Dia membuatmu menangis, lalu tugasku untuk menenangkan dan mengiburmu. Sebagai imbalannya, kamu menyebutku teman terbaik, sedangkan aku ingin hatimu.
—Febri
***
Kanina menatap sendu keluar kelas. Matanya memanas, entah mengapa ia ingin menangis. Tiba-tiba saja perasaannya campur aduk, tiba-tiba saja hatinya merasa gundah, tiba-tiba saja ia ingin marah. Semuanya serba tiba-tiba.
Ia merasa kecewa, ia merasa ingin marah, tapi kenapa ia harus merasa begitu? Dia bukan siapa-siapanya, jadi kenapa juga ia harus merasa sesak di dalam hatinya?
Ia mencoba berpikir positif untuk menghibur dirinya sendiri, memaksa diri untuk menghilangkan cintanya. Ia terlalu berambisi menghilangkan cintanya secepat mungkin, dan lupa bahwa cinta bukanlah sesuatu yang bisa dipaksakan. Tidak bisa dipaksa datang, tidak bisa pula dipaksa pergi. Hingga akhirnya, ia malah memperdalam perasaan itu.
Bodoh, gerutu Kanina dalam hati. Merasa bodoh karena kini ia harus bimbang. Hanya karena sapaan singkat Rizki tadi.
"Kenapa disaat pengen melupakan, dia harus datang lagi dan bikin bimbang?" desisnya, mata Kanina memerah dan air menetes dari sana, tangis tumpah namun suaranya diam tercekat. Kanina terisak, namun ditahannya.
Bukan melow, bukan drama, bukan lebay, bukan alay. Namun sesak yang ia rasa masih baru, belum terbiasa karenanya, jadi masih terasa menyakitkan.
Febri yang berada di bawah meja tersenyum getir. Kenapa dia ada di bawah meja?
Mari kita mundur beberapa menit yang lalu, saat dikoridor. Febri melihat semuanya. Febri melihat Rizki yang berbincang dengan Kanina. Namun sayangnya ia tidak bisa mendengar percakapan mereka.
Ia hanya melihat mereka dari jauh, hingga akhirnya Kanina berjalan melamun ke arahnya, Febri berbalik dan berjalan menuju kelas. Melihat Kanina juga masuk ke dalam kelas, ia memutuskan untuk bersembunyi di bawah meja karena penasaran.
Kelas masih sepi, jadi Febri penasaran bagaimana reaksi Kanina setelah berbincang dengan Rizki hari ini. Apakah ia masih ada harapan? Ataukah sudah tidak ada lagi?
Dan melihat reaksi Kanina yang seperti itu, membuatnya ragu ... merasa telah gagal.
Mendengar suara mendekat, ia melihat Kanina buru-buru mengusap pipinya, menyeka air mata, kemudian menelungkupkan kepala di antara kedua tangannya.
Tak lama, Wulan datang dengan ngrumpi memasuki kelas bersama beberapa murid lain. "Hahaha, iya bener banget. Cha Eun Woo ganteng banget anjir!"
Murid-murid mulai berdatangan, kelas mulai ramai. Febri memutuskan untuk keluar dari persembunyiannya. Tatapan matanya baru lepas dari Kanina saat Rizki masuk beralih menatap Rizki yang sedang melihat Kanina menelungkupkan kepala. Ia mengembuskan napas kasar dan mengambil buku di tasnya, menuliskan sesuatu.
Aku iri pada dia yang selalu menyakitimu, tapi sanggup merebut hatimu sepenuhnya. Lalu usahaku ini disebut apa? Mendapatkan setengah hatimu saja tidak. Aku beri kamu sepenuh hatiku, tapi sayang hatimu sepertinya masih sepenuhnya untuk dia yang sudah membuatmu menangis.
—Febri***
FYI aja, Panda Boy season 2 ini cuma dikit ceritanya, tapi bener-bener ngurus tenaga nulisnya. Wkwk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Panda Boy (✓)
Short StoryCerita ini kutulis saat aku menyukaimu, tapi aku lebih memilih mengungkapkannya dalam bentuk tulisan. Apakah kalian pernah jatuh cinta pada teman sendiri? Itu yang aku alami. Aku hanya cewek biasa-biasa saja. Namun, aku berharap bisa membuatmu meras...