18

4.5K 731 56
                                    

"Nad, gue mau ke toilet dulu. Arahnya di mana?" tanya (Namakamu) yang kini sudah berdiri dari duduknya.

Nada menunjukkan arah belakang punggung (Namakamu), (Namakamu) pun segera pergi ke arah telunjuk Nada.

(Namakamu) berjalan menuju toilet dengan santai sembari melihat-lihat desain restoran yang dijadikan tempat mereka bertemu.

(Namakamu) memasuki sebuah koridor menuju toilet restoran ini, terlihat sepi di sepanjang koridor ini. (Namakamu) sedikit menundukkan kepalanya untuk menatap kedua kakinya yang saling mengejar agar dapat berjalan bersama.

"(Namakamu).."

(Namakamu) memberhentikan langkah kakinya saat mendengar namanya terpanggil, ia mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang memanggilnya. Ia terpaku saat melihat Iqbaal tidak jauh dari hadapannya, ia mematung.

Iqbaal melihat gadis yang ia cintai kini dapat ia tatap, ia merindukan gadis ini. Iqbaal melangkah untuk memperkecil jarak antara dirinya dengan (Namakamu). (Namakamu) ingin lari dari sini sekarang, tetapi entah kenapa kedua kakinya seperti menahan dirinya agar tidak ke mana-mana.

Iqbaal kini dekat dengan (Namakamu), mereka terpisah hanya satu kotak lantai itu. Iqbaal melihat wajah gadis yang ia perjuangi belakangan ini. "Apa kabar, (Namakamu)?" tanya Iqbaal dari sekian banyak yang ingin ia tanya kepada gadis ini.

(Namakamu) menganggukkan kepalanya pelan, ia sebisa mungkin untuk tidak berinteraksi banyak oleh laki-laki di hadapannya ini.

Iqbaal tersenyum saat jawaban itu membuat hatinya sedikit baik. "Boleh aku katakan rindu walau kamu bukan milikku?" tanya Iqbaal dengan lirihnya.

(Namakamu) tidak ingin berlama-lama di hadapan laki-laki ini, ia pun hendak berjalan meninggalkan Iqbaal,tetapi Iqbaal terlebih dahulu menangkap tangannya. (Namakamu) seketika melepaskannya dengan kasar.

"Mau lo sebenarnya apa, sih?! Bisa kan nggak perlu gangguin hidup gue lagi? Antara gue dengan lo itu nggak akan ada! Ngerti?" ucap (Namakamu) dengan penuh penekanan.

Iqbaal menggelengkan kepalanya dengan pelan, ia merasakan sakit di dadanya saat gadis yang ia perjuangi itu ternyata tidak ingin ia mendekatinya.

"Aku mencintai kamu, (Namakamu). Aku hanya mengerti itu, aku hanya mengerti mengenai cinta aku ke kamu. Kamu alasan kenapa aku bisa bertahan sampai sejauh ini, tapi.. kamu pergi meninggalkan aku, apa yang salah dari aku, (Namakamu)?" Iqbaal benar-benar terluka dengan semua ini.

(Namakamu) menyembunyikan rasa terkejutnya, ia menyembunyikan dengan salah satu tangannya mengepal kuat. Ia harus mengabaikan itu! Harus!

"Gue nggak peduli! Karena menurut gue, lo cuma sampah yang mengganggu kehidupan gue. Cukup rasa ramah gue di depan mereka, tolong jangan dekati gue lagi!" tekan (Namakamu) dengan tajamnya.

Iqbaal meneteskan airmatanya, ia benar-benar merindukan gadis ini. "Aku sayang kamu, (Namakamu). Tolong... jangan suruh aku pergi," bisik Iqbaal dengan isak tangisnya pelan.

Dia menangis di hadapan cinta pertamanya.

Iqbaal mencoba menggenggam tangan (Namakamu), namun (Namakamu) menghindarinya. "Jauh dari gue sekarang!" peringat (Namakamu) dengan kuat.

Iqbaal menatap (Namakamu) dengan penuh airmatanya, "seandainya aku bisa memilih untuk tidak jatuh hati ke kamu, aku tidak akan memilih ini, (Namakamu). Apa yang harus aku perbuat? Aku ingin memperjuangkan kamu menjadi milikku," ucap Iqbaal dengan airmatanya yang jatuh.

(Namakamu) menggelengkan kepalanya,"lo jadi cowok nggak ada harga dirinya, ya? Mohon-mohon untuk diterima cintanya. Katanya Dokter, tapi kelakuan lo kaya nggak berpendidikan. Sana, lo! Muak gue lihat lo!" ucap (Namakamu) dengan sedikit mendorong Iqbaal agar menjauh.

Iqbaal benar-benar tidak bisa melakukan apapun, ia merasakan sangat sakit di hatinya ini."Aku rela dikatakan apapun sama kamu, asal kamu mau menerima aku, (Namakamu). Tolong... beri aku kesempatan, (Namakamu). Aku akan meninggalkan apapun asal kamu mau menerimaku, (Namakamu)."

(Namakamu) yang mendengar itu pun seketika membalikkan badannya dan ..

PLAK!

Ia menampar Iqbaal dengan begitu keras, sangat-sangat keras hingga membuat Iqbaal terdiam.

(Namakamu) benar-benar menamparnya dengan sadarnya. "GUE TANYA LO DARI AWAL, LO SERIUS NGGAK SAMA NADA? DAN LO JAWAB KALAU LO SERIUS SAMA DIA! TAPI SEKARANG, LO MAU NYAKITI DIA DEMI GUE? GUE BERSUMPAH, BAAL! GUE BERSUMPAH LO BUKAN LAKI-LAKI YANG BISA GUE CINTAI! GUE BERSUMPAH!"

'Ini menyakitkan lebih dari apapun. Dia menyumpahiku untuk tidak menjadi takdirnya.'

Iqbaal perlahan-lahan menatap (Namakamu) yang begitu marah dengannya, Iqbaal tersenyum dengan airmatanya. "Aku harus bagaimana? Aku hanya ingin kamu jadi milikku, hanya itu...nggak lebih. Aku ingin ka-kamu... aku tersiksa, (Namakamu) karena mencintaimu dari kejauhan. ..Aku melakukan apapun itu walau pada akhirnya aku berjuang bersama karma hanya untuk dapatin kamu. Kamu perempuan pertamaku yang sangat ingin aku kasihi sampai akhir hayat nanti. Tapi... tapi kenapa har-harus mengutuk perasaanku?"

Iqbaal mengusap airmatanya, "aku cinta kamu, (Namakamu). Aku cinta kamu."

(Namakamu) menatap Iqbaal dengan kepalan tangannya. "Gue lebih baik mati daripada menerima cinta lo!" Dan kali ini, (Namakamu) benar-benar menjauh dari Iqbaal.

Iqbaal benar-benar tidak bisa berkata-kata lagi, hancur sudah semuanya. Untuk seumur hidupnya, cintanya lah yang menjadi penyebab dirinya hancur.

**

"Baal.. ka-kamu kenapa?"

Gino mengernyitkan dahinya saat melihat pasangan Nada yang begitu berantakan saat keluar dari toilet itu, sudah cukup lama ia permisi untuk ke toilet. Iqbaal menatap Gino dengan kedua matanya yang memerah, ia benar-benar berantakan.

Lalu pandangannya mengarah pada Nada, Iqbaal menganggukkan kepalanya dengan pelan. "Dari dulu gue nggak suka sama lo, gue cuma cinta dan suka sama (Namakamu), sahabat lo. Lo bukan cewek yang gue perjuangi, gue hanya mau (Namakamu)! Sorry, gue putusin lo sekarang. "

Iqbaal mengatakannya dengan sakit di hatinya. Ia pergi meninggalkan Nada dan Gino yang tidak percaya dengan kata-kata yang didengar tadi.

Nada tidak terkejut, ia mulai menyesap minumannya yang ia pesan itu dengan tenang.

Gino tidak mengerti dengan situasi sekarang, ia melirik Nada yang tidak mengejar laki-laki itu. "Nada.. lo—"

"Diam. Gue nggak butuh suara lo di sini."

Gino benar-benar yakin, ini bukan Nada. Nada bukanlah seperti ini.

Nada kembali menyesap minumannnya dengan tenangnya. Wajahnya datar, tetapi tangannya sibuk untuk mengangkat cangkir yang menjadi tempat ia minum.

**

Bersambung



P. S: Maafkan ya... Minrik sudah aktif kuliah, jadi waktu yang sempat hanya seperti sekarang. Bukan apa-apa, Minrik memang hobi ngetik cerita, tapi pendidikan tetap nomor 1. *eak*

Btw, jika di antara kalian melihat karya-karya Minrik yang diplagiat atau di post dengan judul berbeda tetapi isi bacaannya sama, silahkan dilapor ke Minrik.

Terima kasih komentar part lalu yang sudah capai 100 lebih.

Lanjut? Komentar minimal 56.

SANG PENGGODATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang