Prilly tengah mengeluarkan suaranya di ruang bina vocal. Suara indah prilly mengalun disetiap sudut ruangan, dengan mata terpejam. Ia menjadi lebih menghayati lagunya. Ditambah dengan tuts piano yang menambah keanggunan saat ia memainkannya.
Komposisi yang prilly mainkan adalah pathetique1. Termasuk komposisi sedih saat dimainkan. Denting-denting piano itu terus mengalun, terdengar seperti melodi sedih, begitu jernih dan menyentuh.
Jari jari lentik prilly berkeliaran indah di atas tuts putih, sesekali ia menekan tuts hitam disitu. Entahlah, prilly tak tahu mengapa ia memainkan komposisi ini. Padahal, kekasih ah ralat mantan kekasihnya yang mengajarkannya. Prilly, tidak prilly tidak rindu dengan coki. Tapi ia hanya tertarik memainkan orkestra ini.
Tak lama ia memberhentikan petmainannya, lalu menatap ke arah sekitar. Tidak ada orang, hanya dirinya sendiri disitu. Prilly tersenyum simpul. Ia seperti rindu dengan seseorang. Tapi entah siapa orang itu.
"Prilly?" Panggil seseorang pelan. Dari arah belakang. Prilly pun berbalik lalu tersenyum kecil.
"Kamu ga belajar?"
"Jamkos ka"
Kaarief menghela nafasnya lalu duduk di kursi drum yang disediakan. Ia menatap intens prilly. "Kamu sama coki gimana?"
Huh, selalu saja coki saat diperbincangan ini. Prilly menghela nafasnya, lalu mencoba tersenyum kecil ke arah ka arief. "Itu dulu ka. Prilly permisi" pamit prilly kemudian berlalu begitu saja. Sedangkan ka arief menggelengkan kepala melihatnya
Di sepanjang koridor prilly melihat kesana kemari sambil mengigit pelan jarinya di tengah perjalanan.
"Ka prilly!" Panggil seseorang dari belakang. Prilly pun menoleh, mendapatkan brandon yang tengah mengatur nafasnya. Ia terkekeh kecil.
"Ngapain?" Tanya prilly.
Brandon pun menampilkan wajah cool nya dan memasukkan kedua tangannya kedalam saku seragam.
"Ekhm"
"Pake batuk segala, cepetan. Lo selalu jelek. Jadi gausa dicakep cakepin" kata prilly tak sabaran.
"Lo sakit apa?" Tidak, bukan ini yang akan brandon tanyakan. Tapi alangkah baiknya ia basa basi terlebih dahulu. Apalagi banyak adik kelas yang tengah menatapnya. Lumayan.
Prilly terlihat memikirkan sesuatu, karena bola matanya berputar sembari mengetukkan jarinya ke keningnya. "Gue sehat" kata prilly sambil memperlihatkan badannya sesekali memutarnya. Yang menyebabkan roknya berputar dan terbang sedikit.
"Tadi lo mimisan kan?" Tanya brandon kembali. Ia penasaran, apa yang ia mau harus ia mendapatkan nya. Termasuk pertanyaannya tadi kepada prilly.
"Aneh deh lo, orang gue sehat. Nih bibir gue aja Pink. Kan kalo orang sakit bibirnya kering" kata prilly mencoba menghilangkan kegugupannya. Sembari memonyongkan bibirnya kedepan.
"Lo yang aneh, di khawatirin sama orang ganteng bukannya ngejerit ke ngesot ngesot ke" balas brandon membenarkan kerah baju dan dasinya. Prilly pun mencibir.
"Terserah lo. Tapi gue gapapa" balas prilly cepat. Karena kakinya mulai pegal sedari tadi berdiri.
"Lo jangan boong dong ka. Lo kemarin mimisan kan?" Tanya brandon membuat prilly rumit memikirkan jawaban apa yang harus ia lontarkan.
Prilly memang mimisan, tapi ia tak tahu ia mengidap penyakit apa. Yang jelas semuanya ia anggap enteng. Seolah tak ada beban sedikit pun.
"Iya kenapa? Paling cuma panas dalem" balas prilly tenang sesekali mamainkan kuku panjang nya yang terhias kuteks maroon disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Farewell
FanfictionButuh waktu tak sedikit untuk membuat sidingin itu luluh. Dan kesekian butuh waktu untuk membuat keadaan seperti semula. Seandainya kamu tahu lebih awal. Farewell artinya ucapan selamat jalan, akankah semuanya bisa kembali?