(Namakamu) tersenyum saat teman-teman komunitasnya menyapanya yang tengah istirahat di pinggir lapangan bersama skate board kesayangannya, ia mengusap wajahnya yang berkeringat akibat kegigihannya bermain skate boardnya.
Ini sudah minggu ke-3 ia menyibukkan dirinya dengan kuliah, komunitas kampus, komunitas lingkungannya, dan olahraga basketnya bahkan ketika Nada mengajaknya untuk menginap di rumah, ia tolak. Dia fokus kepada lingkungan barunya.
(Namakamu) membuka tutup botol minumannya, lalu mulai meneguknya dengan haus setelah cukup puas ia minum, (Namakamu) menutupnya kembali kemudian berdiri, ia ingin waktu istirahatnya terpakai dengan olahraga basketnya.
(Namakamu) meletakkan skate boardnya di samping tas olahraganya kemudian berlari menuju lapangan sebelahnya untuk bermain sebentar bola basketnya.
"Gue ikut main, dong!"
"Ayo! Lo di tim gue, (Namakamu)."
"Nah, gini dong, kan ramai."
(Namakamu) memberikan tosnya sembari memulai permainannya. Ia berlari mengejar bola berada. "Ini yang kalah ngapain?" tanya (Namakamu) sembari berlari kecil.
"Traktir beli minuman," teriak salah satu anggota bermain basket itu.
Mendengar itu membuat mereka semakin semangat, pasalnya ada hadiah yang tengah menanti. Namun ia tidak mengetahui, bahwa Iqbaal sejak tadi memantau dirinya dari kejauhan. Iqbaal melihat gadis yang ia cintai begitu bahagia dengan kegiatannya.
Tiga minggu belakangan ini, Iqbaal menyisipkan waktunya sebelum pulang ke apartemennya untuk melihat (Namakamu), ia merindukan gadis itu, ia merindukan untuk menggenggam tangan (Namakamu), merindukan senyuman gadis itu, dan merindukan suara gadis itu. Ia merindukan (Namakamu) Xenanya.
Iqbaal bersedekap dada dengan bersandar pada kap mobilnya, ia melihat (Namakamu) bisa menikmati olahraga sorenya. Iqbaal bahkan menegakkan tubuhnya saat (Namakamu) sedikit tidak terlihat.
Iqbaal sedikit tersenyum saat (Namakamu) tertawa terbahak-bahak di sana.
'Kamu bahagia? Aku pun bahagia.'
**
" Belum mau pulang?"
(Namakamu) yang terlihat duduk di tengah lapangan khusus skate board-nya tersenyum melihat Rio mengambil posisi di sampingnya. Ia kembali menatap langit senja di sini dengan memeluk lututnya. "Tunggu langitnya gelap, Kak. Lagian sepi juga di rumah," jawab (Namakamu) sembari menatap burung-burung terbang dengan sekawanannya.
Rio menepuk bahu (Namakamu) dengan lembut, (Namakamu) menatap Rio. "Kalau ada masalah, bilang sama Kakak. Kamu kira Kakak nggak tahu kebiasaan kamu, disetiap ada masalah, kamu pasti mengungsikan diri di sini. Coba deh cerita, jangan keseringan dipendam, takutnya itu membuat kamu tertekan dan psikis kamu kena. Mau jadi orang gila?"
(Namakamu) menundukkan kepalanya menatap kerikil yang sangat kecil itu, ia memang susah untuk menyembunyikan masalahnya jika sudah berhadapan dengan Rio. Rio adalah pendiri komunitas skate board di lingkungan mereka, ia sudah lama mengenal Rio. Teman bermainnya sejak kecil, saudara laki-lakinya, dan teman curhat dirinya.
Rio melingkarkan tangannya di bahu (Namakamu) sembari menepuk menenangkan (Namakamu), (Namakamu) seketika menangis saat merasakan pelukan hangat Rio. Rio menepuknya dengan pelan, ia membiarkan (Namakamu) menangis.
"Tuhan kasih kamu perkara karena dia rindu kamu, (Namakamu)."
(Namakamu) terisak semakin dalam, Rio menepuknya dengan lembut. "Kalau kamu ingat Dia, Dia akan beri kamu solusi."

KAMU SEDANG MEMBACA
SANG PENGGODA
FanfictionCover by: @-Ventum Kenapa Tuhan mempertemukan kita di dalam kondisi seperti sekarang? Jika memang karena bersatunya kita membuat seseorang terluka, bukan kah lebih baik kita pisah?