Part 6 : Teman Baru

1K 112 0
                                    

Tepat setelah guru yang mengajar keluar kelas untuk berganti jam pelajaran, Wulan menatap tajam mataku tajam. Aku yang ditatap seperti itu mengernyit. "Lo tahu nggak, Na?" tanyanya.

"Apa?"

"Nyesek itu saat gue nelpon lo kemaren, tapi lo sedang dalam panggilan lain."

"Lo telpon gue? Kapan?"

"Setelah gue telpon lo gara-gara kepencet kemarin."

Aku membentuk mulutku seperti bulatan. "Oh."

Wulan berdecak. "Oh doang?!" tanyanya sebal.

"Emang gue harus gimana lagi?"

"Ya jelasin kek, kenapa lo sedang dalam panggilan lain?"

Kini aku menatap Wulan sebal. "Yang namanya sedang dalam panggilan lain itu berarti gue lagi telponan sama orang."

"Telponan sama siapa?"

"Kepo banget sih urusan orang."

Namun, tiba-tiba Wulan merampas ponselku.

"Lo ngapain sih, Lan?!"

"Ohhhh, lo telponan sama Rizki ternyata."

Ini sifat yang kurang aku suka dari Wulan. Dia itu gila urusan, terlalu kepo, dan terkadang itu sering menanyakan hal yang sebenarnya itu nggak terlalu penting untuk dibahas: seperti hal-hal yang menjadi privasi untuk seseorang.

Aku merebut ponselku dari tangan Wulan. "Gue ingetin ya, Lan. Jangan suka kayak gitu. Kurang sopan. Meskipun lo sahabat gue sendiri, nggak semuanya bisa gue ceritain, gue juga punya yang namanya privasi," ucapku lalu berdiri.

"Mau kemana?" Awalnya aku kira Wulan yang bertanya, tapi ternyata bukan. Yang bertanya adalah sosok menyebalkan di belakangku, alias Kecoa Gosong, alias Rizki.

"Ke kuburan," jawabku ngawur.

"Lo mau kemana? Gue ikut," ucap Wulan yang langsung aku tolak dengan menarik tangan teman sebangku Rizki. "Gue sama Indah. Iya, kan?"

Indah sempat terlihat bingung. Namun, untung saja dia peka saat aku kasih kode.

"Iya, ayo, Na."

===

"Kita mau kemana?" tanya Indah saat sudah di luar kelas.

"Nggak tahu, gue tadi lagi males di kelas. Maaf ya, jadi nemenin gue," ucapku sedikit tidak enak.

Sebenarnya aku tidak terlalu dekat sama Indah, hanya sekedar teman sekelas, dan kita jarang mengobrol karena dia pendiam.

Indah tersenyum. "Santai aja. Gue juga lagi males di kelas. Lo males gara-gara Wulan ya?"

Aku mengangguk jujur. Dia duduk di bangku belakangku, pasti tahu kejadian Wulan merampas ponselku tadi.

"Lo suka sama Rizki?" tanyanya membuatku melotot.

"Hah? Enggaklah. Kenapa tanya gitu? Lo suka sama Rizki?"

"Enggak!" Dia langsung menolak dengan tegas.

"Yakin?"

"Yakin! Gue udah punya yang lain!"

"Santai aja, Mbak. Nggak usah nge-gas," gurauku dan dia tertawa malu.

Indah ternyata lucu juga.

"Gue tanya gitu so'alnya, salah satu dari kalian kayak ada yang suka. Entah itu lo atau Rizki, gue nggak tahu. Itu tebakan doang sih."

Aku tersenyum. "Rizki kali yang suka sama gue," gurauku lagi kemudian tertawa. Dia juga tertawa. "Lo orangnya asik juga, Ndah. So'alnya lo pendiem gitu, apalagi temen sebangku lo Rizki yang terlalu aktif dan super nyebelin."

"Gue bukan orang pendiam, gue cuma canggung dan bingung mau ngomong apa. Beda lagi kalau gue udah sama temen akrab, bisa jadi gue yang tingkahnya paling stress," ucapnya membuatku tertawa.

Aku merangkul pundaknya. "Yaudah, kita temenan akrab yuk?"

Indah membalas rangkulanku dan mengangguk. "Yuk!" serunya.

Semenjak itulah, aku dan Indah menjadi teman akrab. Namun hubunganku dengan Wulan semakin merenggang.

===

Panda Boy (✓) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang