat pusing.
"Aaaggrrhh!! Kenapa harus sakit sih! Lemah!" Dinda menyandarkan tubuhnya di tembok. Dia benar-benar lemas.
"Ya Allah, jaga Lea untukku. Jangan sampai aku kehilangan orang yang ku sayang, untuk ke dua kalinya. Lea satu-satunya penyemangatku, jika Lea pergi....lebih baik aku juga ikut pergi...maafkan bunda Lea, bunda tidak bisa menjagamu...hiks.." Dinda pun terduduk, memeluk lututnya. Dia menangis, menyesal karena telah melupakan Lea. Tugasnya tak pernah memberi waktu untuk bersama Lea.
"Lea, kamu dimana dek? Aku bodoh, kenapa aku tidak bisa menemukan Lea?..." Dinda menjadi semakin merasa bodoh, dan bersalah.
"Mas....Dharma, aku minta maaf. Aku lalai menjaga Lea, aku sudah melupakanya. Maafkan aku...." Dinda semakin merasa bersalah, kepalanya semakin terasa sakit. Karena kesal, Dinda pun menjambak rambutnya sendiri, mencoba menghilangkan rasa sakit di kepalanya.
"Aaggrrhh!! Lea tolong bunda nak...." beberapa kali Dinda membenturkan kepalanya ke tembok.

                                ~~~~
"Bunda hiks....tolong Lea bund, Lea takut bunda...." Lea menangis dalam diam, ia takut dan masih mengingat kalimat bundanya.
'Lea kalau nangis tidak perlu bersuara. Kalau Lea takut, jangan menangis...Lea berdo'a pada Tuhan, minta perlindungan-Nya yah...Tuhan tidak perlu mendengar jeritan tangisan Lea, Tuhan ssudah cukup bisa mendengar suara hati kecil Lea...' itulah ucapan bundanya saat Lea menangis saat ketakutan. Lea mengingat kebaikan bundanya, Dinda memang sosok bunda yang hebat bagi Lea.
'Ya Allah....selamatkan Lea dari sini, Lea takut. Tolong beritahu pada bunda, Lea ada disini ya Allah. Lea rindu bunda' gumam Lea sambil menundukan wajahnya.

Tiba-tiba jantung Dinda berdebar kencang, ia kembali mengingat Lea. Dinda merasa bahwa Lea sedang menangis dan ketakutan. Tapi Dinda masih bingung, dimana Lea? Ia tak bisa menemukan Lea. Perlahan Dinda memejamkan matanya, dan terbayang lah Lea. Lea yang sedang menangis di dalam gudang, gudang yang pernah di jadikan markas buronanya beberapa bulan yang lalu.
"Lea, tunggu bunda!" Dinda berdiri dan mengambil senjatanya. Bagaimana pun, ia membutuhkan senjatanya itu.

                              ~~~~
18.30 WIB

Dinda turun dari mobil hitamnya. Dinda menghapus air matanya, matanya benar-benar terasa perih. Dia mulai berjalan dengan tegap, walau masih dalam keadaan lemas. Nafasnya masih belum teratur, dan jantungnya semakin berdebar kencang. Ini semua akibat Dinda terlalu lelah bekerja, selama 5 hati berturut-turut Dinda tak pulang ke rumah. Dia harus menuntaskan kasusnya.

Sekarang, Dinda berdiri bersandar di tembok. Ia mengatur nafasnya, dia harus bisa walau Dinda datang sendiri tanpa bantuan anggotanya. Masalah penculikan perihal kecil, namun masalahnya kondisi tubuhnya kali ini memang sangat lemah.
"Bismillah.." Dinda menghembuskan nafasnya, dan mulai mengendap mengintip celah jendela yang tinggi.

Dinda naik di tangga bambu, dan mengintip keadaan di dalam. Ia melihat beberapa lelaki bertubuh besar, dan satu anak perempuan yang ia yakini itu pasti Lea. Hatinya bergetar melihat anaknya di ikat di kursi, sudah cukup ia saja yang pernah di ikat seperti itu. Anaknya tidak boleh merasakan kursi kayu itu. Setelah mengintip, Dinda berjalan masuk lewat pintu belakang gudang itu. Suara gelak tawa para lelaki itu, membuat Dinda geram. Dan ingin menikan satu-satu.

Lea mendongak, melirik keadaan sekitar. Ia melihat ada seseorang di balik pintu, perempuan.
'Apa itu bunda?' Gumamnya dalam hati.
'Iya benar itu bunda!!' Lea menggerakan kursi kayu itu, mencoba memberi isyarat pada bundanya. Dinda melirik, dan mengisyaratkan agar Lea tetap tenang. Kalau Lea berontak, itu akan membuat para preman menjadi curiga.
"Hei, kau kenapa?" Tanya Dion pada Lea. Lea hanya menggeleng.
Di balik pintu, Dinda diam. Ia harus melawan satu-satu para preman itu. Tak ada cara lain lagi, ada satu cara tapi itu akan membuat Lea terikat lebih lama di kursi kayu.

Pikiran Dinda menjadi berkelut, ia harus membebaskan Lea dengan selamat tanpa ada luka. Tapi ia harus menunggu para preman itu pergi dari gudang itu, dan itu akan menghabiskan waktu lama juga akan membuat Lea lebih lama terikat di kursi kayu itu. Kalau Dinda memilih langsung berhadapan langsung dengan para preman itu, di pastikan ia akan kalah. Mereka ada ber-3, dengan perawakan besar. Sedangkan Dinda hanya sendiri, juga kondisi tubuhnya juga sedang lemah sekali.


~~~~~~
Bersambung....

Gimana kelanjutannya?
Mohon votenya, itu bisa menjadi penyemangat untuk menulis:')

Cinta Si PerwiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang