Satu bulan lebih,Nada memang tidak bisa lagi berkomunikasi dengan Iqbaal secara lama. Nada setiap malam menangis di dalam kamar, mereka sering berjumpa tetapi Iqbaal tidak ada perhatiannya kepada dirinya. Ia selalu dianggap ketika (Namakamu) memanggil dirinya.
Nada menangis di dalam kesakitannya yang paling sakit, hatinya sangat sakit saat Iqbaal sama sekali tidak mengirim pesan kepadanya. Apa dirinya ada berbuat kesalahan? Jika ada, silahkan beritahu.
Nada memeluk bantal gulingnya sembari menangis di pelukan gulingnya. Ia menangis sejadi-jadinya.
'Tuhan, apa kisah cintaku akan terulang kembali dengan menyakitkan?'
**
Iqbaal tertawa kecil saat (Namakamu) kembali merajuk ketika ia menggodainya.
"Kamu cantik, (Namakamu). Aku berkata jujur," lanjut Iqbaal sembari menggenggam tangan mungil (Namakamu), ia tengah makan malam berdua dengan (Namakamu).
(Namakamu) mencoba melepaskan genggaman itu, tetapi Iqbaal mengeratkannya. "Dibilang jangan kaya gitu!" omel (Namakamu) dengan kesal.
Iqbaal terlihat bahagia dalam sebulan ini, akhirnya Iqbaal sudah bisa mengajak kencan 'rahasia' tanpa sepengetahuan Nada dan (Namakamu), ia selalu mengajak (Namakamu) untuk pergi menemaninya ke manapun.
"Nanti kamu mau ke mana lagi?" tanya Iqbaal sembari tersenyum melihat (Namakamu) makan dengan satu tangannya.
"Mau ke toko buku, mau beli buku partitur musik," jawab (Namakamu) sambil mengunyah. Iqbaal mengambil sisa makanan yang menempel di sudut bibir gadis itu. "Enak?" tanya Iqbaal dengan senyumannya.
"Enak, lho! Lama-lama gue bisa gendut kalau setiap malam diajaki makan," jawab (Namakamu) sembari tertawa.
"Aku suka sama perempuan gendut kalau itu kamu," balas Iqbaal dengan tatapannya menyiratkan kata cinta.
(Namakamu) melepaskan genggaman Iqbaal saat ponselnya berbunyi, Iqbaal melepaskannya dengan malas. Ia saja mematikan ponselnya ketika jalan dengan (Namakamu) agar tidak ada yang mengganggu waktunya berdua dengan gadis itu.
Iqbaal menyandarkan punggung tegapnya di kursi itu, ia menatap (Namakamu) yang mulai mengangkat panggilan itu.
"Lo di mana, (Namakamu)?"
(Namakamu) mendengar suara Nada yang serak, apa dia menangis?
"Gue lagi di luar, kenapa, Nad?" tanya (Namakamu) dengan khawatir.
"Gue butuh lo, (Namakamu). Gu-gue... butuh lo," isak Nada di ujung sana.
Seketika (Namakamu) berdiri dari duduknya, ia mengambil tasnya tanpa tahu arah. Ada apa dengan sahabat tersayangnya?
"Nad.. gue ke sana, lo.. lo.. tenang dulu, gue bentar lagi bakal sampai di sana. Jangan nangis lagi ya, Nad.. gue datang ke tempat lo," ucap (Namakamu) yang mulai pergi meninggalkan tempat makan malam itu.
Iqbaal yang melihat (Namakamu) pergi meninggalkannya membuatnya segera memberikan beberapa uang merah ke atas meja, lalu pergi menyusul (Namakamu). Iqbaal beruntung karena (Namakamu) belum terlalu jauh dari tempat makan mereka. Ia segera menarik tangan (Namakamu) dengan cepat, (Namakamu) seperti orang linglung, kedua matanya menahan air mata saat mendengar isakan sahabatnya yang menyakitkan.
"Biar aku yang antar kamu, tenangi diri kamu," bisik Iqbaal dengan napasnya yang sedikit memburu.
(Namakamu) tidak bisa berkata apa-apa lagi, airmatanya jatuh. "Nada nangis, Bang, gue takut... dia kenapa-kenapa," gumam (Namakamu) dengan ketakutannya.
Iqbaal membawa (Namakamu) ke dalam pelukannya, ia memberikan ketenangan kepada (Namakamu) di dalam dekapan hangatnya. "Dia baik-baik saja,oke? Dia baik-baik saja... jangan takut lagi, ya?" bisik Iqbaal dengan penuh rasa cintanya. Ia mengusap rambut (Namakamu) dengan lembut, (Namakamu) terisak di dalam pelukan Iqbaal.
"Kita pergi sekarang, oke?" ucap Iqbaal sembari mengusap pipi rona merah (Namakamu), (Namakamu) menganggukkan kepalanya dengan pelan. Iqbaal tersenyum, ia melepaskan pelukkannya kemudian menggenggam tangan mungil itu ke dalam genggaman hangatnya.
**
"Aku pulang, ya. Kalau kamu butuh sesuatu, telepon aku," ucap Iqbaal dengan usapan lembut di pipi (Namakamu).
(Namakamu) menganggukkan kepalanya, ia pun membuka pintu mobilnya kemudian sedikit berlari menuju rumah Nada. Iqbaal menghela napasnya dengan pelan, ia menatap kepergian (Namakamu).
"Apa yang seharusnya gue buat lagi? Lihat sahabatnya menangis, dia sudah tidak terkontrol seperti itu." Iqbaal hanya kembali menghembuskan napasnya kemudian menjalankan mobilnya meninggalkan rumah Nada.
(Namakamu) dengan sedikit berlari menuju kamar tidur Nada, tidak butuh waktu yang lama, (Namakamu) membuka pintu kamar Nada. "Nada," panggil (Namakamu) dengan napasnya yang memburu.
Nada yang sejak tadi memeluk gulingnya seketika bangkit dari tidurnya, ia berlari menuju (Namakamu), ia memeluk (Namakamu) dengan tangisannya. (Namakamu) mendekap Nada dengan erat, ia membiarkan Nada menangis.
"Gue kemb-kembali disakiti, (Namakamu)," isak Nada dengan sesaknya.
(Namakamu) seketika mengepalkan tangannya, "siapa yang sakiti lo, Nad?"
"Iqbaal, (Namakamu). Iqbaal nyakiti gue," isak Nada dengan sedikit kuat.
'Untuk pertama kalinya, ia telah menjatuhkan hatinya pada laki-laki yang menyakiti sahabatnya, Nada.'
(Namakamu) memejamkan kedua matanya memeluk Nada, ia tidak bisa berbicara.
"Iqbaal berjanji, dia akan serius dengan hubungan ini, tapi.. ta-tapi dia gak pernah nganggap gue ada, (Namakamu). Gue merasa seperti boneka yang gak penting, (Namakamu)... ap-apa salah gue? Kenapa banyak orang yang nyakitin gue?"isak Nada dengan pedihnya.
(Namakamu) mengernyitkan dahinya, "kalian jarang berhubungan?" tanya (Namakamu) memastikan.
Nada menganggukkan kepalannya, (Namakamu) semakin bingung. 'Iqbaal setiap hari menghubunginya, menelponnya bahkan sering mengajaknya jalan.'
"Dia cinta yang gue harapkan, kenapa gue yang selalu di posisi bertepuk sebelah tangan, (Namakamu)?"
(Namakamu) kini tidak dapat lagi berpikir, tangisan Nada membuatnya hilang konsentrasi. "Jangan nangis lagi, Nad. Gue gak bisa biarin lo nangis," ucap (Namakamu) menenangkan.
**
Bersambung
P.S : Kalau ceritanya pendek, berarti Minrik sedang ditahap butuh liburan. Kalau Misalnya Minrik bikin (Mau lanjut? Silahkan..) berarti lagi mood.
K Thx Bye!
KAMU SEDANG MEMBACA
SANG PENGGODA
FanfictionCover by: @-Ventum Kenapa Tuhan mempertemukan kita di dalam kondisi seperti sekarang? Jika memang karena bersatunya kita membuat seseorang terluka, bukan kah lebih baik kita pisah?