Terkadang kita dipertemukan orang yang salah terlebih dahulu agar kita bersyukur saat dipertemukan dengan orang yang tepat.
***
"Kanina?" Seorang memanggilku. Aku yang sedang berjalan menunduk ke arah kamar mandi pun menoleh. Indah.
"Loh, Kanina? Kenapa?!" panik Indah dan berlari mendekat.
"Hah? Emang gue kenapa?"
"Lo nangis, Kanina!"
Aku meraba pipiku, dan ternyata basah.
"Lo kenapa, Kanina? Cerita coba sama gue," ucap Indah lalu memelukku.
Dan tangisku pecah di pelukan Indah.
Aku ini kenapa? Kenapa aku menangis? Kenapa dadaku terasa sesak? Kenapa hatiku terasa berdenyut sakit, tapi tidak ada luka satu pun.
"Gue nggak tahu, Ndah. Gue kenapa gue nggak tahu," jawabku.
"Stttt." Indah melepaskan pelukannya dan menghapus air mataku.
"Udah, jangan nangis. Ke kelas aja yuk?"
Aku mengangguk.
Selama berjalan ke kelas, aku hanya diam dengan tangan digenggam erat Indah.
Sesampainya di kelas, aku melihat tidak ada Wulan ataupun Rizki, mungkin mereka keluar bersama ke kantin? Atau ke taman?
Ah, untuk apa aku pikirkan.
"Jadi, kamu kenapa?" tanya Indah lembut.
"Gue nggak tahu, Ndah. Entah mengapa rasanya sesak, kayak sakit tapi tak berdarah."
"Kenapa emang?"
"Entah mengapa gue ngerasa dikhianatin."
Aku lihat ekspresi Indah mengernyit tidak paham.
Aku menarik napas dan mengembuskannya kasar. "Wulan sama Rizki jadian," ucapku berbisik.
"HAH? WULAN SAMA RIZKI JADIAN?!" Indah berteriak kaget dan refleks aku bekap mulutnya.
"Stttt! Jangan teriak-teriak!" desisku.
Aku menyapu sekeliling, teman-teman sekelas menatap cengo ke arahku.
Aduh, mampus!
"Wulan? Wulan temen kita satu kelas ini?" tanya Lala, teman satu kelasku. Dan pertanyaan yang lain pun saling bersahutan.
"Bukannya Wulan sahabatnya Kanina ya?"
"Waduh, disleding temen sendiri."
"Ih, dasar temen makan temen."
"Kok bisa sih?"
"Ya ampun, padahal deketnya sama Kanina, eh jadiannya sama Wulan."
"Anu gaes, nggak gitu." Aku mencoba menjelaskan.
"Nggak gitu gimana? Jelas-jelas lo sama Rizki kan deket banget."
Indah berbisik. "Maaf, gue keceplosan, Kanina."
Jujur, sebenarnya aku merasa sebal. Tapi ya sudahlah. Nasi sudah menjadi bubur.
"Bukan gitu cerita sebenernya. Gue nggak ada perasaan apa-apa kok ke Rizki, jadi gue nggak masalah. Toh Rizki juga bukan siapa-siapanya gue kan? Hehe." Aku terkekeh kaku.
Febri berdiri. "Lo itu suka sama dia, tapi lo aja yang nggak mau jujur sama perasaan sendiri. Lo berusaha nolak perasaan itu karena lo nggak mau jatuh cinta sama temen sendiri. Tapi apa lo lupa kalau lo nggak bisa nolak perasaan itu dan lo nggak bisa milih mau jatuh cinta sama siapa?" tanya Febri lalu beranjak pergi keluar kelas.
Aku tertegun mendengar ucapan Febri.
Brakk!
Suara orang terjatuh membuyarkan lamunanku. Kulihat, Rizki terjatuh di depan kelas.
"Sorry, gue nggak sengaja," ucap Febri dan berlalu meninggalkan kelas.
Febri yang selama ini dikenal humoris hari ini menjadi sedikit aneh. Dia kenapa?
***
Mau double update nggak?
KAMU SEDANG MEMBACA
Panda Boy (✓)
Short StoryCerita ini kutulis saat aku menyukaimu, tapi aku lebih memilih mengungkapkannya dalam bentuk tulisan. Apakah kalian pernah jatuh cinta pada teman sendiri? Itu yang aku alami. Aku hanya cewek biasa-biasa saja. Namun, aku berharap bisa membuatmu meras...