19

4.6K 703 92
                                    

Iqbaal membuka pintu mobilnya yang ia parkiran di parkiran bawah restoran ini, saat ia membuka pintu mobilnya ia mematung sebentar, emosinya masih di ubun-ubun, rasa sakitnya masih ia rasakan dan rasa amarahnya ingin ia lampiaskan ke setiap apapun yang ada di sampingnya.

Dengan kuat, ia menutup pintu mobilnya. Iqbaal mengacak rambutnya dengan kasar, ia benci dengan dirinya dan rasa sakit yang begitu menggorogoti hatinya. Ia menjatuhkan dirinya di lantai parkiran itu, ia sangat berantakan, ia lemah, ia merasa sangat lemah.

Iqbaal menangisi rasa sakitnya kehilangan gadis yang membuatnya berani bekerjasama dengan karma. Iqbaal ingin membunuh dirinya sendiri agar rasa sakit ini hilang, ia .. dia ingin menghilangkan rasa sakit ini.

"D-dia gak salah.. a-aku yang salah.. a-aku yang salah," isak Iqbaal dengan rasa sesak di dadanya.

Iqbaal menangis rasa sakitnya.

**

(Namakamu) menghela napas pelan, ia harus mengontrol rasa sedihnya. Ia kembali menatap wajahnya di depan cermin dalam toilet itu, setelah itu ia berjalan keluar dari toilet. Ia kembali ke meja tempat awalnya.

(Namakamu) mengernyitkan dahinya saat melihat Gino di sana sendirian, (Namakamu) segera menghampiri Gino dengan sedikit berlari.

Gino sepertinya memang menunggu dirinya, terlihat dia menatapnya dengan raut wajahnya yang tersimpan rasa bingung.

"Kok sendirian? Di mana Nada?" tanya (Namakamu) yang terlihat bingung dengan keadaan sekarang.

Gino menarik (Namakamu) duduk di hadapannya, (Namakamu) pun menurutinya. Ia membiarkan Gino menjelaskannya dengan baik.

Gino menatap (Namakamu) dengan serius, "Iqbaal, pacar Nada, dia memutuskan hubungannya dengan Nada karena dia sukanya sama kamu, bukan sama Nada."

(Namakamu) membolakan kedua matanya terkejut, dia benar-benar terkejut.

"Dia terlihat sangat berantakan, dia sepertinya menangis entah karena apa. Aku bingung dengan semua ini, apa yang sebenarnya terjadi sampai-sampai Nada terlihat biasa saja waktu diputusin oleh Iqbaal? Dia sepertinya tahu ini akan terjadi. Apa kalian punya masalah?"

(Namakamu) merasakan bom di sekelilingnya meledak. "Nada ke mana?" tanya (Namakamu) dengan suaranya yang serak.

Gino menghela napasnya dengan pelan, "dia pergi tanpa pamit."

**

Nada memasuki kamarnya dengan perasaannya yang hancur, ia menutup pintu kamarnya dengan pelan, lalu ia mengunci pintu kamarnya dengan tenang.

Ia berjalan menuju meja tempat diletakkannya foto-foto dirinya dengan sahabatnya, (Namakamu). Nada mengambilnya dengan senyumannya yang sedih, ia melihat senyuman bahagia mereka saat berpose layaknya seorang model.

Foto mereka yang berpelukkan, foto mereka yang tertawa, foto mereka yang melompat, dan terakhir foto mereka yang saling berpegangan tangan.

Nada dengan senyuman sedihnya memecahkan kaca bingkai foto itu ke lantai kamarnya, semua foto-foto dirinya dan (Namakamu) ia jatuhkan begitu saja, ia sudah benci dengan siapapun yang cintanya terbalaskan.

"Dari awal gue kenal yang namanya cinta, gue pasti selalu disakiti. Gue selalu berada di posisi cinta bertepuk sebelah tangan, dan dimanfaatkan. Dan lo, yang bahkan baru kali ini merasakan cinta, bisa langsung mendapatkannya. Adil? Gak."

Nada mengusap airmatanya, dengan tenang ia mengambil sebilah pecahan kaca bingkai foto itu. Ia menggenggam kuat pecahan kaca itu di tangannya, darah mulai menetes begitu saja. Nada berjalan menuju tempat tidurnya, darah terus menetes di lantai kamarnya.

Ia sedikit megernyitkan rasa sakitnya semakin parah. Ia benci kehidupan ini, kenapa dirinya yang selalu merasakan sakit, kenapa tidak ada kebahagiaan yang menghampirinya? Apa yang salah darinya? Ia tulus mencintai, ia ingin dicintai. Apa itu salah?

Nada menangis dengan suaranya yang ia tahan, ia ingin pergi dari dunia ini, ia ingin menjauh dari rasa sakit ini.

"Gue benci dengan kehidupan gue," lirih Nada dengan isak tangisnya.

Ia membuka genggaman tangannya, darah sudah menyelimuti telapak tangannya. Pecahan kaca itu pun berwarna menjadi merah darahnya, ia mulai mengarahkan kaca itu pada urat nadi tangannya sebelah kiri.

Ia menggoreskannya begitu dalam hingga membuatnya mengernyit, ia menggoreskannya dengan air matanya.

"Ini yang kalian mau, kan? Kepergian gue agar kalian bisa bersatu tanpa ada penghalang,gue akan pergi sebagai hadiah kalian bersatu."

Dan benar, darah itu dengan tetesan-tetesannya keluar dari goresan kaca itu. Nada membiarkannya, ia dengan tenangnya membaringkan tubuhnya dan menyelimutinya. Ia memejamkan matanya dengan airmatanya, "selamat tinggal dunia yang jahat."

**

Bersambung


P.S : Episode-episode terakhir. Jiahh kaya pilem aja :v


Minrik menampung pertanyaan di sini. Silahkan.

SANG PENGGODATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang