5

5.4K 732 80
                                    

Iqbaal menutup pintu apartemennya dengan sedikit kuat, lalu ia berjalan menuju kamar tidurnya, ia melepaskan kedua kancing kemeja atasnya setelah itu meleparkan tubuhnya di atas tempat tidur.

Ia begitu kesal, marah, dan kecewa. Kebahagiaanya akhir-akhir ini ternyata kebahagiaan yang salah alamat. Iqbaal mengusap wajahnya dengan kasar, lalu dengan sedikit cepat ia mengambil ponselnya.

Seketika ia memblokir nomor Nada, ia tidak mau lagi berhubungan dengan gadis-gadis itu. Untuk pertama kalinya ia ingin mengejar seorang gadis, dan untuk terakhir kali ia tidak ingin mengenal jatuh cinta.

Iqbaal melemparkan ponselnya ke sembarangan arah, ia tidak mengerti sekarang benar-benar tidak mengerti!

**

(Namakamu) mengunyah permen karetnya sembari mendribble bola basketnya di tengah lapangan yang luas ini,sunyi senyap menemani dirinya, senja sudah menghampiri sampai membuatnya kalut.

"Saya datang ke sini bukan untuk dia, tapi untuk kamu! Saya pikir selama ini, saya berkomunikasi dengan kamu, tapi nyatanya saya salah besar. Saya mengharapkan ketika kamu meminta nomor saya, kita bisa dekat. Ternyata itu untuk teman kamu. Kamu tahu? Saya sudah mengharapkan kita bisa miliki status! Nyatanya, apa?! Saya di sini yang memalukan diri saya sendiri!"

(Namakamu) mengingat kembali ucapan Iqbaal tadi siang itu, dan itu seperti lagu yang terus berulang-ulang didengar. (Namakamu) mulai melemparkan bola basketnya ke ring, tetapi gagal. (Namakamu) berdiri terpaku, ia sedang tidak fokus, campur- aduk.

Ia dengan lelahnya membiarkan rok pink peach itu kotor ketika ia duduk di tengah lapangan ini, ia menyatukan kesepuluh jarinya di dalam pangkuannya. "Kenapa harus suka gue? Apa yang bisa lo sukai dari perempuan yang bahkan tidak kenal yang namanya berhias?" (Namakamu) memeluk lututnya," harusnya lo suka sama cewek kaya Nada. Dia lebih dari gue, dan gue yakin lo pasti bahagia."

(Namakamu) menjadikan lututnya sebagai bantalnya, ia menyandarkan dahinya di sana. "Gue nggak pantas dicintai," bisik (Namakamu) dengan lirih.

**

Nada memakan es krimnya dengan lahap sembari menonton acara stand up comedy, penonton di dalam acara itu tertawat, tetapi dirinya tidak. Ia dengan sekali suap sendok besar memasukkannya ke dalam mulutnya yang kecil, airmatanya jatuh kembali saat ia mengunyah es krim itu.

'Karena keseringan nonton-nonton pahlawan-pahlawan gitu, gue dan teman-teman gue waktu hujan turun, kami sama-sama main di sana.Terus, setelah itu, gue meniru salah satu adegan pahlawan waktu mau berubah. Salah satu tangan gue, gue naikkan ke atas, kemudian gue bilang, "Pukulan naga air! Berubah...." Dan 2 jam kemudian, gue demam.'

'HAHAHAHA..'

Nada tidak tertawa saat calon komika itu kembali melontarkan leluconnya. Ia mengusap airmatanya dengan kasar, lalu kembali mengecek ponselnya, tidak ada pesan dari Iqbaal. Nada meletakkan ponselnya sembarang, lalu mulai memakan es krimnya dalam ukuran besar.

"Semua cowok sama aja! Bisanya nyakitin doang!"

**

Iqbaal membiarkan Bryan memasuki ruangannya, Iqbaal kembali menekuni bacaannya dengan serius. Bryan menatap temannya dengan prihatian, pasalnya sudah 2 minggu ini dia selalu diam, melewati makan siang, dan mempelajari kasus-kasus penyakit.

Sebanyak-banyaknya masalah yang datang kepada Iqbaal, tidak pernah seperti ini mengubah Iqbaal. Diam, dingin, penyendiri, dan jarang terlihat. Entah apa yang terjadi kepada temannya ini, ia pikir setelah pertemuannya dengan gadis yang disukainya itu, Iqbaal akan semakin bahagia dan tidak lagi murung. Tapi, malah semakin parah.

Bryan menghela napasnya dengan pelan, ia mengambil posisi duduk di sofa hitam luas itu, ia menatap Iqbaal dengan serius. "Lo kenapa, Baal? Kenapa lo jadi berubah kaya gini?"

Iqbaal mendengarnya, tapi tidak menjawab. Bryan semakin yakin, ini karena gadis itu.

"Semua rekan-rekan kerja kita bicarain lo, mereka menganggap lo udah muak bekerja di rumah sakit lo sendiri. Lo mau jual rumah sakit ini, mereka semua berbicara gitu, tau, nggak?" ucap Bryan dengan tatapannya mengarah kepada Iqbaal.

Iqbaal menghela napasnya dengan lelah, ia meletakkan begitu saja bacaannya, kini ia menatap Bryan dengan kedua matanya yang lelah. "Gue nggak tau lagi harus gimana untuk hilangin perempuan itu di dalam pikiran gue, gue benci harus kaya gini terus, Yan."

Bryan mengernyitkan dahinya, " ada apa sebenarnya?"

Iqbaal memijit dahinya dengan pelan. "Cewek yang gue chat selama ini bukan cewek yang gue sukai, tapi sahabatnya sendiri. Gue merasa.. gue nggak ngerti lagi, Yan, " cerita Iqbaal dengan kedua matanya yang ia tutup.

Bryan melihat Iqbaal benar-benar kacau.

"Semakin gue jauhi dia, hati gue makin sakit. Gue rindu dia, gue mau bertemu dengan dia, tapi... gue kecewa. Gue bahkan benci dengan perasaan gue sendiri, Yan! Gue udah nggak tahu lagi harus gimana," lanjut Iqbaal dengan tatapannya yang sedih.

Bryan baru kali ini melihat Iqbaal serapuh ini,ia tidak terlihat bersemangat seperti biasanya. Ia kasihan melihat Iqbaal.

"Gue punya cara gimana lo bisa dekat dengan cewek itu." Dan pada akhirnya Bryan akan membantu Iqbaal.

Iqbaal membuka kedua matanya perlahan-lahan, ia menatap Bryan yang tersenyum menguatkan kepadanya.

"Lo pacarin sahabatnya, tapi lo dekati cewek yang lo suka."

Iqbaal mengernyitkan dahinya,"maksud lo? Gue pacarin Nada biar gue bisa dekat dengan (Namakamu)?"

Bryan menganggukkan kepalanya," gue nggak tega liat lo seterpuruk ini, Baal. Kalau memang karena si ..si (Namakamu) itu lo bahagia, lo memang harus mengorbankan seseorang untuk melancarkan perjuangan cinta lo."

Iqbaal membasahi bibir bawahnya, secara tidak langsung ia ingin segera melaksanakannya. "Lo yakin ini berhasil?"

"Tergantung lo, Baal."

Dan untuk pertama kalinya, ia bermain bersama karma.

**

Nada membolakan kedua matanya saat melihat siapa yang mengechatnya untuk jarak waktunya yang sudah terhitung 2 minggu ini tidak ada kabar. Nada yang sedang hendak merapikan buku-bukunya seketika ia lepas begitu saja, ia mengambil ponselnya dan membuka isi pesan itu.

Dr. Jahat :Hai!

Nada :Masih ingat?

Dr. Jahat : Sorry, saya memang ada urusan waktu itu. You know, jadi dokter bedah memang harus siaga.

Nada : Tapi nggak perlu sampai nggak izin ke gue, kan?

Dr. Jahat :I'm so sorry. ..Saya tidak akan mengulanginya lagi.

Nada : Janji?

Dr. Jahat : Tentu.

Nada tersenyum dengan airmatanya yang jatuh, ia memeluk ponselnya dengan bahagianya. "Kalau memang dia jodoh Nada, dekatin dia, Tuhan. Tapi kalau hanya nyakiti Nada, tolong jauhi dari Nada, ya, Tuhan."

Nada kembali menatap ponselnya dengan terharu.

Dr.Jahat : Kita bisa ulang dari awal, kan?

Nada : Tentu, Baal, tentu.

Nada melarutkan dirinya pada perkataan manisnya Iqbaal, ini jatuh cinta terindahnya selama ia hidup saat ini.

**

Bersambung


P.S : Makasih sudah menunggu update-an Minrik. Ingin lanjut? Silahkan Komentar 40 (Minimal), besok Minrik lanjut setelah pulang gereja,bye!

SANG PENGGODATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang