Rizky menghela nafasnya ketika melihat Nisya sedang melamun di dapur. Dia melangkah mendekati istrinya dan menepuk bahunya pelan, "Zil!"
Nisya tersentak ketika merasakan bahunya ditepuk oleh seseorang, "E—ehh iyaa kenapa, Ky?"
"Kamu duduk aja ya, biar aku yang lanjutin masaknya"
"Gak usah Ky. Biar aku aja ya, kamu udah rapi nanti jadi berantakan lagi"
Rizky menggeleng, "Gapapa Zil, lagian udah lama juga aku gak masakin kamu. Jadi, mending sekarang kamu duduk manis aja di meja makan"
"Maaf ngerepotin kamu terus" lirih Nisya
Rizky tersenyum dan mengecup kening Nisya lembut, "Gak sama sekali ngerepotin sayang. Udah sana kamu tunggu aja di meja makan!"
Nisya hanya mengangguk dan menuruti perintah Rizky untuk menunggu laki-laki itu di meja makan.
Selesai dengan acara masak memasaknya untuk sarapan pagi ini. Lagi-lagi dia melihat wajah muram Nisya yang sedang menunggunya di meja makan.
Sudah seminggu semenjak kepergian Aldo dan itu berdampak dengan diamnya wanita itu. Nisya jadi lebih pendiam dan sering sekali terlihat melamun, membuat Rizky khawatir dengan keadaannya.
Rizky mengusap pipi Nisya membuat wanita itu menoleh dan tersenyum kepadanya, "Sarapannya udah jadi, kamu makan dulu ya"
"Kamu aja yang makan, aku belum lapar"
Rizky menghela nafas untuk mengontrol emosinya, "Kamu selalu bilang kaya gitu seminggu ini, nanti kamu sakit Zil. Aku tau kamu sedih karena Bang Aldo pergi, tapi kamu masih punya aku Zil. Aku emang gak bisa dan gak akan pernah bisa jadi sosok Bang Aldo buat kamu, tapi aku akan selalu disini sama kamu, temenin kamu, dan gak akan pernah ninggalin kamu"
Nisya langsung tersadar jika selama ini dia terlalu asyik terlarut dengan kesedihannya tanpa memikirkan perasaan Rizky sebagai suaminya. Dia sadar bahwa lagi-lagi dia mengabaikan Rizky karena memikirkan perasaannya sendiri tanpa peduli dengan apa yang laki-laki itu rasakan.
"Ky ak-"
"Ternyata aku masih gak segitu berartinya ya buat kamu?" miris Rizky
Setelah mengucapkan itu Rizky langsung berlalu meninggalkan Nisya yang hanya bisa diam menatap kepergiannya.
Baru saja tangannya membuka pintu mobil, Rizky merasa ada yang memeluknya erat dari belakang. Dia hanya bisa menghela nafas ketika merasakan baju belakangnya basah karena air mata Nisya.
"Ky aku minta maaf hiks. Jangan pergi! Jangan tinggalin aku! Aku tau aku salah karena lagi-lagi terlarut dalam kesedihan aku, tapi aku mohon jangan marah sama aku, aku cuma punya kamu sekarang,"
"Aku min-"
Rizky berbalik dan memeluk Nisya erat, "Aku maafiin"
Dia sebenarnya kecewa, ingin rasanya dia marah karena lagi-lagi wanita itu mengabaikan dirinya seolah sosoknya tak ada untuk menemani wanita itu dalam kesedihannya. Tapi, rasa cintanya yang terlalu besar membuatnya lagi-lagi kalah dan memaafkan wanitanya untuk kesekian kalinya.
"Yaudah sekarang jangan nangis lagi, aku mau pergi ke resto dulu"
"Jangan pergi"
"Aku ada urusan sayang. Nanti kalo urusannya udah selesai aku langsung pulang ya?"
Nisya menggeleng, "Aku mau ikut" rengeknya
"Tapi aku ada urusan jadi gak bisa temenin kamu nanti, Zil"
"Gapapa, pokoknya aku mau ikut"
"Bener ya nanti gak rewel kalo aku gak temenin?"
Nisya melepaskan pelukannya dan mengerucutkan bibirnya sebal, "Ish! Emang aku anak kecil rewel?"
